Pembiayaan Campuran Jadi ”Pancingan” Investasi Transisi Energi
”Blended financing” yang mengombinasikan pendanaan dari filantropi, publik, dan swasta terus didorong, termasuk Just Energy Transition Partnership atau JETP, dengan komitmen 20 miliar dollar AS.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembiayaan campuran atau blended financing yang mengombinasikan beberapa sumber pendanaan, seperti filantropi, publik, dan swasta, dinilai penting dalam transisi energi. Skema pembiayaan tersebut bakal membuat proyek transisi energi ekonomis hingga nantinya dapat memancing lebih banyak investasi swasta yang masuk hingga nantinya proyek-proyek bisa komersial.
Blended financing saat ini tengah didorong melalui sejumlah komitmen pendanaan transisi di energi di Indonesia, termasuk Just Energy Transition Partnership (JETP), dengan komitmen 20 miliar dollar AS. Komitmen pendanaan itu datang dari negara-negara maju yang dipimpin Amerika Serikat dan Jepang serta sejumlah bank internasional ternama.
Indonesia Country Lead pada The Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP), aliansi global yang menggabungkan filantropi dan mitra-mitra, Lucky Nurrahmat, di Jakarta, Jumat (20/10/2023), mengatakan, transisi energi adalah bagian dari pembangunan ke depan, termasuk bagi negara-negara berkembang yang memiliki berbagai tantangan, seperti teknologi dan pendanaan.
Pembiayaan campuran menggabungkan pendanaan dari filantropi, publik, dan swasta penting agar proyek transisi energi dapat terwujud. Adapun pendanaan filantropi tidak mengharapkan financial return dari proyek, tetapi yang utama ialah terjadinya pengurangan emisi gas rumah kaca. Pada akhirnya, selain hibah, juga bisa melalui pinjaman dana berbunga rendah.
”Hal itu agar proyek yang tadinya tidak ekonomis menjadi ekonomis. (Blended financing) Harus banyak agar private capital juga tertarik masuk. Jika tidak, mereka akan masuk ke proyek lain yang lebih menguntungkan. Diawali skema itu, nanti skalanya akan meningkat dan lama-lama akan mencapai komersial,” ujar Lucky.
Saat ini, Comprehensive Investment Policy Plan (CIPP) JETP tengah dievaluasi oleh pemerintah sebelum nantinya akan diumumkan kepada publik, termasuk proyek-proyek transisi energi yang akan didanai. Menurut rencana, juga akan ada konsultasi publik sebelum diumumkan kepada publik pada akhir 2023.
”Apabila CIPP sudah ada, tinggal implementasi. Kami berharap policy (kebijakan) dan rencana pendanaannya juga bisa ditindaklanjuti agar aliran dana ke negara-negara berkembang itu memang terwujud. Meski demikian, di negara-negara pendonor (dana publik) pun agak rumit karena ada proses politik di negara mereka masing-masing,” kata Lucky.
Pengurangan risiko
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin dalam diskusi Pembiayaan Energi Terbarukan yang digelar Media Indonesia, Kamis (19/10/2023), mengatakan, pengurangan risiko dilakukan di sektor energi terbarukan. Upaya itu diharapkan bisa menarik minat investor pada sektor tersebut.
Masyita mengatakan, Kemenkeu telah menugaskan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebagai special mission vehicle yang memiliki platform kerja sama pendanaan terintegrasi SDG Indonesia One, termasuk pembiayaan campuran untuk membiayai proyek-proyek Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). ”Pada energy transition mechanism, PT SMI ditunjuk sebagai country platform manager,” ujarnya.
Kemenkeu juga memberi dukungan pengembangan energi terbarukan melalui berbagai instrumen fiskal, di antaranya penguatan ekuitas BUMN, termasuk PLN, serta penerusan pinjaman dari bank multilateral pembangunan, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, untuk membiayai proyek energi terbarukan yang dikerjakan BUMN.
Kini, adaptasi lingkungan sudah masuk dalam strategi PLN. (Kamia Handayani)
EVP Energy Transition and Sustainability PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Kamia Handayani mengemukakan, dalam mencapai transisi energi, PLN harus menyeimbangkan keandalan, keterjangkauan, dan keberlanjutan lingkungan. Sebelumnya, secara business as usual, PLN lebih berfokus pada penyediaan energi listrik yang andal dan murah saja. Namun, kini, adaptasi lingkungan sudah masuk dalam strategi PLN.
Tak kalah penting lainnya, kata Kamia, ialah bagaimana agar bisnis yang dijalankan PLN, serta kondisi keuangan, dapat berkelanjutan. ”Agar sebagai perusahaan tetap sustain dari sisi kesehatan finansialnya. Jadi, bagaimana agar sesedikit mungkin membebani fiskal negara,” ujar Kamia.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, berpendapat, sumber daya energi terbarukan Indonesia memang amat melimpah. Namun, Indonesia tak memiliki teknologi dan pendanaan. Oleh karena itu, melalui sejumlah skema pendanaan, perlu ada prioritas jenis energi terbarukan mana yang hendak dikembangkan.