Wapres: Pelaku UMKM dan Ekonomi Syariah Perlu Melek Digital
Pelaku UMKM serta pelaku ekonomi dan keuangan syariah perlu menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi digital. Tanpanya, pelaku usaha konvensional bisa tergerus seperti para pedagang Pasar Tanah Abang.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan bahwa disrupsi dan kemajuan teknologi digital perlu segera disikapi dunia usaha. Pelaku usaha mikro kecil menengah atau UMKM serta ekonomi keuangan syariah harus mengikuti perkembangan dan menyesuaikan diri.
Dalam pembukaan Ijtima Sanawi (Pertemuan Tahunan) Dewan Pengawas Syariah XIX 2023 di Jakarta, Jumat (13/10/2023), Wapres Amin mengingatkan, pasar konvensional seperti Pasar Tanah Abang yang tergerus pasar digital. Padahal, hampir semua pelaku di pasar konvensional adalah UMKM.
”Oleh karenanya, mesti segera dilakukan langkah penyadaran kepada para pelaku usaha, khususnya UMKM, untuk menyiapkan diri dan terus adaptif dengan dinamika zaman, termasuk menghadapi tantangan disrupsi,” tutur Wapres.
Ketua Pelaksana Harian Badan Pengawas Syariah KH Hasanudin dalam laporannya mengatakan, pertemuan tahunan ini diselenggarakan Jumat dan Sabtu (13-14/10/2023) dengan peserta lebih dari 300 orang.
Dalam kesempatan itu, Wapres mengatakan, pelaku ekonomi dan keuangan syariah juga harus memitigasi dan mengantisipasi tantangan disrupsi ini. Apalagi, perkembangan ini menuntut tersedianya ragam produk keuangan syariah sesuai kebutuhan masyarakat yang semakin familiar dengan dunia digital.
Karena itu, Wapres Amin meminta para regulator, pelaku industri, Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk merespons perubahan ini.
Dewan Pengawas Syariah, tambah Wapres, harus menjadi orang yang paling paham terhadap manhajul ifta dan fatwa-fatwa DSN. DPS harus memastikan fatwa-fatwa tersebut dijalankan dan diimplementasikan di perusahaan yang diawasinya. ”Kalau ada masalah, semua kembali ke fatwa yang dirumuskan Dewan Syariah Nasional MUI. Jangan buka kitab fikih, itu, kan, belantara ke mana-mana itu,” tutur Wapres.
Dewan Pengawas Syariah juga diminta terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi supaya bisa menjaga akuntabilitas usaha syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. Selain itu, Wapres mengingatkan perlunya mengatasi minimnya literasi. ”Literasi merupakan faktor yang sangat penting dan menjadi salah satu kunci untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah nasional,” kata Wapres Amin.
Sejauh ini, menurut Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, industri keuangan syariah nasional memiliki potensi besar untuk tumbuh dan memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini ditunjukkan dengan pengakuan dunia pada perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Salah satunya, Islamic Finance Development Report tahun 2022 yang menempatkan Indonesia di posisi ketujuh pada aset keuangan syariah global.
Capaian tersebut ditopang potensi permintaan (demand) Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, yakni 237,5 juta jiwa atau 86,7 persen dari total penduduk Indonesia. Selain itu, sebagian besar pelaku jasa keuangan syariah menyasar sektor riil dan Indonesia memiliki pelaku UMKM yang cukup besar jumlahnya, berkisar 64 juta pelaku UMKM dan potensi kebutuhan dana sekitar Rp 1.605 triliun.
Secara keseluruhan, OJK mencatat pertumbuhan aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp 2.450,55 triliun atau sekitar 163,09 miliar dollar AS per Juni 2023.
Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 13,37 persen (yoy) dengan pangsa pasar sebesar 10,94 persen terhadap total keuangan nasional. ”Perkembangan yang positif ini menunjukkan bahwa sektor keuangan syariah memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional,” kata Mirza.
Selain itu, kendati mengalami perlambatan akibat dampak pandemi dan kondisi global yang tidak menentu, industri perbankan syariah nasional berhasil mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik. Per Juni 2023, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia tumbuh menjadi 7,31 persen dari total industri perbankan nasional. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh 13 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, dan 171 BPRS dengan sebaran porsi aset 65,78 persen bank umum syariah, 31,68 persen unit usaha syariah, dan BPRS sebesar 2,54 persen.
Dari sektor pasar modal syariah, per akhir Agustus 2023, pangsa pasar produk sukuk korporasi, sukuk negara dan reksa dana syariah mencapai 12,7 persen. Adapun pangsa pasar saham syariah telah mencapai 56 persen terhadap seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Selain itu, masih ada beberapa tantangan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah mulai pangsa pasar (market share) yang masih rendah di kisaran 11 persen, rendahnya literasi keuangan syariah, terbatasnya diferensiasi model bisnis/produk keuangan syariah, penggunaan teknologi informasi perlu ditingkatkan, serta sumber daya manusia keuangan syariah belum optimal.
Dengan pertumbuhan keuangan syariah saat ini, Mirza sepakat bahwa tantangan rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah masih ada. Survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2022 menunjukkan indeks literasi dan inklusi keuangan syariah secara berturut-turut 9,14 persen dan 12,12 persen. Akselerasi tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah pun dinilai perlu kolaborasi baik semua pihak.