Industri perikanan berharap evaluasi kebijakan penahanan devisa hasil ekspor sumber daya alam membuka peluang devisa yang sudah dirupiahkan untuk digunakan bagi pembelian bahan baku.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha perikanan berharap evaluasi kebijakan parkir devisa hasil ekspor sumber daya alam dapat memberikan jalan keluar bagi ekspor perikanan yang kini terancam daya saing. Kewajiban parkir devisa telah menggerus arus kas modal pelaku usaha.
Pemerintah mewajibkan eksportir yang memiliki devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA), yakni dengan nilai ekspor pada pemberitahuan pabean ekspor minimal 250.000 dollar AS atau ekuivalen, memasukkan 30 persen di antaranya dalam sistem keuangan Indonesia. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
PP yang diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Juli 2023 itu mulai berlaku 1 Agustus 2023. Regulasi yang menggantikan PP Nomor 1 Tahun 2019 itu berlaku bagi DHE SDA yang berasal dari hasil ekspor di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Sinyal pemerintah untuk evaluasi kebijakan penahanan devisa hasil ekspor sumber daya alam disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, beberapa hari lalu, pada UOB Gateaway to Asean Conference 2023, seperti dikutip CNBC Indonesia. Evaluasi akan dilakukan di tengah ketidakpastian ekonomi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Ketua Umum Federasi Asosiasi Perikanan Indonesia (FAPI) Budhi Wibowo berharap pemerintah mengevaluasi dan merevisi PP No 36/2023. Kewajiban menempatkan devisa hasil ekspor sumber daya alam ke dalam sistem keuangan Indonesia telah menggerus permodalan pelaku usaha perikanan dan menurunkan daya saing ekspor.
Beberapa komoditas ekspor perikanan bernilai tinggi yang banyak terkena dampak kebijakan parkir DHE adalah produk daging kepiting, udang ukuran besar, telur ikan terbang, irisan gurita (octopus slice), olahan rumput laut, dan mutiara.
Ia menambahkan, ekspor produk perikanan melibatkan banyak nelayan dan pembudidaya kecil yang bakal terdampak ekonomi ketika ekspor produk perikanan mendapatkan masalah akibat dampak kebijakan. Di sisi lain, jika pembeli atau importir perikanan mengalihkan pembelian ke negara lain karena harga produk perikanan Indonesia yang tidak kompetitif, maka akan sangat sulit mereka akan kembali membeli dari Indonesia.
Ekspor produk perikanan melibatkan banyak nelayan dan pembudidaya kecil yang bakal terdampak ekonomi ketika ekspor produk perikanan mendapatkan masalah akibat dampak kebijakan.
Pemerintah dinilai perlu memahami bahwa sektor perikanan beda dengan pertambangan. Eksportir perikanan memerlukan DHE untuk membeli ikan dan bahan baku guna diolah dan diekspor kembali. Revisi PP No 36/2023 diusulkan untuk mengeluarkan sektor perikanan dari kewajiban parkir DHE. Usul lain, pelaku industri perikanan yang sudah merupiahkan hasil devisa supaya tidak dikenai retensi lagi. Apabila pemerintah menghendaki devisa masuk, kewajiban memasukkan 30 persen devisa ekspor dapat diterapkan untuk devisa yang disimpan dalam dollar AS.
”Devisa hasil ekspor yang kami lakukan, setelah dirupiahkan, diharapkan bisa kami gunakan untuk membeli bahan baku lagi, untuk diproses dan diekspor lagi sehingga mendapat devisa lagi,” ujar Budhi saat dihubungi, Kamis (12/10/2023).
Sebelumnya, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif dan fasilitas tambahan bagi eksportir yang menyimpan DHE-nya di dalam negeri. Di antaranya, bunga deposito valas kompetitif bagi eksportir yang menyimpan DHE. Ini lebih besar daripada bunga deposito valas umumnya sebesar 1,75-2,25 persen untuk tenor tiga bulan (Kompas 29/7/2023).
Selain itu, eksportir juga dapat menggunakan simpanan DHE-nya sebagai jaminan pengajuan kredit perbankan jika memerlukan dana rupiah untuk perputaran arus kas usaha. Insentif fiskal juga akan diberikan ke eksportir dalam bentuk potongan Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga deposito rekening penempatan DHE SDA. Semakin lama dana ditempatkan di dalam negeri, semakin besar pula diskon pajak yang diterima.
Arus kas
Menurut Budhi, sejumlah insentif yang diberikan pemerintah, seperti penjaminan kredit dan bunga deposito, tetap tidak mampu menjaga arus kas pelaku usaha yang terkena kewajiban parkir DHE. Pinjaman dari perbankan yang diperoleh dengan agunan devisa hasil ekspor itu tetap mewajibkan pelaku usaha membayar selisih yang cukup besar antara bunga pinjaman dan bunga depositor.
”Selisih bunga untuk pinjaman dalam kurs dollar AS berkisar 1 persen, sedangkan (pinjaman) dalam kurs rupiah selisih bunganya bisa sekitar 4-6 persen,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia (APRI) Kuncoro Catur Nugroho mengemukakan, dampak kebijakan parkir DHE SDA sangat terasa untuk komoditas rajungan yang mayoritas diekspor ke Amerika Serikat. Kewajiban parkir devisa untuk nilai ekspor rajungan dinilai menghambat arus perputaran modal untuk pembelian bahan baku.
Menurut Kuncoro, industri rajungan melibatkan rantai produksi hulu-hilir, yakni nelayan rajungan serta usaha pengolahan dan pengalengan. Struktur biaya bahan baku mencapai 80 persen dari nilai penjualan. Dengan keterbatasan margin keuntungan, dana hasil ekspor digunakan kembali untuk modal pembelian bahan baku.
Kebijakan penahanan devisa ekspor dinilai menghambat arus kas untuk penyerapan bahan baku dan rantai produksi rajungan. Berkurangnya bahan baku berimbas pada penurunan ekspor. Dampaknya terasa hingga ke hulu, yakni turunnya serapan hasil tangkapan nelayan rajungan yang didominasi nelayan skala kecil.
”Industri perikanan berbeda dengan perkebunan dan pertambangan. Industri perikanan melibatkan rantai produksi yang panjang hingga ke nelayan. Industri hilirisasi perikanan yang bernilai tambah seharusnya jangan dihambat,” katanya.
Dari sisi ekspor, hambatan pasokan menyebabkan importir asal AS mulai ancang-ancang mengalihkan pembelian rajungan dari negara produsen pesaing, seperti India, Vietnam, dan Filipina. Terkait dengan kendala ekspor ini, pihaknya telah melayangkan surat kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian Keuangan, agar pemerintah mengkaji ulang pengenaan DHE SDA terhadap komoditas ekspor perikanan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan, secara makro, kebijakan wajib parkir devisa hasil ekspor diperkirakan bisa menambah potensi cadangan devisa hingga 60 miliar dollar AS-100 miliar dollar AS dalam setahun. Estimasi ini mengacu pada data nilai ekspor SDA pada 2022 sebesar 203 miliar dollar AS.