Negara pulau dan kepulauan diajak mencari solusi untuk mengatasi tantangan bersama menghadapi isu global dan perubahan iklim.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara Pulau dan Kepulauan (AIS) Forum 2023 menjadi kontribusi Indonesia untuk mengajak negara maritim menangani isu-isu global yang berkaitan dengan kelautan. Diperlukan solusi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi negara pulau dan kepulauan.
KTT AIS Forum 2023 yang berlangsung di Bali pada 10-11 Oktober 2023 direncanakan dihadiri 29 negara. Sejumlah lima pimpinan negara dijadwalkan hadir pada KTT AIS Forum, yakni Presiden Micronesia, Perdana Menteri Niue, Perdana Menteri São Tomé and Príncipe, Perdana Menteri Timor-Leste, dan Perdana Menteri Tuvalu.
Sementara itu, empat organisasi internasional turut hadir, yakni Kelompok Kerja Sama Negara Melanesia (MSG), Forum Negara Kepulauan Pasifik (PIF), Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).
Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, pembentukan Forum Negara Pulau dan Kepulauan (AIS) mengacu pada konvensi PBB tentang hukum laut, khususnya terkait tata kelola kelautan global yang baik. Hal utama yang menjamin keberlangsungan Forum AIS, yakni perasaan senasib sepenanggungan.
Selain itu, juga kerangka legal formal yang dituangkan dalam Leaders Declaration AIS Forum untuk mendorong penguatan AIS Forum menjadi institusi yang lebih formal di masa depan. Di antaranya, pengelolaan kelautan berkelanjutan, yakni cara pandang yang sama dalam mengelola, menjaga, dan melindungi laut.
”Kita sama-sama negara maritim negara kelautan sehingga bisa bekerja sama antarberbagai negara menghadapi tantangan yang sama terkait perubahan iklim,” kata Sakti dalam keterangan pers, Selasa (10/10/2023).
Sakti menambahkan, tantangan terbesar, yakni sumber daya kelautan yang besar, harus diimbangi keberlangsungan ekologi. Di sisi lain, ada desakan kepentingan ekonomi di negara-negara maritim dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia. Oleh karena itu, negara kepulauan perlu berkomitmen bisa menjaga laut sebagai satu ekologi, termasuk biota di dalamnya.
Terdapat lima kebijakan pokok ekonomi biru yang disampaikan Indonesia dalam Forum KTT AIS. Lima kebijakan pokok itu, antara lain, memperluas kawasan konservasi laut sebagai antisipasi perubahan iklim, serta kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.
”Konservasi laut bisa menyerap karbon lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang di darat, sekaligus memproduksi oksigen, dan kemudian sebagai daerah pemijahan secara alami perikanan di laut,” kata Trenggono.
Dekarbonisasi
Sementara itu, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa menyerahkan peta jalan dekarbonisasi kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno. Dokumen itu diharapkan menjadi acuan bersama dalam menyusun rencana strategis menjalankan aksi iklim di sektor pariwisata yang lebih ramah lingkungan, rendah emisi, dan mencapai net zero emission.
Sandiaga mengemukakan, pengembangan peta jalan bertujuan menyusun rencana strategis guna mencapai sektor pariwisata yang rendah karbon, terutama dalam upaya efisiensi penggunaan sumber daya dan menekan jumlah limbah yang dihasilkan dari industri pariwisata.
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Tahun 2022 tercatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 5,89 juta orang dengan nilai devisa pariwisata mencapai 6,72 miliar dollar AS. Devisa itu meningkat dibandingkan tahun 2021 sebesar 530,74 juta dollar AS.
Lingkup peta jalan itu fokus pada tiga subsektor utama pariwisata, yakni akomodasi (hotel berbintang), atraksi wisata, serta tur dan perjalanan yang teridentifikasi penghasil emisi terbesar di sektor pariwisata. Subsektor akomodasi menjadi salah satu industri yang menghasilkan emisi cukup signifikan karena hotel-hotel terutama hotel bintang banyak menggunakan energi untuk kegiatan operasional.
Pada subsektor akomodasi, emisi berpotensi berasal dari penggunaan listrik, gas, dan bahan bakar, serta sampah dan limbah yang dihasilkan. Selain itu, akomodasi hotel bintang juga menghasilkan limbah cukup signifikan dari limbah padat termasuk makanan dan limbah cair. Tur dan perjalanan dinilai juga menghasilkan emisi yang banyak bersumber dari penggunaan kendaraan penumpang seperti bus.
Penggunaan energi di lokasi atraksi wisata tidak dapat dihindari dan pasti akan menghasilkan emisi baik itu dari energi maupun sampah yang dihasilkan. ”Oleh karena itu, ketiga subsektor utama dari pariwisata ini harus segera mengambil langkah mitigasi dengan menggunakan energi terbarukan dan penanganan sampah dan limbah yang baik,” ujar Sandiaga.