Urgensi Rencana Pembagian ”Rice Cooker” untuk Warga Dipertanyakan
Kementerian ESDM menerbitkan peraturan tentang penyediaan alat masak berbasis listrik bagi rumah tangga. Selain untuk akses energi bersih, juga untuk mengurangi impor elpiji. Namun, pengamat mempertanyakan urgensinya.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rencana pemerintah membagikan alat penanak nasi (rice cooker) kepada warga, dalam rangka peningkatan konsumsi listrik per kapita hingga pemanfaatan energi bersih, akan direalisasikan tahun ini. Namun, pengamat mempertanyakan urgensi program itu karena impaknya diyakini tidak akan signifikan.
Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( Permen ESDM) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik bagi Rumah Tangga, yang diundangkan pada 2 Oktober 2023. Alat memasak berbasis listrik (AML) yang dimaksud berfungsi untuk menanak nasi, menghangatkan makanan, dan mengukus makanan.
Pertimbangan penerbitan Permen ESDM No 11/2023 antara lain untuk menjamin akses energi bersih yang terjangkau, andal, dan berkelanjutan. Pertimbangan lainnya adalah untuk mengurangi impor elpiji untuk memasak serta meningkatkan konsumsi listrik per kapita.
Kategori penerimanya diatur pada Pasal 3 Permen. Penerima AML ialah rumah tangga pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PT PLN Batam dengan golongan tarif untuk keperluan rumah tangga dengan daya 450 volt-ampere (VA), 900 VA, dan 1.300 VA. Kriteria lainnya adalah penerima AML berdomisili di daerah dengan pasokan listrik 24 jam per hari.
Kriteria berikutnya yakni merupakan rumah tangga yang tidak memiliki AML. Adapun calon penerima AML diusulkan berdasarkan validasi kepala desa/lurah setempat atau pejabat setingkat.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim, dihubungi Sabtu (7/10/2023), mempertanyakan urgensi pelaksanaan program pembagian alat penanak nasi (rice cooker) itu. Saat ini, lebih dari 75 persen kebutuhan elpiji di Indonesia memang dipenuhi impor. Namun, pembagian rice cooker tak memberi dampak signifikan.
"Saat ini, masyarakat memang sangat bergantung pada elpiji, terutama elpiji 3 kg (subsidi). Namun, rice cooker hanya bisa digunakan untuk memasak nasi, menghangatkan makanan, atau merebus mi instan. Tetapi untuk fungsi lainnya, pasti tetap akan menggunakan elpiji. Kalaupun ada pengurangan (penggunaan elpiji), sangat tidak signifikan," ujarnya.
Sementara terkait pertimbangan untuk peningkatan akses energi bersih, imbuh Akmaluddin, juga tidak tepat. Bagaimanapun, sumber ketenagalistrikan di Indonesia saat ini masih didominasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara. Menurutnya, program tersebut terkesan dipaksakan.
Ada 318.470 rumah tangga dan 199 desa yang belum berlistrik. Karakteristik negara kepulauan menjadi salah satu tantangan.
Saat ini tengah terjadi kelebihan pasokan listrik (oversupply) di sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali). Namun, di sisi lain, menurut data Kementerian ESDM hingga akhir 2022, rasio elektrifikasi di Indonesia sebesar 99,63 persen dan rasio desa berlistrik 99,79 persen. Ada 318.470 rumah tangga dan 199 desa yang belum berlistrik. Karakteristik negara kepulauan menjadi salah satu tantangan.
"Yang perlu lebih dipikirkan bagaimana agar listrik bisa lebih banyak mengaliri daerah-daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan). Sebab, saat ini ada kelebihan pasokan di Jawa, tetapi di saat bersamaan, ada wilayah-wilayah yang belum berlistrik. Ketimpangan tersebut perlu terus diatasi," ujarnya.
Sementara mengenai ketergantungan impor elpiji, Akmaluddin mendorong agar jaringan gas perkotaan (jargas) dapat lebih dioptimalkan. Apalagi, cadangan gas bumi di Indonesia melimpah. Pengembangan infrastruktur, yang juga diarahkan ke rumah tangga-rumah tangga, diharapkan bisa semakin masif.
Salah satu sektor
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, di Jakarta, Jumat (6/10/2023), mengatakan, penerbitan Permen ESDM No 11/2023 bagian dari upaya pemerintah mendorong pemanfaatan energi bersih. Artinya, digeser ke listrik.
"Itu di seluruh sektor ya. Di industri, transportasi dengan mobil listrik, dan rumah tangga juga kami dorong, salah satunya dengan menggeser pemanfaatan (alat masak listrik) ini. Misalkan sekarang masih dengan bahan bakar lain, maka digeser ke listrik. Itu akan kami lakukan tahun ini," ujar Dadan.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, di kompleks Parlemen, Selasa (6/6/2023), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu mengatakan, Clean Cooking menjadi bagian dari program pemerintah. Pada 2023, direncanakan program ini menyasar 474.660 rumah tangga yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Namun, program tersebut belum dapat tereksekusi. "Karena Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) menginginkan adanya surat tertulis dari DPR RI yang ditujukan ke Menteri Keuangan dan Menteri (Kepala) Bappenas bahwa Kementerian ESDM memiliki program Clean Cooking di tahun anggaran 2023," ujar Jisman.
Dengan terbitnya Permen ESDM No 11 Tahun 2023, program itu diharapkan dapat terlaksana. "Semua proses sudah mengikuti, sesuai dengan mekanisme penganggaran," kata Dadan.
Pada 2022, pemerintah memiliki program kompor listrik induksi untuk menggantikan elpiji. Saat itu, disiapkan sebanyak 300.000 unit kompor listrik induksti untuk masyarakat, dengan uji coba di Bali dan Kota Surakarta, Jawa Tengah. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto lalu memastikan program itu belum bisa dilaksanakan pada 2022 dan akan dilakukan evaluasi.