Penjualan Tanaman Hias lewat Platform Daring Efektif
Di pasar internasional, penjualan produk tanaman hidup dari Indonesia, termasuk tanaman hias, juga ada meski terbilang masih kecil untuk pasar dunia. Di satu sisi, untuk pasar domestik masih terbilang tinggi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjualan tanaman hias asal Indonesia masih menjanjikan keuntungan, baik untuk pasar dalam dan luar negeri. Tren ini perlu lebih dioptimalkan dengan mengoptimalkan penjualan secara daring.
Produksi beberapa jenis tanaman hias di Tanah Air terbilang tinggi. Sebagai contoh di 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produksi anggrek potong mencapai sebanyak 6,79 juta tangkai, bunga anturium sebanyak 2,07 juta tangkai, mawar sebanyak 169,1 juta tangkai, serta sedap malam sebanyak 118,32 juta tangkai. Pulau Jawa masih menjadi sentra produksi ragam tanaman hias tersebut.
Di luar itu, salah satu jenis tanaman hias yang populer untuk dibudidayakan adalah Sansevieria atau populer disebut lidah mertua. Demikian keterangan tertulis acara Floriculture Indonesia International (FLOII) Expo 2023, yang dikutip pada Minggu (1/10/2023).
Akhmad Istangin, wirausahawan di bidang tanaman hias, mengatakan, Sansevieria yang sudah lama populer, kini semakin banyak dibudidayakan dengan varian baru yang bentuk daunnya lebih cantik dan dinamis.
”Secara varian, begitu banyak ragam Sansevieria di Indonesia yang bisa dikembangkan untuk dijadikan sumber bisnis baru,” kata Akhmad dalam talkshow ”Peluang Bisnis Tanaman Sansevieria” pada hari ke-3 FLOII Expo, Sabtu (30/9/2023), di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten.
Pebisnis tanaman hias lainnya, Wahyu Fahrudin, menambahkan, sampai saat ini dirinya mampu menjual 400 pot terdiri dari 20 jenis lidah mertua setiap bulan. Penjualan ini didukung kanal pemasaran daring, seperti media sosial Instagram.
”Kalau berjualan lewat media sosial tipsnya adalah kemasan harus bagus. Begitu pula bentuk alamiah tanaman juga berpengaruh penting untuk menarik minat pembeli,” tuturnya.
Penjualan tanaman hias secara daring untuk pasar dalam negeri terus meningkat, terutama selama pandemi Covid-19. Platform e-dagang seperti Tokopedia, misalnya, melaporkan penjualan produk yang berkaitan dengan tanaman dan alat berkebun, termasuk tanaman hias, transaksinya naik lebih dari empat kali lipat sepanjang 2020 jika dibandingkan 2019.
Dua tahun terakhir, tren kenaikan itu masih ada dalam laporan Tokopedia periode 1 Juli-12 September 2023 dibandingkan periode serupa di 2022. ”Sepanjang triwulan III-2023, penjualan produk tanaman, termasuk tanaman hias, bibit tanaman dan sejenisnya, naik lebih dari 1,5 kali lipat dibandingkan dengan triwulan sama di 2022,” ungkap Category Development Senior Lead Tokopedia, Revie Jefta Akhwilla, dalam keterangannya pekan lalu.
Di pasar internasional, penjualan produk tanaman hidup dari Indonesia, termasuk tanaman hias, juga ada meski terbilang masih kecil untuk pasar dunia. Data International Trade Center di Trademap.org mencatat, pada 2022, kontribusi ekspor produk kategori ini baru mencapai 0,1 persen dibanding negara-negara lain di dunia. Indonesia menempati peringkat ke-48.
Nilai ekspor produk tanaman hidup ini pada tahun lalu sebesar 22,3 juta dollar AS. Angka ini turun 8 persen dibanding 2021, tetapi secara konsisten naik dari 18,5 juta dollar AS di 2020 dan 17,7 juta dollar AS di 2019.
Tahun lalu, produk kategori ini paling banyak diekspor, antara lain, ke Jepang dengan total 5 juta dollar AS, Belanda sebesar 2,5 juta dollar AS, Singapura 3,2 juta dollar AS, dan Amerika Serikat 2,9 juta dollar AS.
Menanggapi hal ini, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki saat memberikan sambutan dalam pembukaan FLOII Expo 2023 pada Kamis (28/9/2023), mengatakan, transformasi digital penting dalam lokomotif bisnis ekspor tanaman hias ini.
”Kita harus mulai membangun ekosistemnya, termasuk dengan transformasi digital, agar terhubung dalam akses pembiayaan dan mempermudah pemasaran. Selama ini, kita kalah dalam hal promosi sehingga ini bisa jadi strategi baru,” kata Teten.