Pelatihan Keterampilan dan Kesehatan Terpadu Perlu Disiapkan
Berdasarkan data BPS, persentase lansia meningkat setidaknya 3 persen selama lebih dari satu dekade (2010–2021). Lebih dari separuh lansia masih bekerja dan mencari pekerjaan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas pelatihan keterampilan dan kesehatan yang terpadu perlu dipersiapkan agar menghasilkan penduduk lansia yang produktif dan sehat. Sejak 2021, Indonesia telah memasuki struktur penduduk tua karena jumlah lansia sudah melebihi 10 persen dari total penduduk.
”Kebijakan yang perlu dibuat oleh negara tidak bisa jangka pendek. Lebih antisipatif terhadap tren peningkatan penduduk tua. Kurang lazim jika hanya menyediakan kesempatan kerja khusus lansia, sebaliknya yang lazim adalah menyiapkan lansia yang sehat dan tetap produktif,” ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, Indrasari Tjandraningsih, saat diminta tanggapannya terkait peringatan Hari Lansia Internasional, Minggu (1/10/2023), di Jakarta.
Setiap tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Lansia Internasional. Pada 14 Desember 1990, Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa memutuskan untuk menetapkan tanggal peringatan itu dan tercantum dalam Resolusi 45/106.
Fasilitas pelatihan keterampilan perlu terus ditingkatkan, terutama untuk mengakomodasi warga yang berada di sektor informal. Kemudian, bidang-bidang pekerjaan yang diprioritaskan bagi lansia tetap produktif juga perlu terus dirancang. Indrasari mencontohkan bidang pekerjaan jasa layanan, perawatan, dan produksi barang yang sifatnya ringan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menambahkan, lapangan pekerjaan formal relatif lebih susah menerima orang tua karena lapangan pekerjaan seperti ini biasanya menuntut kecepatan bekerja pekerja yang tinggi. Lapangan pekerjaan di UMKM paling memungkinkan karena risiko bekerja rendah, misalnya UMKM kerajinan, kesenian, pertanian, perdagangan, dan jasa.
”Jika lansia tidak produktif (bekerja), mereka akan menjadi kelompok yang bergantung kepada penduduk usia muda. Akibatnya, konsumsi mereka turun dan bisa berdampak ke pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Beberapa profesi, kata Tauhid, sebenarnya tetap butuh tenaga kerja lansia dan akan membuat perpanjangan usia pensiun. Sebagai contoh, dokter spesialis dan guru berpengalaman. Sejumlah badan usaha milik negara juga sudah mulai tetap mengaryakan karyawan lansia meski hubungan kerjanya bersifat kontraktual.
Berdasarkan laporan Statistik Penduduk Lanjut Usia 2022, yang dirilis oleh BPS, pada Desember 2022, persentase lansia meningkat setidaknya 3 persen selama lebih dari satu dekade (2010-2021) sehingga menjadi 10,82 persen. Umur harapan hidup juga meningkat dari 69,81 tahun pada 2010 menjadi 71,57 tahun di tahun 2021.
Data Sakernas BPS pada Agustus 2022 menyebutkan, lebih dari separuh lansia masih bekerja (52,55 persen) dan mencari pekerjaan (1,54 persen). Sebanyak 3 dari 5 lansia (62,02 persen) di perdesaan bekerja. Jumlah ini lebih besar daripada lansia di perkotaan yang bekerja (44,76 persen).
Dalam siniar ”Future of Work” episode ke-47 dan tayang Jumat (29/9/2023), Chief of the Employment, Labour Markets, and Youth Branch Departemen Ketenagakerjaan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Dorothea Schmidt-Klau mengatakan, negara-negara berkembang akan menua paling cepat dibandingkan negara-negara lain. Sementara negara-negara kurang berkembang akan mengalami peningkatan populasi lansia hampir 350 persen sampai akhir abad ini.
Menurut Dorothea, masih terdapat sejumlah kesalahan persepsi ataupun mitos terhadap orang tua yang terjadi di sejumlah negara. Sebagai contoh, orang tua dianggap tidak bisa belajar dan mereka tidak dapat memperoleh keterampilan baru atau modern. Padahal, masalahnya bukan karena orang lanjut usia tidak bisa belajar lagi tetapi, banyak di antara pekerja yang sekarang masih usia muda secara sadar atau tidak berhenti belajar pada titik tertentu dalam karier mereka. Sejumlah penelitian menyebut orang lansia memiliki kemampuan belajar yang sama dengan generasi muda.
Teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk lansia bekerja. Sebab, orang yang lebih tua mungkin tidak ingin bekerja penuh waktu tetapi mungkin hanya paruh waktu dan dari jarak jauh.
”Hal yang perlu dipastikan adalah tempat kerja memahami bahwa pekerja yang lebih tua dapat berkontribusi sama seperti pekerja muda. Orang-orang lanjut usia membimbing orang-orang muda dan begitu pun sebaliknya. Pelatihan menggunakan teknologi, misalnya,” katanya.
National Project Officer for Social Protection ILO Indonesia dan Timor Leste Christianus Pandjaitan, Minggu (1/10/2023), di Jakarta, berpendapat, kebijakan kepesertaan jaminan sosial juga perlu mengalami pembenahan sejalan dengan tren populasi penduduk menua. Sebagai contoh, program jaminan pensiun diperluas dengan mewajibkan pekerja penerima upah di sektor usaha kecil dan bukan penerima upah untuk menjadi peserta. Cara lainnya yaitu membuat program baru, seperti jaminan pensiun dasar yang wajib diikuti seluruh penduduk Indonesia.
”Opsi berikutnya yaitu membuat program jaminan maternitas yang bisa dirasakan manfaatnya dalam waktu yang relatif singkat. Pengalaman mendapatkan manfaat yang memadai diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan ataupun ketertarikan pekerja dan pengusaha menjadi peserta jaminan sosial,” katanya.
Pada 2022, hampir tiga per empat (74,03 persen) lansia telah memiliki jaminan kesehatan dan sepersepuluh (10,99 persen) rumah tangga lansia memiliki jaminan sosial. Dari lansia yang memiliki jaminan kesehatan nasional itu, 47,88 persen di antaranya penerima bantuan iuran (PBI), 20,45 persen non-PBI, dan 7,83 persen memiliki jaminan kesehatan daerah.