Bagaimana Seharusnya Departemen Sumber Daya Manusia Menyikapi AI?
Teknologi kecerdasan buatan menyebar di seluruh lini kehidupan, bahkan dalam urusan rekrutmen tenaga kerja dan pengelolaan administrasi karyawan.
Laporan Ketenagakerjaan Global PwC tahun 2022 menyebutkan, sepertiga pekerja mengkhawatirkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) akan mengambil alih pekerjaan mereka dalam kurun waktu tiga tahun. Departemen sumber daya manusia perusahaan berada di garis depan untuk merespons perubahan itu.
Departemen sumber daya manusia perusahaan ditugaskan untuk menavigasi transisi tersebut. Namun, saat bersamaan, mereka melihat apa yang mereka lakukan sendiri lambat laun akan terdampak oleh AI.
Baca juga: Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan Dikhawatirkan Sarat Pungutan Liar
Chief Executive Officer, President and Founder at Visier Inc (perusahaan solusi perencanaan tenaga kerja) Ryan Wong, dalam tulisan opininya, ”Generative AI is Coming For People Data:Are You Ready” di Forbes, 20 Juli 2023, mengatakan, 8 dari 10 perusahaan di dunia sudah menggunakan AI dalam proses perekrutan.
Studi lain menunjukkan 79 persen perekrut percaya bahwa manusia tidak lagi diperlukan dalam proses perekrutan tenaga kerja.
Saat ini sudah terdapat banyak platform analis yang mampu memilah ribuan aplikasi lamaran kerja dan mempersempitnya berdasarkan keterampilan yang menjadi tuntutan lowongan pekerjaan. Berkembang pula praktik wawancara kerja yang dimediasi oleh teknologi, sebagian besar merupakan wawancara video otomatis atau AVI.
Mengutip Harvard Business Review, AVI melibatkan kandidat dalam model wawancara menggunakan kecerdasan buatan. Kandidat harus merekam diri mereka sendiri di platform wawancara dan menjawab pertanyaan di bawah tekanan waktu.
Rekaman videonya kemudian dikirimkan melalui platform yang sudah tertanam AI. Platform kemudian memproses data kandidat mulai dari data visual (misalnya senyuman), verbal (misalnya kata kunci yang digunakan), ataupun vokal (nada suara). Dalam beberapa kasus, platform kemudian menyampaikan laporan berisi interpretasi kinerja calon pekerja kepada pemberi kerja.
Tak sebatas perekrutan tenaga kerja, perusahaan juga menggunakan AI untuk menjalankan mekanisme pengaturan waktu kerja karyawan. Saat ini pun sudah tersedia sistem yang memproses pengaturan itu dengan teknologi digital.
Lebih manusiawi
Gartner melalui laporan Human Resources Survey (April 2020) menyebutkan, 86 organisasi pemberi kerja menggunakan teknologi virtual baru karena pandemi Covid-19. Laporan ini menyurvei 334 pemimpin departemen sumber daya manusia global.
Ryan mengatakan, akurasi dan bias masih menjadi isu dalam inovasi AI. Namun, pengembang AI berjanji untuk mendemokratisasi wawasan masyarakat dengan cara yang mungkin benar-benar transformatif.
Ketika AI generatif sudah tersedia, semakin banyak bisnis yang memiliki akses ke alat pengambilan keputusan yang lebih baik. Perusahaan seharusnya akan dapat mengajukan pertanyaan serta mendapatkan analisis berdasarkan data internal dan riset pasar yang kompleks.
”Efek dari hal itu, departemen sumber daya manusia seharusnya akan menjadi lebih manusiawi. Mereka seharusnya akan terbebas dari logistik pelatihan dan promosi. Tim akan memiliki lebih banyak waktu untuk membangun hubungan nyata dengan karyawan,” ujar Ryan.
Pendiri dan CEO Jobseeker (platform penghubung pencari kerja kerah biru), Chandra Ming, Sabtu (30/9/2023), di Jakarta, berpendapat, pemakaian AI dalam proses rekrutmen saat ini adalah momentumnya. Menurut dia, sudah tidak zamannya lagi departemen sumber daya manusia menyeleksi ratusan hingga ribuan dokumen lamaran kerja secara manual.
”Apalagi, kalau mereka hanya berbekal mengikuti feeling dari melihat foto calon kandidat. Proses rekrutmen seharusnya berjalan hibrida, yakni AI dan manusia. Peran departemen sumber daya manusia sekarang dan ke depan adalah menemukan kandidat yang mendekati kebutuhan dari hasil wawancara, kemudian mereka harus di-mentoring supaya kariernya sukses,” katanya.
Proses rekrutmen seharusnya berjalan hibrida, yakni AI dan manusia.
Chandra menambahkan, sudah saatnya profesional sumber daya manusia di perusahaan berbenah diri. AI bukan dipakai sebagai pesaing. Mereka juga seharusnya bukan sebatas mengurus praktik administrasi ketenagakerjaan.
”Jika ada karyawan tidak memiliki performa sesuai yang diminta, dekati, dan bersama-sama mencari jalan keluar,” imbuhnya.
Pendiri dan Managing Director Headhunter Indonesia, Haryo Suryosumarto, yang dihubungi secara terpisah, menyebutkan, ada empat hal yang harus semakin dikuasai dan diterapkan oleh departemen sumber daya manusia dan perekrut agar tak mudah tergantikan oleh AI. Pertama, aspek perikemanusiaan. Departemen sumber daya manusia dan rekruter harus menguasai keterampilan lunak dan kecerdasan emosional dalam berinteraksi selama menjalankan peran dan fungsinya.
Kedua, etika. Departemen sumber daya manusia dan rekruter harus memahami isu terkait etika pemanfaatan teknologi beserta peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini supaya jadi dasar kebijakan untuk internal perusahaan.
Ketiga, kreativitas. Artinya, departemen sumber daya manusia dan perekrut karyawan harus memiliki kemampuan memecahkan masalah, menyusun strategi pencapaian tujuan, adaptif, dan sikap mau selalu bertumbuh.
Baca juga: AI dan Kecemasan soal Masa Depan Pekerjaan
Hal terakhir adalah imaginasi. Profesional sumber daya manusia dan rekruter yang memiliki kemampuan untuk membayangkan segala kemungkinan di masa depan yang relevan dengan arah perkembangan terkini akan menjadi nilai tambah. Kemampuan seperti itu, dia yakini, tidak akan tergantikan oleh teknologi AI paling canggih sekalipun.
Haryo menekankan, fungsi departemen sumber daya manusia mendatang seharusnya lebih banyak berkutat pada hal-hal yang bersifat strategi, bukan lagi sekadar operasional. Mereka harus mampu membuat kebijakan sumber daya manusia yang mendukung percepatan pengembangan bisnis masa depan.
Sementara itu, peneliti Center of Macroeconomics and Finance di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Deniey A Purwanto, mengatakan, studi Forum Ekonomi Dunia (WEF) memperkirakan pada 2022 terdapat 34 persen dari sejumlah pekerjaan sudah digantikan dengan AI. Pada 2027, angkanya naik menjadi 43 persen.
Tidak ada yang dapat menjamin bahwa staf departemen sumber daya manusia dan penyedia jasa rekrutmen akan semua bertahan pada pekerjaannya saat ini. Pilihannya ada dua.
”Pertama, para profesional sumber daya manusia mengoptimalkan perangkat-perangkat berbasis AI supaya meningkatkan produktivitasnya. Pilihan kedua adalah menguasai keahlian-keahlian lain yang masih berkaitan dengan HR (human resources) dan mulai mempelajari keahlian baru di bidang teknologi digital,” kata Deniey.
Meski akan melibas banyak pekerjaan lama, perkembangan AI juga memunculkan banyak pekerjaan-pekerjaan baru. Laporan tentang Pekerjaan Masa Depan 2023 dari Forum Ekonomi Dunia menyebutkan, spesialis AI dan pembelajaran mesin, analis dan ilmuwan data, serta spesialis transformasi digital, adalah peran-peran baru yang paling menonjol.