Pemerintah Mundurkan Tenggat Pengosongan di Rempang
Mengenai batas waktu pindah, yang sebelumnya 28 September 2023, Menteri Investasi memastikan, waktu yang diberikan lebih lama. Saat ini, tenggat tengah dihitung cermat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan pergeseran sekitar 961 keluarga yang menempati sekitar 2.350 hektar lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, ke wilayah Tanjung Banon yang masih berada di pulau yang sama. Keputusan itu diambil setelah mendengar aspirasi warga. Tenggat pindah pun dipastikan bukan 28 September 2023.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dalam konferensi pers percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan di Rempang, di Jakarta, Senin (25/9/2023), mengatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, penyelesaian masalah di Rempang harus dilakukan dengan cara halus.
”Presiden juga mengarahkan agar mendengar apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Kemudian, memastikan hak-hak rakyat, dengan menitikberatkan kepentingan rakyat,” kata Bahlil. Rapat di Kantor BKPM itu digelar setelah Bahlil, bersama sejumlah pejabat, termasuk Wali Kota Batam/Kepala BP Batam Muhammad Rudi dan Gubernur Kepulauan Riau, rapat di Istana Merdeka.
Mengenai batas waktu pindah, yang sebelumnya 28 September 2023, Bahlil memastikan, waktu yang diberikan lebih lama. Namun, ia belum memastikan waktu pasti tenggat pengosongan lahan.
”Kami kasih waktu lebih dari itu (28 September 2023). Namun, kita juga harus ada batasan. Kami sedang hitung semua, mencari alternatif terbaik. Ini supaya saudara-saudara kita bergeser dengan baik, tetapi usaha dari para investor juga bisa dilakukan sesuai dengan perencanaan,” ucap Bahlil.
Bahlil mengemukakan, ada tanah seluas 500 meter persegi yang disiapkan di Tanjung Banon. Tanah yang akan diberikan pun bukan hak guna bangunan, melainkan hak milik. ”Ini kebijakan langsung Presiden,” ujarnya.
Adapun rumah yang akan dibangunkan adalah tipe 45 seharga Rp 120 juta. Sambil menunggu rumah selesai dibangun, warga akan mendapat uang tunggu sebesar Rp 1,2 juta per orang per bulan (keluarga beranggotakan 4 orang akan mendapat Rp 4,8 juta per bulan) dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta per keluarga per bulan.
Adapun dari sekitar 900 keluarga yang akan digeser, imbuh Bahlil, 300 di antaranya sudah berkomitmen melakukan pendataan secara swadaya atau sukarela. Pendataan pun dipastikan akan terus dilakukan.
”Kami juga menyepakati, terkait perpindahan ke Tanjung Banon, permukiman akan dibuat bagus oleh Kementerian PUPR. Juga akan dibangun jembatan dan tempat pelelangan ikan (TPI) yang selama ini belum ada. Juga sekolah, serta dipikirkan sanitasinya. Selain itu, masjid yang berasal dari CSR-CSR perusahaan,” kata Bahlil.
Anggaran
Bahlil menambahkan, pihaknya tengah menghitung berapa total anggaran yang dibutuhkan. Yang utama, katanya, rakyat akan dijamin untuk mendapatkan haknya. ”Apa yang sudah diputuskan menjadi jaminan pemerintah. Dari mana (sumbernya), itu urusan pemerintah dan BP Batam. Yang jelas sesuai aturan,” katanya.
Mengenai keterlibatan masyarakat, ia pun memastikan ada dampak ikutan (multiplier effect) dari pembangunan Rempang Eco City yang akan dirasakan masyarakat, misalnya terkait kontraktor (pengerjaan proyek). Namun, tambahnya, itu mesti memenuhi syarat atau profesional. Jika tidak, akan dicarikan pekerjaan yang memenuhi syarat.
Selain itu, terkait suplai makanan dalam pengerjaan proyek, juga akan melibatkan masyarakat. Semua akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian. Pelibatan masyarakat, menurut dia, akan terus dipastikan.
Bahlil mengakui, di awal, ada kekeliruan perihal komunikasi kepada masyarakat. ”Namun, kami sudah perbaiki. Salah satu metode perbaikan ialah dengan turun langsung berdiskusi dengan rakyat. Bertemu tokoh-tokoh masyarakat setempat. Ke depan, saya pastikan pola-pola humanis dan kekeluargaan yang akan kami pakai,” katanya.
Wali Kota Batam/Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) Muhammad Rudi menuturkan, dengan keputusan dari pemerintah pusat, saat ini ada dua lokasi untuk pergeseran warga Rempang. Pertama Dapur 3 Pulau Galang dan Tanjung Banon yang masih berada di Pulau Rempang.
Dari total lahan seluas 7.572 hektar yang menjadi lokasi pembangunan Rempang Eco City, 2.350 hektar di antaranya (dengan 961 keluarga) akan digeser ke Tanjung Banon. ”Tadi, kan, (pembangunan) jalan diambil (ditangani) pusat, fasos (fasilitas sosial), fasum (fasilitas umum), sekolah, rumah sakit, ditanggung oleh Kementerian PUPR,” kata Rudi.
Sebelumnya, puluhan warga dari 16 kampung di Pulau Rempang, Batam, tetap menolak pemindahan dan akan tetap berjuang mempertahankan tempat tinggalnya dari pengosongan. Menurut mereka, ikatan batin dengan tanah lahir membuat mereka tak kuasa jika harus keluar dari kampung (Kompas.id, 25/9/2023).