Pelaksanaan APBN terakhir Presiden Joko Widodo masih dibayangi ketidakpastian ekonomi yang tinggi dari luar dan dalam negeri. Berbagai risiko itu bisa membawa tekanan ganda terhadap tingkat inflasi dan ketahanan fiskal.
Oleh
AGNES THEODORA
·3 menit baca
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga dari kiri) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kedua dari kiri) hadir dalam rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (22/8/2023). Rapat itu dengan agenda penyampaian pandangan umum dari setiap fraksi terkait Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Ketidakpastian ekonomi yang tinggi berpotensi membuat sejumlah asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2024 meleset dari target semula. Untuk mengantisipasi ketidakpastian itu, pemerintah akan melakukan uji ketahanan (stress test) terhadap APBN. Tidak menutup kemungkinan, postur fiskal berubah pada awal tahun depan mengikuti dinamika global dan domestik.
Ada sejumlah risiko yang kemungkinan menyebabkan deviasi terhadap asumsi dasar ekonomi makro dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Berbagai risiko itu dapat membawa tekanan ganda terhadap inflasi dan daya beli serta terhadap ketahanan fiskal negara.
Risiko pertama adalah pergerakan harga minyak mentah dunia yang dalam satu bulan terakhir sudah bergerak melampaui asumsi pemerintah. Di APBN 2024, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok 82 dollar AS per barel. Sementara itu, harga minyak mentah dunia kini sudah melampaui 90 dollar AS per barel dan berpotensi mendekati level 100 dollar AS per barel sampai awal tahun depan.
Risiko kedua, tren kenaikan suku bunga oleh bank sentral negara maju yang bertahan tinggi untuk waktu lebih lama (higher for longer). Baru-baru ini, bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), memutuskan menahan suku bunga acuannya di level 5,25-5,50 persen. Namun, The Fed melempar sinyal bahwa tren kenaikan suku bunga akan bertahan hingga beberapa waktu ke depan sampai tahun depan, berbeda dari ekspektasi pasar.
Sinyal-sinyal kebijakan pengetatan moneter yang berlangsung lebih lama itu otomatis akan turut berdampak pada nilai tukar rupiah yang dalam APBN 2024 diasumsikan sebesar Rp 15.000 per dollar AS.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurrahman, Senin (25/9/2023), mengatakan, sasaran indikator makro yang ditetapkan sebagai landasan penyusunan postur APBN 2024 masih sangat dibayangi oleh dinamika perekonomian global dan domestik.
Saat APBN disahkan bersama DPR, pekan lalu, sejumlah indikator ekonomi makro memang mengalami pergerakan yang cukup signifikan. Meski pemerintah dan DPR sudah berupaya memitigasi berbagai risiko itu, ketidakpastian masih cukup tinggi.
”Proyeksi kita ini sangat ditentukan oleh upside dan downside risk dari kondisi ekonomi. Ke depan, tingkat suku bunga masih akan bertahan di level yang cukup tinggi. Untuk harga minyak juga kita melihat ada kenaikan sampai awal tahun depan, kemungkinan menurun di semester II,” ujarnya dalam diskusi ”Kupas Asumsi Makro APBN 2024” di Cipanas, Jawa Barat.
Untuk mengantisipasi ketidakpastian itu, pemerintah akan melakukan uji ketahanan terhadap APBN 2024. Abdurrahman mengatakan, hal itu lumrah dilakukan mengingat kondisi perekonomian global dan domestik masih tidak pasti.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Antrean warga saat akan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di kawasan Kemayoran, Jakarta, Minggu (24/9/2023).
Uji ketahanan serupa juga pernah dilakukan pada 2022. Saat itu, harga minyak mentah dunia meningkat signifikan seusai invasi Rusia ke Ukraina sehingga pemerintah harus menguji ulang APBN dan menambah anggaran belanja subsidi dan kompensasi energi.
”Itu contoh antisipasi yang kemungkinan akan kita lakukan lagi. Terus terang, saat ini kita belum melakukan itu karena APBN-nya baru disahkan. Mungkin dalam beberapa minggu ke depan, atau awal tahun depan, kita akan mulai melihat skenario apa yang bisa diambil untuk mengantisipasi jika pergerakannya signifikan,” tuturnya.
Meski demikian, Abdurrahman optimistis, harga minyak mentah tidak akan bertahan terlalu lama di titik yang tinggi. Kenaikan diprediksi akan berlangsung sampai semester I tahun depan, tetapi mulai turun pada semester II akibat pelemahan ekonomi global yang bisa menurunkan tekanan atas harga minyak.
”Pada satu titik nanti permintaan dunia akan melemah sehingga harga minyak akan kembali lagi ke titik yang lebih rendah. Kami percaya bahwa untuk tahun depan belum akan sampai 100 dollar AS per barel,” tuturnya.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Pengendara sepeda motor mengisi bahan bakar minyak (BBM) secara mandiri di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di kawasan Kemayoran, Jakarta, Minggu (24/9/2023).
Inflasi
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, secara umum, berbagai asumsi makro yang ditetapkan pemerintah sebenarnya masih realistis untuk dicapai. Namun, ada beberapa indikator yang perlu diantisipasi karena berpotensi meleset dari target di tengah tingginya dinamika perekonomian dunia.
”Secara umum masih feasible, tetapi untuk beberapa indikator, ada pekerjaan rumah yang harus disempurnakan supaya asumsi-asumsi makro yang sudah ditetapkan itu bisa tercapai, atau setidaknya deviasinya kecil saja supaya defisit fiskal tetap bisa terjaga,” katanya.
Ia menilai pergerakan harga minyak dunia akan cukup stabil di bawah 100 dollar AS per barel meski trennya tetap menguat. Penguatan harga itu akan tertahan oleh potensi pelemahan ekonomi global.
”Meski harga cenderung meningkat, stok minyak Amerika Serikat tidak menurun tajam. Itu jadi faktor yang akan menentukan harga minyak tidak melampaui 100 dollar AS per barel, mungkin sekitar 90 dollar AS per barel,” katanya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pedagang beras melayani pembeli di Pasar PSPT, Tebet, Jakarta, Jumat (1/9/2023). Di tengah deflasi nasional secara bulanan yang sebesar 0,02 persen pada Agustus, beras menjadi penyumbang inflasi hingga 1,43 persen.
Namun, ia mewanti-wanti, ketidakpastian ekonomi bisa berdampak pada tingkat inflasi yang lebih tinggi tahun depan. Selain pergerakan harga minyak dunia, ada potensi inflasi pangan akibat dampak fenomena El Nino di dalam negeri. Apalagi, efek inflasi pangan akibat El Nino biasanya baru terjadi 6-9 bulan setelah puncak El Nino.
”Jadi, ke depan akan ada tren inflasi akan meningkat di pertengahan tahun depan karena akan ada lag time atau waktu penyesuaian dari puncak El Nino ke puncak inflasi pangan itu sendiri. Ini perlu diwaspadai,” ujar Josua.