Dalam konteks transformasi bisnis berkelanjutan kali ini, perusahaan dan pebisnis harus menyiapkan pasar agar memiliki literasi yang memadai tentang perubahan iklim dan respons yang harus dilakukan.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Petugas membersihkan panel surya pembangkit listrik tenaga surya di atas atap pabrik terigu milik PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari, Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (9/9/2022). PLTS yang baru mulai dioperasikan itu mempunyai kapasitas sebesar 1 megawatt-peak dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik tersebut.
Sejumlah perusahaan mungkin belum selesai melakukan transformasi digital. Kini mereka harus bertransformasi menjadi perusahaan yang berkelanjutan (sustainable). Transformasi ini bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban. Semula mungkin yang disebut bisnis berkelanjutan atau bisnis hijau masih sebagai jargon, tetapi sekarang semua ini jelas di depan mata dan harus dijalani. Komunikasi dalam transformasi bisnis berkelanjutan menjadi kunci sukses agar internal perusahaan memahami masalah dan juga mendidik pasar.
Sejumlah media global diundang perusahaan Honeywell yang berpusat di Charlotte, Amerika Serikat, awal September lalu, untuk melihat transformasi bisnis mereka dalam merespons perubahan iklim. Perusahaan ini mempunyai empat bisnis utama, yaitu terkait penerbangan, teknologi terkait bangunan, kinerja material, serta solusi keamanan dan produktivitas. Kita mungkin sulit membayangkan produk riil mereka. Produk mereka sebenarnya bersentuhan langsung dengan keseharian kita seperti refrigeran, hidrogen cair, sistem sensor keamanan, dan lain-lainnya.
Sesuatu yang menarik dari perusahaan ini adalah mereka telah bertransformasi ke bisnis yang benar-benar berkelanjutan. Produksi hidrogen cair yang semula dari produk samping petrokimia sekarang telah diubah menjadi produksi dari air. Mereka mengembangkan teknologi ”pemecahan” air menjadi hidrogen cair.
Bahan bakar minyak untuk penerbangan juga telah dikembangkan menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan. Produksi refrigeran untuk pendingin ruangan dan juga penyimpanan, yang selama ini berasal dari bahan yang disebut sering menjadi penyebab lubang ozon, berhasil mereka ciptakan lewat material baru yang sangat rendah emisi.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pengunjung melakukan pengisian daya pada kendaraan listrik di stasiun pengisian kendaraan listrik umum yang menjadi fasilitas terbaru di Wisma BCA Foresta, BSD, Tangerang, Banten, Kamis (16/6/2022).
Belajar dari mereka, maka transformasi telah menjadi pilihan agar bisnis mereka selamat ke depan. Pasar sangat jelas membutuhkan produk dan layanan yang berkelanjutan. Kunci dari semua ini adalah riset yang kuat. Mereka berani mengambil risiko ketika investasi dalam jumlah besar dikucurkan demi menemukan produk dan layanan baru yang disebut menekan produksi karbon.
Honeywell pasti telah memiliki sejarah panjang dalam hal riset sehingga mereka berani melakukan ini dengan kemungkinan gagal atau juga pengembalian investasi dalam jangka panjang. Mereka berani menunggu karena tak mungkin pengembalian itu didapat dalam waktu dekat.
Berkaca dari Honeywell, adakah perusahaan di dalam negeri yang berani melakukan investasi sejenis? Kita tidak ingin para pebisnis di dalam negeri hanya bermental pedagang saja. Mereka harus jago dalam riset dan sekaligus membisniskan hasil riset tersebut. Investasi memang akan besar dan sekali lagi para pebisnis ini pasti harus menunggu waktu yang lama untuk mendapat pengembalian. Namun, jika tidak dilakukan, maka perusahaan di dalam negeri hanya akan menjadi distributor produk dan layanan dari berbagai perusahaan yang telah lama melakukan inovasi.
Honeywell juga berani mengambil keputusan untuk mulai meninggalkan bisnis lama mereka yang tidak berkelanjutan. Keputusan bisnis seperti ini sangatlah sulit. Sebagian besar pebisnis tentu masih ingin mengelola bisnis lama mereka yang masih menghasilkan uang dalam jumlah besar. Namun, sekali lagi pengalaman disrupsi digital memperlihatkan kepada kita bahwa mereka yang bertahan dengan bisnis lamanya akan tergulung. Mereka akan gigit jari ketika pebisnis yang melakukan transformasi lebih awal bisa melaju di depan dan bisa selamat. Pebisnis yang terlambat hanya bisa menyesali.
SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS
Eksterior gedung Sinar Mas Land Plaza yang menerapkan konsep bangunan hijau di Tangerang, Banten, Rabu (25/7/2018). Bangunan ini mendapat penghargaan ASEAN Energy Award pada 2014.
Dalam konteks transformasi bisnis berkelanjutan kali ini, perusahaan dan pebisnis harus menyiapkan pasar agar memiliki literasi yang memadai tentang perubahan iklim dan respons yang harus dilakukan. Oleh karena itu, komunikasi yang baik tentang problem ini dan tanggapan publik harus dilakukan lebih dulu.
Kita mengetahui, masyarakat dan bahkan pebisnis sendiri kadang masih menganggap bahwa perubahan iklim, bisnis berkelanjutan, emisi karbon, gas rumah kaca, dan lain-lain adalah jargon atau ucapan klise dari para pejabat ataupun ahli. Masyarakat kurang menangkap esensi dari semua itu dan cenderung menyepelekan.
Para pebisnis tidak akan bisa melakukan bisnis berkelanjutan ketika pasar tidak paham dengan perubahan iklim dan bahkan tidak sedikit yang menolak fenomena tersebut. Tidak bisa mengharapkan pasar dengan kondisi masyarakat dan sejumlah otoritas yang tidak memahami masalah itu.
Berbagai seminar dan diskusi diadakan, namun juga tidak membuat orang merasa bahwa isu perubahan iklim dan risiko yang dihadapi akan bersentuhan langsung dengan mereka. Mereka yang bergerak di bidang komunikasi harusnya bisa memahami ”kesalahan” dalam komunikasi perubahan iklim ini dan kemudian melakukan langkah-langkah yang lebih strategis agar fenomena perubahan iklim dan dampaknya bisa dipahami pasar.
Kombinasi antara pemahaman publik yang baik tentang perubahan yang tengah terjadi, riset yang kuat, kemudian respons perusahaan untuk membuat bisnis lebih berkelanjutan menjadi jalan baru bagi perusahaan untuk memasuki bisnis yang lebih menyelamatkan bumi.
Upaya setengah-setengah hanya akan membuat kita terlambat melakukan transformasi bisnis. Kita tidak ingin semua kata dan kalimat yang muncul merespons perubahan iklim sekadar hanya menjadi basi hingga kita malah tidak terlibat menyelamatkan peradaban manusia. Kita butuh transformasi sekali lagi.