Penipuan Berbasis Pesan Pendek Marak, Kebijakan Wajib Registrasi Tidak Efektif
Dalam tiga bulan terakhir, Kementerian Komunikasi dan Informatika menerima aduan 2.970 nomor telepon seluler yang diduga dipakai untuk aksi penipuan. Nomor tersebut sudah diblokir.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan wajib registrasi nomor telekomunikasi seluler dengan validasi nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga belum efektif mengatasi kejahatan penipuan berbasis pesan pendek dan sambungan telepon. Pemerintah mewacanakan mekanisme wajib pendaftaran memakai data biometrik.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Wayan Toni Supriyanto, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Selasa (19/9/2023), di Jakarta, menyebutkan, dalam tiga bulan terakhir saja, pihaknya telah memblokir 2.970 nomor telepon seluler. Pemblokiran ini berdasarkan aduan warga yang curiga nomor tersebut dipakai untuk aksi penipuan.
”Mekanisme pemblokiran nomor telepon seluler berdasarkan aduan. Ini diatur pada pasal 162 Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Telekomunikasi,” ujarnya.
Kementerian Kominfo membuka kanal pengaduan, yang salah satunya melalui telepon 159. Masyarakat bisa mengadukan nomor-nomor telepon seluler yang mencurigakan dengan menyetor lampiran bukti. Kementerian lalu melakukan verifikasi dan memproses ke operator telekomunikasi seluler. Operator akan memblokir nomor yang terindikasi kuat dipakai untuk kejahatan penipuan berbasis pesan pendek dan sambungan telepon.
Dalam regulasi yang sama, warga yang nomor telepon selulernya dilaporkan karena indikasi penipuan sebenarnya bisa mengajukan reaktivasi. Asalkan, warga bersangkutan menyetor lampiran bukti kebenarannya.
”Sejauh ini belum ada permintaan reaktivasi (dari 2.970 nomor telepon seluler yang sudah terblokir itu),” katanya.
Di luar pengaduan, nomor telepon seluler bisa diblokir oleh operator telekomunikasi karena faktor belum isi ulang pulsa sampai tenggat. Pada kejadian seperti ini, nomor telepon seluler yang terblokir dapat didaur ulang lalu dijual kembali ke pengguna lain atau recycle number. Sayangnya, recycle number sering disalahgunakan untuk aksi kejahatan penipuan, seperti penawaran pinjaman daring ilegal
Wayan mengatakan, untuk mengatasi masalah penipuan berbasis pesan pendek dan sambungan telepon, Kementerian Kominfo telah bekerja sama dengan Bareskrim Polri. Kementerian juga menyiapkan rencana untuk menerapkan mekanisme wajib registrasi berbasis data biometrik kependudukan. Namun, saat ini operator telekomunikasi seluler mengeluhkan adanya biaya tambahan yang dibebankan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk setiap kali proses validasi data kependudukan ke sistem mereka. Besaran biayanya, yaitu Rp 1.000 — Rp 3.000 sekali sambung.
Pengunjung memilih nomor perdana kartu seluler dari sejumlah operator yang ditawarkan pedagang di ITC Roxy, Jakarta, Selasa (10/09/2019).
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya, Nurul Arifin, yang hadir saat bersamaan, mempertanyakan mengapa sampai sekarang pemerintah tidak membatasi jumlah kepemilikan nomor telepon seluler untuk satu nomor induk kependudukan. Per Juni 2023, jumlah nomor telepon seluler aktif mencapai 338 juta dan 97 persen di antaranya merupakan nomor prabayar. Jumlah ini melebihi total populasi penduduk Indonesia yang berkisar 270 juta orang.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sturman Panjaitan, berpendapat, jika satu orang pemilik nomor induk kependudukan bisa memiliki nomor telepon seluler lebih satu, maka ini berpotensi disalahgunakan. Kebijakan wajib registrasi nomor telepon seluler yang memakai data nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga, menurut dia, juga rentan.
”Sampai sekarang, kami masih menemukan praktik beli kartu perdana lalu dipakai sebentar dan dibuang. Ada saja cara untuk mengelabui kebijakan registrasi. Ditambah lagi, upaya pemerintah mengatasi masalah penipuan berbasis pesan pendek dan sambungan telepon juga masih memakai metode aduan,” kata Sturman.