Kenaikan harga minyak mentah dunia berdampak pada harga eceran BBM dan berpotensi menaikkan anggaran subsidi. Optimalisasi bahan bakar nabati dalam negeri bisa mengurangi impor minyak mentah dan BBM.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Tampak salah satu tangki timbun di area Integrated Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Balongan Pertamina, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (4/4/2023). Terminal BBM yang berada di bawah PT Pertamina Patra Niaga tersebut bersebelahan dengan kilang PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit VI Balongan.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kian penting untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak mentah ataupun bahan bakar minyak. Salah satunya dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan bakar nabati. Pasalnya, saat ini harga minyak mentah sudah menyentuh level 90 dollar AS per barel atau yang tertinggi sejak November 2022.
Kenaikan harga minyak mentah dunia itu menjadi alarm bagi Indonesia yang masih bergantung pada impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Dari total konsumsi BBM nasional, sebanyak 60 persen dipenuhi lewat impor dalam bentuk minyak mentah ataupun bahan bakar. Padahal, kebutuhan akan energi (BBM) di Indonesia terus meningkat.
”Tentu akan ada koreksi harga (BBM eceran) akibat hal tersebut. Sebagai antisipasi, Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak. Program biofuel (bahan bakar nabati), seperti biodiesel dan bioetanol, dapat mendukung hal tersebut secara jangka panjang,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga saat dihubungi di Jakarta, Minggu (10/9/2023).
Dalam mengoptimalkan pemanfaatan BBM, untuk gasoil, saat ini solar B35 atau pencampuran solar murni dengan biodiesel sebanyak 35 persen sudah diterapkan di tingkat nasional. Sementara pencampuran gasolin (bensin) dengan bioetanol 5 persen (E5) sudah diperkenalkan ke pelanggan, tetapi baru tersedia di 17 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan produksi minyak mentah di tengah penurunan produksi secara alamiah mengingat sumur-sumur migas yang sudah tua (mature). Itu, antara lain, dengan pengeboran sumur pengembangan dan sumur eksplorasi. Apabila saat ini produksi siap jual (lifting) minyak sekitar 667.000 barel per hari, pada 2030 ditargetkan mencapai 1 juta barel per hari.
Menurut Daymas, perlu upaya lebih keras dalam mewujudkan target tersebut, terutama dari sisi eksplorasi. ”Di satu sisi, kegiatan eksplorasi memang memiliki risiko tinggi. Namun, pemerintah perlu mengambil risiko ini dengan segala mitigasinya demi pencapaian target produksi 1 juta barel per hari pada 2030,” tuturnya.
Di samping itu, kepastian hukum juga dinilai penting demi menarik investasi dalam pengembangan hulu migas di dalam negeri. Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi selama belasan tahun belum juga tuntas. Adapun akhir Agustus 2023 Badan Legislasi DPR menggelar rapat dengan pemerintah dalam rangka harmonisasi revisi UU itu.
Pada Jumat (8/9), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui sebagian kebutuhan BBM dalam negeri mesti dipenuhi lewat impor. ”Memang enggak ada sumber lain lagi, harus beli dari situ (impor). Nanti (harga) pertamax-nya akan tinggi. Pertalite akan dipakai lagi (masyarakat beralih),” ucapnya.
Terkait laju harga minyak dunia, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengemukakan, pihaknya terus memantau pergerakan harga. Prediksi harga minyak, menurut dia, tak melulu naik. Potensi harga minyak menjadi turun atau lebih rendah tetap ada.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kedua dari kanan) dan menteri kabinet Indonesia Maju, yakni Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (kedua dari kiri) dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (paling kiri), saat mengunjungi tangki timbun milik Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Dumai, Provinsi Riau, Kamis (5/1/2023). Presiden menantang Pertamina untuk meningkatkan produksi minyak di Blok Rokan sampai 400.000 barel per hari.
Kontribusi Blok Rokan
Salah satu dukungan peningkatan produksi minyak dalam negeri datang dari Blok Rokan, Riau, yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Awal September 2023, Lapangan Petani di Kabupaten Bengkalis, salah satu lapangan di Blok Rokan, menghasilkan minyak sebanyak 10.000 barel per hari atau meningkat dari 2021 sejak alih kelola (dari PT Chevron Pacific Indonesia ke Pertamina) yang produksinya sebanyak 4.000 barel per hari.
Executive Vice President Upstream Business PT PHR Edwil Suzandi dalam keterangannya, Sabtu (9/9/2023), mengatakan, peningkatan itu dihasilkan dari pengeboran paket pengembangan Sumatera Light Oil (SLO) Optimasi Pengembangan Lapangan-lapangan (OPLL) Stage-1. Di samping itu, laju penurunan based production juga dapat ditahan.
”Kesuksesan pada paket pengembangan tahun 2022-2023 diharapkan diteruskan pada paket pengembangan OPL Petani Stage-2 dengan dukungan pemangku kepentingan internal dan eksternal,” ujar Edwil.
Peningkatan produksi di Lapangan Petani itu melanjutkan tren positif produksi di Blok Rokan. Sebelumnya, pada Rabu (9/8/2023) atau tepat dua tahun alih kelola Blok Rokan, capaian produksi minyak di blok itu sebanyak 172.000 barel per hari. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak alih kelola.