Ekonomi ASEAN Perlu Ditopang Aliran Data Lintas Negara
Transformasi digital ekonomi ASEAN yang inklusif perlu ditopang dengan penguatan aliran data lintas negara. Potensi pasar ASEAN sangat besar di tengah pertumbuhan ekonomi digital.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi digital ASEAN dinilai akan memperkuat integrasi ekonomi dan pertumbuhan negara-negara di kawasan. Pesatnya pertumbuhan e-dagang dan platform digital merupakan peluang bagi peningkatan perdagangan, investasi dan permodalan di seluruh negara anggota. Namun, transformasi ekonomi digital perlu ditopang pengaturan dan penguatan aliran data lintas negara.
Dalam rangkaian kegiatan ASEAN Business and Investment Summit 2023 di Jakarta, Senin (4/9/2023), Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Abdul Aziz mengemukakan, ASEAN saat ini memiliki populasi pasar yang besar, mencapai 622 juta orang. Seiring dengan meroketnya aktivitas e-dagang di kawasan, perusahaan-perusahaan asing diprediksi akan meningkatkan basis manufaktur mereka di negara-negara ASEAN, tidak hanya untuk memenuhi permintaan global, tetapi juga untuk memenuhi selera dan kebutuhan barang dan jasa di kawasan.
Dari aspek investasi, posisi ASEAN juga dinilai strategis karena industri manufaktur dan rantai pasok diproyeksikan bermigrasi ke negara-negara di Asia Tenggara. Pergeseran itu ditopang beberapa faktor, seperti geopolitik eksternal, kesiapan kapasitas di negara-negara tersebut, serta biaya operasional dan tenaga kerja di Asia Tenggara yang relatif lebih murah.
”Ekonomi digital ASEAN diharapkan menghadirkan layanan yang lancar dan aman, dan aliran data intra kawasan yang didukung regulasi, infrastruktur dan sumber daya,” ujar Tengku Zafrul.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Abdul Aziz berbicara dalam ASEAN Business & Investment Summit 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (4/9/2023). Hari kedua konferensi ini menyoroti upaya pemerintah dalam mendukung solusi sektor swasta untuk mengatasi permasalahan yang mendesak di kawasan.
Aliran Data
Tengku Zafrul menambahkan, dimulainya perundingan ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) merupakan jalan bagi transformasi digital yang inklusif dan penguatan ekonomi kawasan. Integrasi ekonomi ASEAN akan mendorong tercapainya pasar tunggal dan basis produksi yang didukung kelancaran arus barang, jasa, investasi, serta permodalan di seluruh negara anggota.
DEFA dinilai merupakan strategi transformasi digital modern yang komprehensif untuk mewujudkan ekonomi digital ASEAN. Melalui kesepakatan DEFA, potensi ekonomi digital di kawasan ASEAN yang saat ini berkisar 300 miliar dollar AS diperkirakan tumbuh menjadi 2 triliun dollar AS pada tahun 2030. Meski demikian, negosiasi tersebut dipandang perlu menyelaraskan peraturan dan memfasilitasi aliran data lintas negara.
Ia menambahkan, investor dan dunia usaha menghargai kejelasan dan transparansi peraturan. Penguatan aliran data lintas negara ASEAN diyakini meningkatkan kerja sama perdagangan, investasi, dan rantai pasok regional. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan peraturan terpadu mengenai aliran data lintas batas negara dengan mengacu pada pedoman yang tertuang dalam cetak biru ekonomi ASEAN.
Potensi ekonomi digital di kawasan ASEAN yang saat ini berkisar 300 miliar dollar AS diperkirakan tumbuh menjadi 2 triliun dollar AS pada tahun 2030.
Sekitar 50 juta usaha kecil dan menengah di ASEAN menggunakan media sosial Facebook untuk mencari pelanggan. Peningkatan aliran data diyakini akan mengurangi biaya transaksi, mendorong pertukaran ide, dan memungkinkan pengguna memanfaatkan temuan dan teknologi baru. Transformasi digital juga akan mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah di kawasan untuk meningkatkan partisipasi di pasar domestik dan internasional.
”Banyak hal yang dapat dicapai di seluruh wilayah (ASEAN) jika kita menyelaraskan peraturan untuk memfasilitasi aliran pertukaran data lintas batas,” ujar Tengku Zafrul.
Hingga kini, harmonisasi peraturan aliran data lintas negara dinilai masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain kesenjangan peraturan terkait aliran data dan penegakan hukum di setiap negara. Perusahaan e-dagang dan konsumen di negara-negara ASEAN juga belum memperoleh manfaat penuh dari aliran data karena terbatasnya penggunaan data di dalam negeri.
Sekretaris Departemen Perdagangan dan Industri Filipina Alfredo Pascual dalam forum yang sama mengemukakan, ASEAN memiliki peluang untuk tidak hanya untuk berpartisipasi, tetapi juga memimpin perekonomian global. Namun, masih banyak tantangan yang harus diatasi, di antaranya krisis iklim, risiko geopolitik, dan gangguan rantai pasokan. Kondisi ekonomi yang tidak bisa diprediksi memerlukan tranformasi di sektor produksi agar lebih adaptif terhadap pasar serta industri yang siap menerima inovasi dan digitalisasi.
”Kita perlu mengatur modal intelektual dan inovasi untuk mempertahankan dan mengeksplorasi keunggulan komparatif baru di pasar dunia,” ujar Alfredo.
Kemajuan ekonomi ASEAN dinilai merupakan tanggung jawab kolektif dan memerlukan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku bisnis di tingkat negara dan regional. Namun, upaya ASEAN merangkul teknologi dinilai perlu memastikan kemajuan teknologi itu berjalan inklusif. Dengan demikian, tidak ada negara anggota yang tertinggal dalam bayang-bayang kemajuan.