ASEAN Perkuat Rantai Pasok Kendaraan Listrik di Kawasan
Tidak semua negara ASEAN memiliki peluang setara dalam mengembangkan industri kendaraan listrik. Penguatan ekosistem regional yang komprehensif bisa mendorong pembentukan rantai pasok yang saling melengkapi di kawasan.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
Aktivitas pekerja pada pembangunan pabrik battery system Hyundai Energy Indonesia (HEI) di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (31/5/2023). Direncanakan mulai produksi massal pada 2024, pabrik tersebut akan memiliki kapasitas produksi 21.000 unit battery system (BSA) untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV) pada tahun pertama.
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara Asia Tenggara bersepakat mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik yang komprehensif di kawasan. Peluang investasi yang saat ini baru dinikmati segelintir negara ASEAN akan diiringi dengan penguatan rantai pasok regional agar turut menguntungkan semua negara anggota.
Komitmen awal untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di kawasan itu sebelumnya sudah disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Mei 2023. Saat itu, para pemimpin negara ASEAN menghasilkan deklarasi bersama untuk mendorong ASEAN menjadi bagian penting dari rantai pasok global.
Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera mengatakan, gagasan itu diusulkan Indonesia selaku tuan rumah untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik yang kuat secara regional dan bisa bersaing dengan rantai pasok global.
Dalam acara puncak KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta, 5-7 September 2023 mendatang, gagasan itu akan diperluas dengan mengajak negara-negara ASEAN+3 alias China, Korea Selatan, dan Jepang untuk ikut berkomitmen mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang lebih luas di Asia Tenggara.
”Harapannya, kita tidak hanya menyuplai kebutuhan kendaraan listrik di Indonesia dan kawasan, tetapi juga ke negara ASEAN+3. Ini sudah disepakati oleh para pemimpin, tinggal bagaimana kita menerapkannya lebih lanjut di tingkat regional dan menindaklanjutinya di tingkat nasional di negara masing-masing,” kata Dida dalam konferensi pers persiapan acara ASEAN Economic Community Council (AECC) Ke-23 di Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
Sebelum nanti dideklarasikan oleh para pemimpin negara di puncak KTT ASEAN, kerangka kerja (framework) untuk pengembangan ekosistem tersebut akan terlebih dahulu dimatangkan dalam pertemuan tingkat menteri bidang perekonomian se-ASEAN (AECC Ke-23), yang digelar pada hari Minggu (3/9/2023), sebagai bagian dari rangkaian pra-pertemuan menuju KTT ASEAN.
Dida mengatakan, penyusunan kerangka kerja itu akan didahului studi komprehensif untuk memetakan potensi dan kendala pengembangan ekosistem di kawasan. Beberapa negara ASEAN memiliki potensi besar karena menyimpan cadangan mineral penting untuk produksi komponen kendaraan listrik, seperti nikel, bauksit, tembaga dan timah. Kandungan mineral itu, misalnya, bisa ditemui di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina.
Sementara itu, ada beberapa negara lain di kawasan yang lebih berpotensi menarik investasi di hilir untuk industri manufaktur kendaraan listrik. Misalnya, Thailand yang kini berstatus sebagai produsen mobil terbesar di Asia Tenggara serta Malaysia yang baru-baru ini berhasil menarik investasi dari produsen kendaraan listrik asal Amerika Serikat, Tesla.
Harapannya, potensi di kawasan yang beragam dari hulu ke hilir itu bisa mendorong terbentuknya rantai pasok produksi kendaraan listrik yang lebih komprehensif dan saling melengkapi. Dengan demikian, tidak hanya satu-dua negara ASEAN yang akan diuntungkan dengan pengembangan industri kendaraan listrik.
”Kita ingin mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang komprehensif, yang bisa mendukung setiap negara untuk mengembangkan industri kendaraan listrik mereka,” katanya.
Keunggulan
Indonesia memiliki keunggulan komparatif di kawasan sebagai pemilik pasokan cadangan nikel terbesar dunia atau setara 21 persen dari total cadangan global. Apalagi, Indonesia kini sedang mengembangkan industri bateral listrik di dalam negeri. Dengan penguatan rantai pasok regional, Indonesia bisa memasok hasil produksinya ke negara ASEAN lainnya yang memproduksi kendaraan listrik.
Namun, negara anggota ASEAN sangat beragam. Ada beberapa negara di kawasan yang dinilai belum cukup berdaya saing untuk mengembangkan industri kendaraan listriknya sendiri, apalagi menembus rantai pasok global. ”Oleh karena itu, nanti kita akan membuat analisis kesenjangan (gap analysis) dalam menyusun framework karena ASEAN ini sangat beragam. Kita akan dalami bagaimana caranya bisa saling membantu dalam satu kawasan,” kata Dida.
Solusi lainnya adalah mengajak negara-negara ASEAN+3 untuk berinvestasi lebih banyak serta membantu transfer teknologi untuk pengembangan teknologi di kawasan. ”Harapannya, negara-negara itu yang sudah lebih dulu memiliki teknologi kendaraan listrik bisa mendukung ASEAN untuk mengembangkan ekosistemnya sendiri secara mandiri,” ujarnya.
Koordinator Investasi dan Kerjasama Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Budi Santoso mengatakan, pertemuan Menteri Energi ASEAN (AMEM) Ke-41, pekan lalu, sudah mulai membuka jalan untuk pengembangan ekosistem tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan negara ASEAN+3 sudah menyatakan dukungan mereka untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik di ASEAN.
”Jadi, sebelum pertemuan dengan ASEAN+3 nanti di KTT, kami sudah paving the way (membuka jalan) di sektor energi. Menteri-menteri ASEAN+3 sudah siap mendukung, dan itu akan ditunjukkan nanti dalam pernyataan bersama para pemimpin ASEAN+3,” kata Ridwan.
Belum disepakati
Secara umum, ada 16 prioritas kesepakatan yang akan dibahas dalam AECC Ke-23. Berbagai rancangan kesepakatan itu berada di bawah tiga fokus utama, yaitu membangun kembali ekonomi ASEAN melalui keterbukaan pasar, mendorong percepatan transformasi digital yang inklusif, serta mendorong pengembangan ekonomi berkelanjutan di kawasan.
Menurut Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Mugiarsih, dari 16 prioritas tersebut, ada 11 prioritas yang bisa diselesaikan saat KTT ASEAN, pekan depan. Sementara itu, lima prioritas lainnya baru bisa dirampungkan pada akhir tahun ini. Salah satu isu yang belum satu suara adalah kesepakatan tentang pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik.
”Kita sempat berdiskusi panjang soal ini, karena di tiap negara anggota ada masalah soal supply dan demand. Dari sisi supply, kita akan dorong kebijakan insentif supaya pengembangan industrinya bisa optimal. Dari sisi demand, kita dorong persiapan dan standardisasi infrastruktur agar lebih banyak pengguna kendaraan listrik di kawasan,” katanya.