Pembahasan DIM Baru Separuh, RUU EBET Terancam Molor
Pembahasan DIM RUU EBET oleh forum panitia kerja yang terdiri dari wakil pemerintah dan DPR RI baru mencapai 259 dari total 574 masalah dalam DIM. Kepastian hukum penting bagi pengembangan energi terbarukan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
PETRUS RADITYA MAHENDRA YASA
Jaringan pipa yang mengalirkan uap air dari panas bumi di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (29/8/2020). Pipa-pipa tersebut menjadi bagian dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
JAKARTA, KOMPAS — Pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan terancam molor mengingat pembahasan daftar inventarisasi masalah atau DIM baru separuhnya. Pemerintah dan DPR RI didorong lebih cepat dan serius menuntaskannya tanpa mengesampingkan pendalaman isu-isu krusial di dalamnya.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pembahasan DIM Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) oleh forum panitia kerja yang terdiri dari wakil pemerintah dan DPR baru 259 dari total 574 masalah dalam DIM. Setidaknya hingga pekan lalu, pembahasan RUU tersebut belum juga dimulai kembali.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim, yang dihubungi di Jakarta, Minggu (27/8/2023), mengatakan, pembahasan RUU di sektor energi, termasuk energi terbarukan, amat membutuhkan waktu. Pasalnya, ada banyak kepentingan yang diatur sebelum kemudian disepakati dan diputuskan.
”Kami harap pemerintah dan DPR betul-betul serius karena isu di sektor energi ini akan terus berkembang. Ini berkait dengan capaian bauran energi terbarukan, transisi energi, dan perubahan iklim. Bidang energi membutuhkan kepastian hukum yang kuat. Jika tidak, investasi terkait energi terbarukan pun akan sulit masuk,” katanya.
Pembahasan, imbuh Akmaluddin, mesti segera dilakukan secara intensif, tetapi juga tetap komprehensif. Menurutnya, jika tak disahkan pada masa sidang kali ini, pengesahan akan semakin molor. Ia menilai, kian mendekati Pemilihan Umum 2024, para anggota DPR akan mulai sibuk beraktivitas di daerah pemilihan masing-masing.
Akmaluddin mencatat sejumlah hal penting yang perlu diakomodasi dalam RUU EBET, misalnya terkait dengan definisi energi baru hingga nuklir yang termasuk dalam kategori energi baru. ”Dalam nuklir ini banyak aspek yang mesti dipertimbangkan dan dibahas. Ini penting dan pembahasan bisa panjang,” ucapnya.
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Novia Xu menyebut definisi energi baru yang tertuang dalam RUU EBET masih jadi perdebatan. Pasalnya, ada kategori energi baru masih berbasis energi fosil, misalnya gasifikasi. Mengenai energi nuklir, menurutnya, segala aspek dan perhitungan risikonya perlu lebih dibuka.
Menunggu penjadwalan
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menuturkan, pemerintah telah menyampaikan DIM RUU EBET pada Desember 2022. Kini, pembahasan RUU EBET pada tahap pembicaraan tingkat I, yaitu forum panitia kerja (panja) antara wakil pemerintah bersama DPR DPRI RI di bawah koordinasi Komisi VII DPR.
”Forum Panja telah dilaksanakan tiga kali dan terakhir dilaksanakan pada Juli 2023. (Kami) telah menyelesaikan pembahasan 259 masalah DIM dari total sebanyak 574 masalah DIM. Pembahasan lebih lanjut akan dilaksanakan forum Panja berikutnya dengan penjadwalan oleh Komisi VII DPR RI,” ucap Dadan.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, menuturkan, pihaknya menunggu bahan-bahan pendukung dari pemerintah. Dengan adanya bahan pendukung itu, argumentasi diharapkan menjadi akurat.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Operator membersihkan debu yang berada di atas modul sel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Kamis (10/8/2023) lalu. Pembersihan debu merupakan bagian dari pemeliharaan PLTS agar bisa berfungsi dengan optimal.
Salah satu kendala dalam pembahasan, menurut Mulyanto, adalah ada sejumlah pihak yang kembali ingin memasukkan power wheeling, yang telah dikeluarkan saat pemerintah menyerahkan DIM ke DPR. ”(Pembahasan lain) soal kandungan lokal dalam EBET. (Juga) rumusan yang lebih akurat terkait nuklir serta energi baru lainnya,” katanya.
Menurut Mulyanto, peluang RUU EBET disahkan pada masa sidang saat ini (hingga awal Oktober 2023) masih terbuka. ”Rapat Panja segera mulai. Kalau lancar, mungkin dapat dituntaskan pada masa sidang ini juga,” ucapnya.
Catatan Kompas, skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik juga sempat menjadi kendala yang membuat penyerahan DIM dari pemerintah ke DPR molor. Skema itu awalnya hendak dimasukkan DIM RUU EBET. Namun, setelah adanya koordinasi lintas kementerian, pemerintah sepakat tidak memasukkan aspek power wheeling dalam DIM RUU EBET.
RUU EBET bahkan semula ditargetkan bisa rampung sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022. Namun, nyatanya tidak tercapai dan pembahasan baru dimulai tahun 2023. RUU tersebut merupakan satu dari 39 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)
Salah satu bagian instalasi pemisahan uraniaum dari material mentah pada Instalasi Elemen Bakar Eksperimental di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (11/9/2019). Batan terus mengembangkan aplikasi teknologi nuklir di bidang pangan, pertanian, kesehatan, dan industri di Tanah Air. Lebih dari 60 tahun pemanfaatan tenaga atom dan nuklir dikenalkan di Indonesia. Namun, ketakutan dan kesalahpahaman tentang nuklir masih tinggi. Akibatnya, pemanfaatan nuklir untuk kesejahteraan tak optimal.
Strategi pemerintah
Sementara itu, terkait pengembangan energi terbarukan, jenis energi yang didorong sebagai baseload (pemikul beban dasar atau andal) ialah pembangkit listrik tenaga air (PLTA), PLT panas bumi (PLTP), dan PLT biomassa (PLTBm). Selain itu, dalam rangka penambahan bauran tanpa menambah kapasitas pembangkit, co-firing (campuran biomassa dan batubara) PLTU juga terus diupayakan.
”(Sementara) jenis energi terbarukan yang bersifat variabel (cenderung bergantung cuaca), yaitu PLT surya (PLTS), PLT bayu (PLTB), dan PLT energi Laut,” ujar Dadan.
Di sisa waktu menuju target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi primer pada 2025, kata Dadan, pemerintah menerapkan sejumlah strategi, salah satunya pengembangan pembangkit energi terbarukan on grid (terhubung jaringan PT Perusahaan Listrik Negara/PLN) sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Selain itu, pengembangan PLTS atap, pengembangan energi terbarukan off grid untuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), dan pemanfaatan bahan bakar nabati. Juga program elektrifikasi di sisi demand (termasuk kendaraan listrik) serta penguatan regulasi, antara lain lewat Perpres No 112/2022, Perpres No 11/2023, RUU EBET, dan revisi Permen ESDM tentang PLTS atap.