Lebih Sering Main Aman, Perempuan Diajak Lebih Berani Berinvestasi
Kendati tingkat literasi keuangan perempuan terus meningkat, ada kecenderungan perempuan lebih berhati-hati saat berinvestasi. Perempuan biasanya memilih bermain di produk investasi fisik atau berjangka pendek.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
Pengunjung berkonsultasi mengenai investasi reksa dana.
JAKARTA, KOMPAS – Meskipun tingkat literasi keuangan perempuan terus meningkat, bahkan lebih tinggi dari laki-laki, perempuan kerap kali memilih “main aman” dalam berinvestasi. Perempuan pun didorong untuk lebih berani menanamkan uangnya dan memperluas portofolio, tentunya dengan diiringi perhitungan profil risiko dan perencanaan keuangan yang matang.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada tahun 2022, tingkat literasi keuangan perempuan telah mencapai 50,33 persen, meningkat dibandingkan tahun 2019 yang tercatat 36,13 persen. Literasi keuangan perempuan itu telah melampaui laki-laki yang mencapai 49,10 persen pada 2022.
Sementara itu, kendati masih di bawah laki-laki, tingkat inklusi keuangan perempuan sudah menyentuh 83,88 persen dan meningkat dibandingkan tahun 2019 yang tercatat 75,15 persen. Sebagai perbandingan, inklusi keuangan laki-laki adalah 86,28 persen pada tahun 2022.
Kendati tingkat literasi keuangan terus meningkat, ada kecenderungan perempuan lebih berhati-hati saat berinvestasi. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, Rabu (15/8/2023) mengatakan, portofolio investasi perempuan biasanya lebih sempit daripada laki-laki.
Ia mengutip survei Katadata yang menunjukkan bahwa hampir 70 persen perempuan memilih berinvestasi di produk investasi berbentuk fisik seperti emas dan properti. Hal itu ditengarai karena perempuan punya kecenderungan untuk bermain lebih aman dan mencari investasi yang risikonya tidak tinggi dan dapat “dilihat”.
“Padahal, investasi seperti emas dan properti tetap tidak bebas dari risiko. Investasi seperti itu juga biasanya tidak likuid, susah untuk dijual kembali ketika dibutuhkan di saat-saat darurat,” kata Aviliani dalam acara UOB Media Literacy Circle: Building Inclusive Economy di Jakarta.
Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret mengatakan, karakteristik perempuan dan laki-laki cenderung berbeda saat memilih produk investasi. Ada kecenderungan naluriah perempuan untuk lebih berhati-hati dan banyak pertimbangan dalam mengambil keputusan, termasuk saat berinvestasi. Selain lebih berhati-hati, perempuan juga jarang berinvestasi untuk keuntungan diri sendiri, melainkan untuk keluarga.
Itu yang membuat portofolio investasi perempuan tidak terlalu beragam. “Anggapan bahwa perempuan lebih banyak menabung ketimbang berinvestasi itu tidak sepenuhnya benar. Tetapi, masih ada tantangan yang tersisa, yaitu mendorong perempuan untuk merambah ke investasi lain yang sesuai dengan profil risikonya,” kata Vera.
Di UOB Indonesia, sebagian besar nasabah perempuan memilih menanamkan modalnya di produk-produk investasi berjangka pendek dengan pendapatan tetap yang cenderung konservatif. Misalnya, obligasi ritel dan sukuk tabungan, ketimbang saham.
“Walaupun secara bertahan, nasabah perempuan kami mulai memasuki investasi yang lebih jangka panjang seperti reksa dana saham,” ujarnya.
Perencanaan keuangan
Aviliani menilai, keputusan investasi seringkali tidak diiringi dengan perencanaan keuangan yang matang. Di sinilah perempuan, yang diibaratkan kerap mengambil peran sebagai “menteri keuangan” di suatu keluarga, memiliki nilai lebih untuk membuat perencanaan keuangan dan mengambil keputusan investasi yang sesuai dengan profil risiko.
Sebagai gambaran, perempuan harus menghitung dan memperkirakan kondisi finansial serta kebutuhan hidupnya dalam 5-10 tahun ke depan sebelum berinvestasi. Selain itu, menghitung tanggungan serta ruang kedaruratan yang harus disiapkan.
“Ini yang jarang dilakukan orang-orang. Biasanya, ketika ada uang langsung ditaruh (investasi), tetapi begitu nanti butuh uang, bingung mau ambil dari mana. Ini mengapa perencanaan penting, supaya tahu persis, ketika dibutuhkan, uang bisa diambil dari mana,” kata Aviliani.
Sebelum berinvestasi di produk investasi berjangka panjang seperti saham, perempuan juga perlu memperhatikan hal mendasar seperti aspek fundamental (kinerja) perusahaan. Aviliani mengatakan, tidak semua perusahaan dengan harga saham menggiurkan memiliki kinerja dan fundamental yang baik.
“Sebelum investasi long term, kinerja perusahaan jadi patokan utama. Ini yang membedakan dengan saham-saham yang hanya digoreng untuk jangka pendek. Kalau kinerja bagus, keuntungan yang didapat lewat dividen lebih besar dan suatu hari harga sahamnya pasti akan naik,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Grup Komunikasi Publik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot menegaskan, ada dua prinsip yang harus dipertimbangkan perempuan saat berinvestasi, yaitu legal dan logis. Selain harus berinvestasi di lembaga yang legalitasnya terjamin dan di bawah OJK, perempuan juga perlu menyadari bahwa semua investasi memiliki risiko.
Ada beberapa ciri-ciri investasi ilegal yang perlu diwaspadai, seperti klaim tanpa risiko (risk-free), memanfaatkan tokoh masyarakat/tokoh agama untuk menarik minat berinvestasi, menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, legalitas yang tidak jelas, serta menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru.
“Semakin tinggi return-nya, semakin tinggi pula risikonya. Tidak ada investasi ada yang tidak ada risiko. Kalau ada tawaran yang sepertinya too good to be true, itu patut dicurigai,” katanya.