Investasi di kawasan Asia Tenggara terus bertumbuh. Ini menunjukkan kawasan ini menjadi perhatian investor dunia.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kawasan Asia Tenggara saat ini tengah menjadi perhatian investor dunia yang tengah berencana menanamkan modalnya. Sebab, kawasan ini masih mencatat pertumbuhan ekonomi yang stabil sehingga menjadi sentimen positif di mata investor dunia.
Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno mengatakan, investasi asing secara langsung (foreign direct investment/FDI) di ASEAN terus bertumbuh. Pada 2022, total FDI di kawasan ASEAN mencapai 224 miliar dollar AS atau bertumbuh 5 persen secara tahunan. Ini menunjukkan kawasan menjanjikan dan tengah menjadi perhatian investor dunia.
Sektor-sektor yang menjadi menjadi tujuan investasi adalah manufaktur, keuangan, perdagangan eceran, transportasi, dan informasi dan komunikasi. Riyatno mengatakan, kelima sektor itu menyumbang 86 persen dari total FDI di ASEAN pada 2022.
”Meningkatnya FDI di ASEAN ini menunjukkan sentimen positif investor terhadap kawasan ini. Sebab, kawasan ini sudah membuktikan pemulihan ekonomi yang kuat dan bertumbuh stabil,” ujar Riyatno dalam jumpa pers Road to KTT ASEAN ”Peluang Investasi Melalui KTT Ke-43 ASEAN”, secara daring, Selasa (15/8/2023).
Untuk terus mendorong investasi di kawasan ASEAN, pada keketuaan Indonesia pada ASEAN tahun ini, akan digelar ASEAN Investment Forum pada 2 September nanti di Jakarta. Pada acara ini akan digelar dialog kebijakan yang menampilkan para menteri urusan investasi kawasan ASEAN. Juga akan ada ekshibisi bisnis dari pelaku usaha 10 negara ASEAN.
Riyatno menambahkan, tak hanya untuk memikat investor dunia, pihaknya juga mendorong agar terjadi investasi dan kerja sama perdagangan di antara negara-negara ASEAN. ”Semua anggota ASEAN bisa memperoleh manfaat dari kerja sama ASEAN,” ujar Riyatno.
Investasi Indonesia
Indonesia juga akan memanfaatkan momen ini untuk mendorong masuknya investasi ke dalam negeri. Pada kesempatan itu, pemerintah akan mempresentasikan peta potensi investasi.
Riyatno menambahkan, pihaknya optimistis bisa menarik investor ke dalam negeri. Menurutnya, ada enam alasan yang menjadi daya tarik berinvestasi di Indonesia.
Yang pertama, Indonesia memiliki stabilitas politik, hukum, dan kebijakan. Hal ini, lanjut Riyatno, menjadi hal penting bagi investor karena mereka ingin jaminan kestabilan usahanya bisa berkelanjutan.
Poin kedua, Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar di ASEAN dan keempat di dunia. Sejalan dengan poin ketiga, alasan ketiga adalah Indonesia memiliki kelas menengah yang besar dan terus bertumbuh. Jumlah penduduk yang besar berarti ada potensi pasar yang besar pula.
Alasan keempat adalah Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Inilah alasan pemerintah gencar mengundang investor untuk hilirisasi sumber daya alam. Diharapkan, hilirisasi bisa memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
Indonesia yang memiliki potensi energi baru terbarukan yang besar jadi alasan kelima yang menjadi daya tarik investor. Adapun alasan keenam, Indonesia mempunyai bentang wilayah yang luas dan menjadi negara kepulauan terbesar dunia sehingga memikat investor.
Dihubungi terpisah, Selasa, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, penilaian terhadap potensi investasi ASEAN dan Indonesia ada benarnya. Bahkan, sebetulnya, potensi investasi Indonesia di ASEAN bukan hanya terbatas dalam memasukkan FDI ke dalam negeri, tetapi juga mendorong pelaku usaha dalam negeri juga ekspansi berinvestasi ke negara ASEAN. Sebab, tantangan hambatan investasi di ASEAN secara komparatif lebih rendah dan lebih bisa dikelola dibandingkan di kawasan lain atau di negara mitra investasi lain.
Ia menambahkan, potensi investasi yang bisa dimanfaatkan Indonesia dengan ASEAN sangat banyak dan tidak terbatas. Sebab, kerja sama Indonesia dengan negara ASEAN merupakan yang paling terbuka dan paling luas dibandingkan dengan negara rekan dagang atau investasi lain.
Pelaku usaha Indonesia bisa berekspansi investasi ke ASEAN di sektor manufaktur, pariwisata, perdagangan eceran, kesehatan, ekonomi digital, infrastruktur, dan lain-lain. Tak hanya pelaku usaha besar, segmen UMKM juga perlu didorong untuk ekspor kawasan ASEAN karena standarnya sama dengan pasar dalam negeri.
Meski demikian, lanjut Shinta, yang perlu diperhatikan di sini adalah potensi investasi tidak sama dengan realisasi investasi. ”Jadi kita juga harus mengerjakan pekerjaan rumah kita dalam arti peningkatan daya saing iklim usaha dan investasi di Indonesia agar setara atau bahkan lebih kompetitif dibandingkan negara-negara di kawasan,” ujar Shinta.
Isu peningkatan daya saing iklim usaha, menurut Shinta, menjadi hal yang paling krusial dan perlu diperhatikan pemerintah jika ingin Indonesia memperoleh manfaat yang seluas-luasnya dari kerja sama ASEAN. Elemen lainnya, pelaku usaha bisa mengusahakan sendiri. Namun, elemen daya saing ini yang perlu usaha konsisten dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk dibuat lebih kompetitif. Ini agar potensi investasi, perdagangan, dan peran ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan ekonomi dunia bisa dirasakan oleh Indonesia.