Generasi muda dinilai menjadi garda terdepan yang akan membawa angin segar bagi sektor keuangan Tanah Air. Namun, hal ini perlu didukung dengan peningkatan literasi keuangan.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Melalui investasi, generasi muda tidak hanya akan mendapatkan keuntungan semata, tetapi turut mendukung pembangunan negara dan memperdalam sistem keuangan yang berkelanjutan. Sebagai populasi yang akan mendominasi, partisipasi generasi muda dalam pasar keuangan perlu diperkuat dengan literasi keuangan.
Hal ini mengemuka dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It) 2023, di Jakarta, Senin (14/08/2023). Acara yang rutin diselenggarakan secara tahunan sejak tahun 2021 itu dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, serta Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
Perry memaparkan, pemerintah terus mengembangkan sarana pembiayaan dan memperdalam sistem keuangan melalui digitalisasi. Hal itu membuat produk-produk investasi dan patform pembiayaan terus berkembang dengan diiringi oleh meluasnya partisipasi publik, biaya yang semakin terjangkau, serta akses yang semakin mudah.
”Kalau kita berinvestasi, ada banyak manfaat, khususnya bagi generasi muda, yakni mendatangkan keuntungan, dan ikut mendukung pembiayaan pembangunan melalui pendalaman pasar keuangan. Semakin banyak berinvestasi, maka semakin banyak produk keuangan, semakin banyak yang harganya murah, dan infrastruktur juga semakin berkembang,” katanya saat memberikan sambutan.
Pada tahun ini, lanjut Perry, Like It mengusung tema Generasi Muda Pelaku Usaha, Rising Stars: Young Enterpreuners Shine in Financial Investing. Oleh sebab itu, para pelaku usaha muda diharapkan dapat tersosialisasi dan teredukasi dalam menggunakan instrumen investasi.
Untuk membentuk karakter investor yang tangguh, maju, dan unggul, Perry merekomendasikan tiga keutamaan bagi generasi muda. Pertama, Like It mengajarkan kepada generasi muda untuk tetap mengedepankan perencanaan sekalipun mereka memiliki ruang gerak yang bebas dalam menentukan pilihan (you only live once/YOLO).
Kedua, generasi muda tidak diajarkan untuk sekadar mengikuti tren yang berkembang (fears of missing out/FOMO), melainkan cerdas dalam berinvestasi. Cerdas berarti tetap mempertimbangkan risiko dan tingkat imbal hasil yang akan diperoleh dalam berinvestasi. Ketiga, investasi bukan untuk panjat sosial (pansos), melainkan untuk mendidik generasi muda agar memiliki karakter smart, thinking, action for best results (STARS).
Kita harus mengejar (gap tersebut) supaya jangan sampai mereka yang sudah masuk kegiatan keuangan (inklusi) mengalami kerugian karena tidak melek literasi atau aspek-aspek investasi.
Sri Mulyani menuturkan, setiap generasi memiliki peranan masing-masing dalam konsep pembangunan yang menyejahterakan, termasuk generasi muda. Namun, pembangunan berkelanjutan membutuhkan pembiayaan sekaligus membutuhkan sektor keuangan yang stabil dan mendalam.
Ibarat laut yang luas dan dalam, lanjut Sri Mulyani, batu yang dilemparkan ke dalamnya tidak akan terlalu membuat air laut tersebut bergejolak. Artinya, sektor keuangan yang stabil dan mendalam akan mampu bertahan di tengah guncangan krisis.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dikeluarkan oleh OJK akhir tahun 2022 menunjukkan, Indeks Inklusi Keuangan Masyarakat Indonesia mencapai 85,1 persen, atau naik dibandingkan tahun 2019, yakni sebesar 76,19 persen. Sementara Indeks Literasi Keuangan Masyarakat mencapai 49,68 persen atau naik dibandingkan tahun 2019, yakni 38,03 persen.
Berdasarkan data tersebut, terdapat gap atau kesenjangan antara tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan sebesar 35,42 persen. Hal ini menunjukkan, penggunaan layanan jasa keuangan yang meluas belum diimbangi dengan literasi mengenai penggunaannya.
”Kita harus mengejar (gap tersebut) supaya jangan sampai mereka yang sudah masuk kegiatan keuangan (inklusi) mengalami kerugian karena tidak melek literasi atau aspek-aspek investasi,” imbuh Sri Mulyani.
Literasi keuangan perlu ditingkatkan lantaran orang-orang masih mudah terkena tipu muslihat melalui iming-iming hasil yang cepat, tinggi, dan aman. Padahal, investasi memiliki berbagai macam kategori, mulai dari yang aman, tidak aman, hingga yang berisiko tinggi.
Oleh sebab itu, lanjut Sri Mulyani, kegiatan Like It sebagai forum kolaborasi antara Kemenkeu, OJK, BI, dan LPS diharapkan dapat meningkatkan literasi keuangan generasi muda. Hal ini mengingat generasi muda akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya dalam memajukan Indonesia di masa mendatang.
Mahendra menambahkan, gap tersebut juga dapat dilihat sebagai potensi yang masih bisa dioptimalkan. Apabila literasi keuangan seimbang dengan inklusi keuangan, sektor keuangan Indonesia akan tumbuh secara optimal.
”Besar sekali gapnya. Namun, kalau kita percaya pada perumpamaan layaknya gelas, ini potensinya luar biasa besar,” tutur Mahendra.
Selain itu, hal serupa juga terdapat dalam pasar saham. Saat ini, jumlah investor pasar saham yang teecatat dalam Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Juli 2023 mencapai 11,4 juta investor dengan 99,65 persen merupakan investor individu (ritel). Walakin, total investor pasar saham setara lebih kurang 4 persen dari total penduduk Indonesia, yakni 278 juta penduduk.
Oleh sebab itu, OJK berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi sektor keuanganyang dimiliki sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dukungan itu dilakukan dengan memfasilitasi produk investasi, melindungi konsumen, serta mengawasi perusahaan layanan jasa keuangan.
Menurut Purbaya, peningkatan partisipasi publik, baik dalam investasi maupun sektor layanan keuangan akan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Lebih lanjut, inklusi keuangan dan literasi keuangan mampu memulihkan ekonomi.
”Dibutuhkan pergerakan secara masif dari investor ritel. Maka, perlu literasi agar investasi tidak asal-asalan yang mengakibatkan kerugian,” kata Purbaya.
Di sisi lain, Indonesia diproyeksikan mengalami bonus demografi pada 2030-2040, yakni jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 64 persen atau lebih banyak dibandingkan penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Berdasarkan proyeksi tersebut penduduk usia produktif itu merupakan generasi milenial dan generasi Z atau yang saat ini berusia antara 11 tahun sampai 42 tahun.
Hal ini menunjukkan, masih terbuka lebar kesempatan bagi generasi muda untuk masuk ke pasar keuangan. Purbaya menjelaskan, potensi ini perlu diimbangi dengan literasi keuangan agar platform pasar keuangan dapat dioptimalkan dengan tetap memperhatikan profil risiko.
Sebagai bagian dalam ekosistem sektor keuangan, lanjut Purbaya, LPS akan menyosialisasikan program penjaminan dan kebijakan-kebijakan yang meningkatkan sentimen positif, seperti menabung di bank. Ini karena menabung di bank akan memperoleh jaminan dari LPS.