Menurut BPS, pada 2022, Lampung menjadi salah satu contoh provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia. Di Lampung, praktik pertanian kopi berkelanjutan mampu tingkatkan kesejahteraan petani.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
Beberapa tahun terakhir, pola pertanian kopi berkelanjutan berkembang di sejumlah daerah produsen kopi. Pola pertanian seperti ini diyakini mampu menghasilkan peningkatan produktivitas kopi dan menambah kesejahteraan petani dengan adanya implementasi tumpang sari ataupun wanatani (agroforestry) di sela-sela tanaman kopi.
Lampung, yang menjadi salah satu provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia pada 2022, turut menerapkan pola pertanian kopi berkelanjutan. Sebagai contoh, lebih dari 800 kelompok tani di Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus, Lampung, telah mempraktikkan pola itu. Perusahaan perdagangan komoditas PT Louis Dreyfus Company (LDC) Trading Indonesia ikut membina mereka selama mengaplikasikan pola pertanian itu.
Asnawi, salah seorang petani binaan LDC Trading Indonesia, menceritakan, setelah menerapkan pola pertanian kopi berkelanjutan, produksi kopi bisa naik hingga 1,5 ton. Harga jual kopi pun menjadi lebih tinggi. ”Tata kelola kebun kopi lebih baik. Sebab, saya akhirnya paham cara pemangkasan ranting kopi yang tepat supaya tanaman kopi tumbuh lebih sehat, produktif, dan menghasilkan biji kopi yang berkualitas lebih tinggi. Pengurusan batang tanaman kopi jadi lebih tepat,” ujarnya, Rabu (2/8/2023), di Kelurahan Gunungsari.
Asnawi menceritakan, ketika praktik tumpang sari diterapkan, dirinya bisa memanen komoditas lain, seperti cabai dan lada. Kedua komoditas ini mudah digunakan langsung untuk kebutuhan keluarga sehari-hari, selain dijual kepada orang lain.
Jumadi, petani kopi yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Bakti, menuturkan, berdasarkan pengalamannya selama ini, ada beberapa praktik petani kopi warisan orangtuanya yang kurang tepat. Sebagai contoh, menjemur biji kopi. Orangtuanya mengajarkan biji kopi bisa dijemur kapan saja dan tempat penjemurannya pun bisa di tanah. Setelah jadi mitra LDC sejak dua tahun lalu, Jumadi akhirnya belajar bahwa proses menjemur seperti itu memakan waktu lama untuk kering.
Tren global
Sejak 2010, LDC secara global berkomitmen menjalankan bisnis berkelanjutan di semua rantai pasoknya. Pembinaan pola pertanian kopi berkelanjutan yang dikemas dalam program Stronger Coffee adalah bagian dari komitmen itu. Apalagi, di tingkat internasional, LDC telah menduduki tiga besar trader untuk kategori green coffee.
”LDC hadir di 10 negara penghasil kopi terbesar di dunia. Kesepuluh negara ini menyuplai 85 persen terhadap total produksi global. Mengaplikasikan pertanian kopi berkelanjutan sebenarnya tuntutan permintaan pasar secara global juga, selain dari sisi petani membutuhkan rantai produksi berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka,” ujar Head of Robusta Origination and Responsible Sourcing Manager LDC Indonesia Melissa Mustopo.
Pembinaan pertanian kopi berkelanjutan dilakukan oleh LDC Indonesia sejak 2014. Lampung, daerah di mana LDC Indonesia memiliki aset, dipilih sebagai lokasi pembinaan petani. Jumlah total petani binaan secara nasional lebih dari 15.000 orang.
Materi pembinaan pola pertanian berkelanjutan yang dilakukan LDC Indonesia dimulai dari pemangkasan ranting/cabang tanaman kopi, konservasi tanah berupa pembuatan lubang angin tanah (rorak), penanaman sistem tumpang sari, hingga pembuatan kompos kulit ceri kopi. Kelompok petani yang menjadi mitra diberikan pelatihan pascapanen dan keterlacakan kopi. Keterlacakan kopi merupakan praktik penting dalam industri kopi karena memberikan informasi transparan mengenai rantai pasok kopi, kepastian kualitas, dan keaslian biji kopi.
”(Setidaknya), pola pertanian berkelanjutan mampu berikan kenaikan harga jual yang adil (fair) bagi petani. Pada saat kondisi cuaca tak kondusif, seperti hujan yang panjang, mereka tidak bisa memanen kopi, tetapi tetap dapat memanen buah-buahan dari wanatani,” imbuh Melissa.
Ahli agronomi LDC Trading Indonesia, Danang Arif Maulana, berpendapat, praktik baik yang terangkum dalam pola pertanian kopi berkelanjutan sebenarnya bukan sesuatu yang baru bagi petani. Sebagai contoh, pemakaian pupuk kompos. Sejumlah petani dinilai telah mengetahui bahwa dedaunan kering dari pohon penaung ataupun kulit ceri kopi bisa dipakai sebagai bahan pupuk kompos, tetapi tidak paham cara menggunakan secara benar.
”Praktik pemangkasan ranting/cabang tanaman kopi, misalnya. Mereka sebenarnya sudah tahu, tetapi sering kali telat melakukannya. Padahal, praktik ini adalah kunci panen tahun selanjutnya,” ujar Danang.
Perhutanan sosial
Kepala Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Usaha Kehutanan Dinas Kehutanan Lampung Wahyudi, mengatakan, Dinas Kehutanan Lampung terbuka terhadap program perhutanan sosial. Ini merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dijalankan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat. Masyarakat setempat atau hukum adat sebagai pelaku utamanya.
Pada saat ini, Lampung telah memiliki 348 unit perhutanan sosial yang legal dengan luas area 200 hektar. Di dalam perhutanan sosial tersebut terdapat 91.114 kepala keluarga yang terlibat.
”Terkait perhutanan sosial, petani yang legal boleh meningkatkan usahanya melalui cara kerja sama dengan badan usaha milik negara, daerah, dan swasta. Para badan usaha itu dapat mendampingi atau ikut membina petani sehingga petani memperoleh pendapatan dari hasil perhutanan sosial secara fair,” ujar Wahyudi.
Menurut dia, Pemerintah Provinsi Lampung belum mempunyai data valid mengenai peningkatan produktivitas lahan dan kesejahteraan setelah petani perhutanan sosial mengimplementasikan sistem tumpang sari. Hanya, berdasarkan pengamatannya, terjadi peningkatan dalam wujud perbaikan rumah atau kenaikan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi petani.