RI Sementara Tolak Sapi Hidup dari Empat Peternakan di Australia
Badan Karantina Pertanian RI memutuskan tidak menerima sapi bakal impor dari empat peternakan di Australia untuk sementara. Langkah itu ditempuh setelah ada temuan 13 ekor sapi terinfeksi ”lumpy skin disease” atau LSD.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 13 ekor sapi bakalan yang dikirim dari Australia terinfeksi lumpy skin disease atau LSD. Oleh karena itu, Badan Karantina PertanianKementerian Pertanian memutuskan tidak menerima sapi bakalan impor dari empat peternakan di Australia yang berkaitan dengan temuan tersebut untuk sementara hingga terbukti bebas dari LSD.
Pada periode pemeriksaan 25 Mei hingga 26 Juli 2023, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) RI Bambang menyebutkan, 13 ekor sapi bakalan impor dari delapan kapal asal Australia ditemukan positif terkena LSD atau penyakit benjolan pada kulit hewan. Pemeriksaan itu dilakukan di atas kapal sebelum berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
”Terdapat benjolan yang tampak pada sejumlah sapi. Meskipun sapi bakalan tersebut memiliki sertifikat kesehatan, ternyata hasil pemeriksaan kami menunjukkan positif LSD. Sapi-sapi yang terdeteksi LSD dimusnahkan atau dipotong bersyarat,” katanya dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Dari temuan itu, kata Bambang, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Australia pada 12 Juli 2023. Dia mengeklaim, Pemerintah Australia meminta waktu 60 hari sejak tanggal tersebut untuk menindaklanjuti temuan kasus LSD yang dilaporkan dengan sejumlah prosedur pemeriksaan.
Selama masa pemeriksaan itu, lanjut dia, Badan Karantina Pertanian Kementan menangguhkan sementara impor sapi hidup dari empat peternakan di Australia yang berkaitan dengan temuan kasus LSD tersebut. Secara total terdapat 60 peternakan di Australia yang dapat mengimpor sapi bakalan ke Indonesia. Dengan adanya penangguhan tersebut, hanya 56 peternakan yang dapat diperiksa dan diterima masuk.
Dia menambahkan, penangguhan itu tak berdampak signifikan pada ketersediaan daging di Indonesia. Badan Karantina Pertanian mendata, jumlah impor sapi bakalan asal Australia sepanjang Januari-Juli 2023 mencapai 153.384 ekor. Sepanjang 2022, jumlah impornya mencapai 303.867 ekor.
Selain karena berada di kapal Australia, Bambang menduga, sapi bakalan itu sudah terjangkit sejak pengiriman lantaran masa inkubasi virus yang sekitar 28 hari. Di sisi lain, masa pengiriman memakan waktu sekitar tujuh hari. Meskipun demikian, menurut dia, ada kemungkinan sapi-sapi itu terjangkit saat kapal berada di perairan Indonesia karena adanya vektor atau pembawa virus berupa lalat, nyamuk, atau caplak.
Apabila empat peternakan yang ditangguhkan terbukti terinfeksi LSD oleh Pemerintah Australia, dia menyatakan akan menutup impor dari titik-titik tersebut. Selain itu, dia juga meminta pemeriksaan terhadap peternakan-peternakan yang berada dalam radius hingga 60 kilometer dari empat lokasi tersebut.
Menanggapi penangguhan impor sapi bakalan dari empat peternakan oleh Indonesia, Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia Murray Watt menyatakan, negaranya bebas dari LSD. ”Kami tidak pernah menemukan kasus positif di daratan (on shores),” ujarnya dalam pernyataan yang dipublikasikan di laman resmi Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DAFF) Australia, Senin (31/7/2023).
Sejak menerima paparan mengenai laporan tersebut pada Jumat siang waktu setempat, pihaknya telah mengambil langkah untuk melindungi industri sapi bakalan di negaranya. Contohnya, mengaktifkan Response Coordination Group, mengadakan pengecekan diagnostik cepat pada sapi ternak di Australia bagian utara, menemui Duta Besar Australia untuk Indonesia, hingga mengadakan pertemuan dengan lebih dari 70 pemangku kepentingan di industri terkait.
Dia menggarisbawahi, Indonesia merupakan mitra yang berharga dan dihormati. Meskipun ada penangguhan, ekspor sapi bakalan dari Australia ke Indonesia tetap dapat berjalan melalui 28 perusahaan pemasok terdaftar.
Sementara itu, Chief Veterinary Officer Australia Mark Schipp menyatakan, kasus LSD belum pernah terdeteksi di Australia. Pihaknya menerima laporan itu setelah sapi impor asal Australia sampai dan berada di Indonesia dalam periode waktu tertentu. ”Hasil positif LSD setelah kedatangan di Indonesia tak terduga. Australia tetap berstatus bebas LSD. Deteksi positif LSD di negara lain, seperti Indonesia, tidak mengubah status tersebut,” katanya dalam pernyataan resmi yang dirilis laman DAFF, Minggu (30/7/2023).
Dia menggarisbawahi, Australia memiliki sistem biosekuritas yang kuat untuk memantau status penyakit hewan secara kontinu. Produsen ternak Australia diminta tidak khawatir karena statusnya masih bebas LSD serta ekspor pun masih berjalan ke semua negara mitra, termasuk Indonesia. Dia juga terus meyakinkan Indonesia sebagai mitra bahwa sapi yang diekspor sesuai dengan aturan dan persyaratan yang ada.