Penghentian layanan 2G tidak akan dilakukan secara bersistem. Operator telekomunikasi akan menghentikan jenis layanan akses seluler itu mengikuti tren perilaku masyarakat.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan telekomunikasi berteknologi akses seluler 2G di Indonesia akan berhenti secara alami. Operator telekomunikasi tidak akan langsung mematikan. Sebagian masyarakat hingga sekarang masih menggunakan layanan 2G untuk menelepon dan mengoperasikan mesin untuk memproses pembayaran.
Direktur PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) I Gede Darmayusa, dalam paparan kinerja semester I-2023 di Jakarta, Senin (31/7/2023), mengatakan, di sejumlah negara, operator telekomunikasi masih banyak yang mempertahankan layanan 2G. Kalaupun layanan 2G bisa berakhir, hal itu karena operator membiarkannya ”mati” secara alamiah. Situasinya berbeda dengan di China. Pemerintah China memutuskan untuk menghentikan 2G karena pemerintah mendorong 4G dan 5G.
Sejumlah operator telekomunikasi di dunia memperkirakan layanan 2G bisa berhenti sepenuhnya pada 2030. XL Axiata pun memproyeksikan hal sama. ”Pemerintah Indonesia (Kementerian Komunikasi dan Informatika) justru mendorong kami, operator telekomunikasi seluler, mematikan 3G (bukan 2G). Penghentian layanan 3G juga efektif karena spektrum frekuensinya, yaitu 1.800 megahertz (MHz) dan 2.100 MHz, bisa dipakai untuk memperkuat performa distribusi layanan 4G,” ujarnya.
Menurut Gede, dari sisi XL Axiata, di beberapa kota besar, pengguna layanan 2G semakin mengecil. Di DKI Jakarta, misalnya, pelanggan XL Axiata semakin terbiasa menggunakan voice over LTE dibandingkan memakai 2G untuk menelepon. Pemancar 2G sementara ini juga masih dipertahankan dengan jumlah yang relatif tidak akan ada penambahan lagi.
”Secara nasional, jumlah pelanggan kami yang menggunakan voice over LTE naik 15 persen setiap tahun. Infrastruktur menara pemancar 2G masih ada, meskipun jumlahnya mengecil. Masih ada sebagian masyarakat menelepon dan sebagian pebisnis, seperti pedagang kecil produk telekomunikasi, memakai 2G,” katanya.
Jumlah pelanggan XL Axiata sampai semester I-2023 mencapai 58 juta pelanggan. Sebanyak 93 persen di antaranya mengonsumsi data 4G.
Perusahaan memperkirakan konsumsi data akan menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat pada masa depan seiring lahirnya teknologi akses seluler 4G dan generasi terbaru.
Direktur XL Axiata Feirus Ikhwan, yang hadir bersamaan, mengatakan, sejak 6-7 tahun lalu, XL Axiata telah memutuskan seluruh strategi bisnis fokus ke layanan data, bukan lagi layanan legacy (SMS dan suara/telepon). Hal ini dilakukan karena perusahaan memperkirakan, konsumsi data akan menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat pada masa depan seiring lahirnya teknologi akses seluler 4G dan generasi terbaru.
”Jadi, ketika kini pelanggan semakin mengurangi menggunakan SMS dan telepon yang berjalan di jaringan 2G, dampaknya terhadap pendapatan perusahaan cukup kecil,” imbuh Feirus.
Vice Presiden — Senior Analyst Moody’s Investor Service Nidhi Dhruv, dalam laporan riset ”Telecommunications — South and Southeast Asia” yang dirilis Moody’s Investor Service, Senin (24/7/2023), mengatakan, operator telekomunikasi di seluruh Asia Selatan dan Tenggara melakukan reorganisasi melalui transfer bisnis intragrup atau pemisahan struktural infrastruktur dan bisnis digital. Perubahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan valuasi serta efisiensi modal dan infrastruktur, sekaligus meningkatkan pengalaman pelanggan. Meskipun dapat membawa manfaat operasional dan meningkatkan nilai aset, perubahan itu juga menimbulkan kompleksitas keuangan.
Semua operator telekomunikasi di Asia Selatan dan Tenggara cenderung mengejar langkah integrasi bisnis layanan seluler dan jaringan tetap telekomunikasi (fixed broadband). Reorganisasi bisnis sedang dilakukan agar mampu meningkatkan pangsa pasar broadband yang diyakini memiliki potensi pertumbuhan besar. Reorganisasi bisnis juga diharapkan meningkatkan pengalaman pelanggan.
Ciptadana Sekuritas dalam laporan riset ”Market Outlook 2023: Telco Sector”, yang dikutip dari blog perusahaan, menyebut industri telekomunikasi masih dalam tahap transisi dari layanan legacy (suara dan SMS) ke data internet, tetapi fase transisi setiap operator berbeda. Hikmahnya, tingkat persaingan antar-operator stabil. Kondisi makroekonomi yang menantang tidak akan berdampak signifikan pada industri karena banyak orang dan bisnis tergantung pada layanan telekomunikasi.
Industri telekomunikasi masih dalam tahap transisi dari layanan legacy (suara dan SMS) ke data internet, tetapi fase transisi setiap operator berbeda.
Sejak awal peluncuran teknologi 4G pada tahun 2015, konsumsi data telah menyaksikan pertumbuhan yang luar biasa. Lalu lintas data tumbuh 13,9 persen tingkat gabungan triwulanan di triwulan I-2015 — triwulan II-2022. Konsumsi data pada triwulan II-2022 tercatat 43,5 kali dari triwulan I-2015.
Terlepas dari pertumbuhan yang eksplosif, Ciptadana Sekuritas meyakini Indonesia masih dalam tahap awal adopsi data seluler. Penetrasi ponsel pintar di Indonesia meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir karena munculnya ponsel pintar yang lebih murah, terutama merek China.