Pertamina-Petronas Beli Saham Blok Masela Rp 9,8 Triliun
Pertamina Hulu Energi akan mengelola 20 persen kepemilikan, Petronas Masela mengelola 15 persen lainnya, sementara Inpex merupakan pemilik 65 persen saham Masela. Perlu akselerasi agar blok ini bisa segera berproduksi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) bersama perusahaan minyak dan gas bumi asal Malayasia, Petronas, resmi mengambil alih 35 persen hak partisipasi Shell pada proyek Abadi Masela di Maluku, dengan nilai penjualan 650 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,8 triliun. Perlu akselerasi agar blok yang kaya akan gas bumi itu segera berproduksi dan dirasakan manfaatnya.
Penandatanganan perjanjian jual beli untuk akuisisi kepemilikan hak partisipasi dilakukan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Petronas Masela Sdn Bhd (Petronas Masela) di sela-sela pembukaan konvensi dan pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (25/7/2023).
PHE akan mengelola 20 persen dari kepemilikan, sedangkan 15 persen lainnya dikelola Petronas Masela. Adapun perusahaan migas asal Jepang, yakni Inpex, merupakan pemilik 65 persen hak partisipasi blok tersebut.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, Abadi Masela yang juga proyek strategis nasional diharapkan pemerintah bisa on stream (beroperasi) pada tahun 2029. Namun, dalam prosesnya, front end engineering design (FEED) harus diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan final investment decision (FID) yang diharapkan tuntas sebelum tahun 2026.
Semua akan diupayakan agar bisa terlaksana dengan cepat. ”Pemerintah memang meminta akselerasi dari semua proses. Jadi kalau bisa lebih cepat, akan kita lakukan. Yang harus kami lakukan dengan para mitra serta pemerintah ialah akselerasi sehingga (gas) bisa segera dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri,” kata Nicke.
Ia menambahkan, diskusi dengan Inpex dilakukan di antaranya mengenai komitmen untuk akselerasi serta regulasi yang mengharuskan setiap blok migas harus dilakukan penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon (CCUS). Oleh karena itu, CCUS pun akan ditambahkan dalam revisi rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD).
Sementara terkait liquified natural gas (LNG) plant dalam Blok Masela, Nicke menekankan, belum ada pembicaraan ke arah sana. ”Belum masuk ke sana. Semua baru terbuka hari ini dan kami akan akan langsung koordinasikan secara teknikal, mendetailkan, lalu mempersiapkan sesegera mungkin (proses menuju eksekusi),” ucap Nicke.
Menurut Nicke, ke depan, lapangan Abadi Blok Masela berpotensi menyerap hingga 10.000 tenaga kerja. Dengan demikian, diharapkan juga nantinya akan berdampak langsung pada pengembangan ekonomi wilayah Indonesia timur.
Pembelian 35 persen hak partisipasi Shell di Blok Masela oleh Pertamina-Petronas mencapai 650 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,8 triliun. Menurut keterangan resmi Shell, pembayaran awal secara tunai sebesar 325 juta dollar AS, sedangkan tambahan 325 juta dollar AS berikutnya harus dibayarkan saat FID diambil.
”Keputusan menjual (hak) partisipasi kami di Masela PSC (Production Sharing Contract) sejalan dengan fokus kami, yakni alokasi modal yang disiplin. Shell tetap aktif di Indonesia dan terus berkontribusi pada perjalanan transisi energi di negara tersebut,” kata Integrated Gas and Upstream Director Shell Zoë Yujnovich dalam keterangannya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dalam sambutan pada pembukaan konvensi dan pameran IPA 2023, mengatakan, potensi gas bumi, dari barat hingga timur Indonesia, termasuk Masela, amat melimpah. Pemanfaatan gas bumi amat diperlukan mendukung transisi energi menuju energi terbarukan mengingat emisi yang dihasilkan gas tak sebesar energi fosil lainnya.
Mesti agresif
Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wahju Wibowo menuturkan, setelah resmi mengambil alih hak partisipasi Shell, Pertamina, Petronas, dan Inpex perlu segera merevisi POD serta menyelesaikan persiapan untuk eksekusi. ”Misalnya tender, survei, amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Itu harus secepatnya. Kalau bisa, tahun ini selesai. Tahun depan itu sudah harus gas pol (dikebut), tidak bisa tidak,” kata Wahju.
Wahju memahami, Pertamina, Petronas, dan Inpex pasti akan melakukan konsolidasi di antara mereka. ”Namun, harapan kami, mereka akan mengajukan WP&B (work, program, and budget) yang agresif agar ketertinggalan (untuk berproduksi) teratasi. Masela ditargetkan onsteram 2028-2029,” lanjutnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, kebijakan harga (pricing policy) juga mesti dipikirkan ke depan. ”Misalnya, ke depan mau jualan ke mana dan volumenya berapa. Ini jadi penting karena terkait dengan prospek bisnis jangka panjang, maka harus disiapkan di awal,” ujarnya.
Pertamina dan para mitra, imbuh Komaidi, harus mendapat hak yang layak dalam konteks bisnis. Penyesuaian harga antara harga internasional (ekspor) dan harga dalam negeri, misalnya, harus dipastikan tidak menghambat bisnis.
Komaidi mengapresiasi proses pengambilalihan hak partisipasi Blok Masela yang akhirnya tuntas. ”Namun, di sisi lain, ini harus menjadi catatan atau pembelajaran bersama bahwa ketika mengubah sesuatu yang sudah disepakati itu tidak sederhana. Ini menjadi pelajaran mahal,” katanya.
Catatan Kompas, proyek hulu migas Blok Masel berjalan lambat dan penuh kontroversi. Ditemukan tahun 2000 oleh Inpex, Shell lalu masuk pada 2011, yang membuat komposisi saham 65 persen untuk Inpex dan 35 persen milik Shell.
POD proyek Masela sejatinya rampung pada akhir 2015. Saat itu, investor mengajukan pengembangan gas di laut lepas (offshore). Namun, ada ketidakkompakan di tubuh kabinet pemerintah terkait mana yang lebih efisien, apakah offshore atau onshore (darat). Pada akhirnya Presiden memutuskan proyek dilaksanakan dengan skema di darat.
Revisi POD lalu disetujui pada 2019. Namun, setahun kemudian, Shell menyatakan mundur dari proyek itu. Bertahun-tahun tak ada kejelasan, kepemilikan akhirnya resmi berpindah ke Pertamina dan Petronas pada 2023.