Regulasi pengelolaan sedimentasi laut yang membuka ekspor pasir laut terus dimatangkan. Polemik publik terkait aturan itu masih terus berlanjut.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah menyiapkan aturan pelaksanaan untuk pemanfaatan pasir laut. Perumusan aturan turunan itu kini dalam tahap akhir konsultasi publik. Penolakan publik terkait aturan tersebut terus berlanjut.
Pemanfaatan pasir laut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut. Aturan itu memungkinkan pemanfaatan sedimen berupa pasir laut dan lainnya untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur, dan ekspor. PP itu mencabut larangan ekspor pasir laut sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Miftahul Huda mengemukakan, pemerintah sedang menyiapkan dua rancangan peraturan menteri kelautan dan perikanan, serta dua rancangan keputusan menteri sebagai turunan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Konsultasi publik tahap akhir dilaksanakan di Batam.
”Harmonisasi kebijakan (pengelolaan sedimentasi laut) diharapkan bulan Agustus 2023,” ujar Huda, Selasa (25/7/2023), saat dihubungi melalui pesan singkat.
Rancangan peraturan menteri tersebut antara lain mencakup penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut, realisasi volume pengangkutan dan penempatan di tujuan pengangkutan, ketentuan terkait permintaan hasil sedimentasi di laut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, serta tata cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Selain itu, rancangan peraturan menteri tentang tata cara pengenaan sanksi administratif.
Adapun rancangan keputusan menteri yang akan disusun terkait tim kajian penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, serta tim uji tuntas yang melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap proposan dan rencana kerja umum.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin, saat dihubungi terpisah, mengemukakan, PP No 26/ 2023 sangat bermasalah karena akan memperparah kerusakan ekosistem laut, serta disusun dengan tidak melibatkan partisipasi masyarakat yang akan terdampak. Ia mempertanyakan tahap konsultasi publik yang baru digelar sewaktu penyusunan peraturan menteri turunan PP No 26/2023.
”Poin besarnya, kenapa diskusi publik semacam ini tidak dilakukan sebelum penyusunan PP No 26 Tahun 2023, dan baru dilakukan saat penyusunan aturan turunan PP?” ujar Parid.
Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University Yonvitner menyoroti tujuan PP No 26/2023 antara lain menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut, serta kesehatan laut. Selain itu, mengoptimalkan hasil sedimentasi laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi eksositem pesisir dan laut.
Berdasarkan kajian PKSPL IPB tahun 2003 terkait pasir laut, saat ekspor pasir laut masih diberlakukan sampai tahun 2002, pemasukan negara dari aktivitas pemanfaatan pasir laut dibandingkan dengan biaya pemulihan ekosistem dan lingkungan berbanding 1 : 5.
Yonvitner menambahkan, selama ini operasional kapal pengawasan perikanan KKP masih sangat terbatas. Tahun 2023, hari operasional pengawasan hanya 90 hari sehingga dikhawatirkan tidak optimal dalam pengawasan eksploitasi pasir laut.
Secara terpisah, Senior Advisor Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Harimuddin menilai Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil seharusnya menjadi acuan dalam penerbitan regulasi terkait pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, pengelolaan sedimentasi seusai terbitnya PP No 26/2023 bertujuan melindungi ekologi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem. Hal ini diwujudkan dengan pengawasan yang ketat melalui patroli kapal pengawas kelautan dan perikanan yang terintegrasi dengan teknologi satelit agar tidak ada lagi kegiatan tambang yang merusak kelestarian laut.