Penerapan AI dalam sektor transportasi merupakan keniscayaan, apalagi swakemudi atau tanpa pengemudi. Walakin, Indonesia dinilai belum siap dari segi infrastruktur, regulasi, dan perilaku berkendara.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan taksi terkemuka di Indonesia, PT Blue Bird TBK, mengkaji pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan mobil swakemudi dalam layanan operasionalnya. Pemanfaatannya masih perlu mempertimbangkan kesiapan infrastruktur hingga sumber daya manusia yang ada. Hal ini membuat peningkatan layanan pelanggan menjadi opsi yang paling mungkin dilakukan.
Sejumlah negara di dunia, misalnya China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan, telah mengoperasikan layanan taksi dengan mobil swakemudi (autonomous vehicles). Pada dasarnya, AI telah memungkinkan kendaraan untuk bergerak sendiri karena dilengkapi sistem kendali yang terdiri atas berbagai sensor, seperti computer vision dan sensor fusion.
Wakil Direktur Teknik dan Pemeliharaan PT Blue Bird Tbk Astu Rahino Adi mengatakan, pihaknya tengah mengkaji dan mengalkulasi opsi pemanfaatan mobil swakemudi. Opsi itu menjadi bagian dari rencana jangka panjang Blue Bird.
”Arahnya sudah ke sana. Akan tetapi, pertimbangannya adalah infrastruktur dan sumber daya manusia yang ada di Indonesia. Kedua hal ini belum cukup memadai,” ujarnya seusai acara Blue Bird Open House 2023, di Jakarta, Senin (24/7/2023).
Hal yang paling memungkinkan, lanjut Astu, adalah pemanfaatan AI dalam sejumlah tahapan operasional, antara lain pembatasan kecepatan kendaraan hingga pengawasan terhadap lintasan jika sopir mengantuk. Namun, hal tersebut juga butuh kajian lebih lanjut.
Hingga kini, otomatisasi yang telah diterapkan Blue Bird di antaranya kalkulasi operasional per mobil, catatan perawatan mobil, dan pengawasan kendaraan yang berada di area pul (pool) taksi. Saat ini, Blue Bird memiliki 70 pul taksi yang terdiri dari 50 pul induk dan 20 pul satelit di seluruh Indonesia.
Perilaku pengendara di Indonesia belum mumpuni, apalagi saat ini masih banyak sepeda motor yang tidak taat dan melawan arah. Ini sangat berbahaya untuk mobil swakemudi.
”Jadi, dari Jakarta kami sudah bisa memantau kondisi di daerah-daerah. Mulai dari teknisi hingga data persentase mobil yang berada di bengkel sehingga memudahkan kantor pusat untuk mengambil keputusan,” kata Astu.
Secara terpisah, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menuturkan, pemanfaatan mobil swakemudi merupakan suatu keniscayaan. Hal ini mengingat perusahaan taksi perlu bertahan dan mendorong efisiensi.
Dalam konteks tersebut, lanjut dia, Indonesia masih belum siap dari segi infrastruktur, regulasi, dan perilaku berkendara. Kondisi ini menimbulkan kerawanan, misalnya kecelakaan, yang belum bisa diprediksi AI pendukungnya.
”Perilaku pengendara di Indonesia belum mumpuni, apalagi saat ini masih banyak sepeda motor yang tidak taat dan melawan arah. Ini sangat berbahaya untuk mobil swakemudi,” jelas Djoko.
Meskipun demikian, jalan-jalan utama sejumlah kota besar di Indonesia sudah cukup memungkinkan untuk diterapkan perlahan. Pemanfaatan AI bisa dimulai untuk membatasi kecepatan kendaraan taksi, pengawasan pekerja, dan pemutakhiran aplikasi.
Merujuk survei The Automotive Disruption Rader pada Juli 2021, sebanyak 31 persen responden di Indonesia yakin bahwa kendaraan swakemudi penuh dapat beroperasi pada 2030. Selain itu, Badan Keselamatan Jalan Raya AS (National Highway Traffic Safety Administration) memprediksi penerapan kendaraan swakemudi penuh akan dimulai pada tahun 2025 ke atas.
Perkembangan teknologi yang cepat menyediakan pilihan mobilitas yang beragam bagi pelanggan, tak terkecuali moda transportasi taksi. Karena itu, pemutakhiran kanal taksi daring sebagai wujud transformasi digital juga perlu diiringi penguatan layanan pelanggan.
Direktur Utama PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono menerangkan, penguatan layanan pelanggan dapat diwujudkan dengan menciptakan standar kenyamanan dalam perjalanan. Dalam hal ini, pihaknya mengusung tiga pilar utama, yakni standardisasi armada, pengemudi profesional, dan integrasi layanan bagi pelanggan.
Pada saat kunjungan ke pul taksi di Mampang Prapatan, Jakarta, Kompas dan wartawan lainnya berkesempatan untuk melihat tahapan yang perlu dilalui kendaraan Blue Bird sebelum beroperasi. Taksi yang beroperasi perlu melewati pemeriksaan fisik, pencucian kendaraan, dan perawatan mesin.
Pada saat pemeriksaan fisik, mobil diperiksa bagian interior dan eksterior terkait kelaikan jalan. Dalam tahapan itu, setiap taksi mencetak struk hasil operasionalnya. Adapun struk memuat pendapatan, jarak dan waktu tempuh, serta keluhan pelanggan.
”Setiap taksi yang beroperasi juga dipastikan dalam keadaan penuh bahan bakarnya. Jadi, tidak ada acara mengisi bensin dulu saat mengantar pelanggan,” kata Adrianto.
Seusai pemeriksaan fisik, mobil dilakukan pencucian jika dibutuhkan. Setelah itu, pengemudi yang kendaraannya membutuhkan perawatan berkala akan diarahkan menuju bengkel. Di bengkel, mobil akan menerima servis rutin, penggantian suku cadang, dan pemeriksaan emisi.