Kecerdasan buatan di dunia otomotif identik dengan kendaraan otonom atau swakemudi yang dikembangkan sejumlah perusahaan di dunia. Kecerdasan buatan menjadi pendukung yang penting dalam keselamatan berkendara.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) mendorong kemajuan besar pada perkembangan industri otomotif. Lebih dari sekadar menggantikan peran manusia sebagai pengendara, AI dikembangkan demi meningkatkan keselamatan berkendara.
Pada kendaraan, kecerdasan buatan bisa digunakan dalam sistem kontrol sederhana. Di kendaraan listrik yang tengah berkembang saat ini, misalnya, AI umumnya dipakai untuk sistem manajemen baterai (battery management system/BMS) dan unit kontrol kendaraan (vehicle control unit/VCU).
Peneliti Pusat Artificial Intelligence (AI) Institut Teknologi Bandung (ITB), Bambang Riyanto Trilaksono, menyatakan, teknologi AI bisa menggantikan pekerjaan yang bersifat rutin, berulang, dan relatif sederhana untuk dirumuskan. Prinsip ini bisa diterapkan di banyak bidang pekerjaan.
”Kecerdasan buatan bisa mengambil alih pekerjaan dari yang sifatnya rendah, yang tidak perlu kognitif tinggi,” kata Bambang di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (2/3/2023).
Pada BMS dan VCU, sistem AI yang diatur dalam semikonduktor atau cip menjadi komponen penting dalam kendaraan listrik, selain baterai. Sistem akan membantu pengguna kendaraan mengetahui berbagai informasi, antara lain visualisasi penggunaan baterai, peringatan pengisian daya, dan memonitor suhu pada baterai.
Teknologi ini, contohnya, tengah dikembangkan Bambang melalui Pusat AI ITB bersama National Center for Sustainable Transportation Technology (NCSTT) ITB dan PT Allied Harvest Indonesia. Ketiganya hendak mengomersialkan kendaraan listrik roda tiga E-Trike dan bus listrik E-Bus.
Pengembangan cip berbasis AI untuk BMS dan VCU ini akan diproduksi oleh Betamek Berhad Malaysia di Kuala Lumpur. ”Desain cip ini sejalan dengan rencana mengintegrasikan teknologi kendaraan otonom (swakemudi) yang sedang dikembangkan oleh Pusat AI,” tutur Peneliti NCSTT, Bentang Arief Budiman.
Chief Operating Officer Betamek Berhad, Megat Iskandar Hashim, mengatakan, mereka baru mengembangkan perangkat berbasis AI kurang dari lima tahun terakhir. Salah satu perangkat yang dibuat adalah alat diagnostik jarak jauh untuk memberi tahu pengguna kendaraan terkait masalah pada mobilnya.
”Komponen AI bisa membaca data dari komputer mobil dan menginfokan ke pengguna, apa yang salah dengan mobilnya. Misalnya, masalah kurang oli dan lainnya,” ucap Megat.
Pemanfaatan AI bagi dalam industri otomotif akan sangat bermanfaat bagi pemilik kendaraan untuk mencegah kerusakan kendaraannya.
”Kami jadi bisa buat sistem perawatan atau pencegahan agar pengguna tahu lebih awal dan tidak perlu main tebak-tebakan dengan kondisi kendaraannya,” lanjut dia.
Secara lebih luas, AI kini mendukung pengembangan kendaraan swakemudi. Kendaraan dapat bergerak sendiri karena dilengkapi sistem kendali yang terdiri atas berbagai sensor, seperti computer vision dan sensor fusion. Keberadaan sensor itu mampu menangkap gambar dan video lalu lintas di sekitar lingkungan mobil sebagai referensi bergerak.
Gagasannya, AI bisa mengganti sopir yang bisa lelah, sakit, bisa terdistraksi atau tanpa konsentrasi yang baik, yang sering kali bisa menimbulkan kecelakaan. (Bambang Riyanto Trilaksono)
Kendaraan swakemudi juga dilengkapi sistem navigasi canggih yang secara otomatis dapat mengatur pemilihan rute yang efisien ke lokasi tujuan. Seluruh sistem kemudi dasar, mulai dari gas, kendali setir, hingga pengereman, dapat dilakukan secara sistematik dan otomatis oleh teknologi electronic control unit (ECU).
Secara umum, teknologi yang dibuat untuk kendaraan swakemudi dapat dibagi dalam lima level, yaitu kendaraan semi-swakemudi yang masih memerlukan asisten pengemudi, adanya fitur sebagian otomatisasi, otomatisasi kondisional, otomatisasi tinggi, hingga otomatisasi penuh (Kompas.id, 17/3/2020).
Berdasarkan penelitian Bambang pada kereta swakemudi, AI di kendaraan dapat diterapkan pada dua hal. AI dapat membantu masinis lebih waspada dengan terjadinya kecelakaan, atau keseluruhan menggantikan sepenuhnya peran masinis dengan sistem kontrol kecerdasan buatan.
”Gagasannya, AI bisa mengganti sopir yang bisa lelah, sakit, bisa terdistraksi atau tanpa konsentrasi yang baik, yang sering kali bisa menimbulkan kecelakaan,” kata dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB itu.
Teknologi ini pun sudah hadir di Indonesia. Model kereta swakemudi, misalnya, hadir dalam teknologi Communication-Based Train Control (CBTC) dan sistem Grade of Automation (GoA) level 3 di LRT Jabodebek yang memungkinkan LRT Jabodebek dioperasikan tanpa masinis.
Otomatisasi dalam kendaraan roda empat juga sudah diimplementasikan di banyak negara luar, tetapi banyak juga yang masih beruji coba. Bambang memprediksi, teknologi ini pada mobil penumpang mulai beroperasi di Indonesia sekitar 10 tahun mendatang,
”Harapannya dengan menggunakan teknologi AI, mobil otonom (swakemudi) bisa meningkatkan keselamatan,” pungkas Bambang.