Saat ini peternak ayam belum bisa melakukan ekspansi bisnis. Mereka masih bergelut dengan biaya produksi yang tinggi. Sejumlah upaya dilakukan untuk menyiasatinya, khususnya dalam rangka meningkatkan produktivitas.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Azwir Rezari, Wakil GM PT Radja Poultry Shop, memeriksa telur yang dihasilkan di peternakan ayam petelur PT Radja Poultry Shop di Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, Selasa (13/6/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Para peternak ayam tak bisa lagi menjalankan bisnis peternakan seperti biasa. Mereka perlu berinovasi dan bereksperimen dengan biaya produksi untuk meningkatkan produktivitas. Sebab, kondisi terkini belum memungkinkan pelaku usaha peternakan untuk ekspansi bisnis.
Adapun eksperimen biaya produksi antara lain pemberian prebiotik, probiotik, jamu-jamu tradisional, campuran material organik dan arang, serta suplemen. Upaya tersebut diklaim telah banyak dilakukan oleh peternak mandiri ataupun di skala perusahaan.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi mengatakan, inovasi dan eksperimen banyak dilakukan untuk meningkatkan performa produksi dan kesehatan hewan ternak. Hal itu dilakukan bersamaan dengan peningkatan kualitas kandang.
”Mau tidak mau harus dilakukan. Sejauh ini, pemberian jamu atau suplemen mampu meningkatkan daya serap pakan sehingga produktivitas daging ayam meningkat,” ujar Sugeng saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Produktivitas yang dimaksud adalah daya serap hewan ternak untuk mengubah pakan menjadi daging, yaitu food conversion ratio (FCR). FCR ayam di kalangan peternak lokal berada di kisaran 1,5. Artinya, butuh 1,5 kilogram (kg) pakan untuk menambah berat ayam sebesar 1 kg. Semakin kecil nilai FCR, maka semakin baik tingkat produktivitasnya.
Dalam menurunkan FCR, pakan dan kesehatan ayam, kata Sugeng, sangat menentukan biaya produksi. Tingginya biaya produksi akan memicu harga jual yang cukup tinggi karena menentukan untung dan rugi sebuah usaha peternakan. Hingga kini, pakan masih mengambil porsi terbesar dari ongkos produksi, yakni 70 persen.
Dari hasil percobaan, total potensi perolehan keuntungan peternakan ayam berkapasitas 20.000 ekor bisa mencapai Rp 75 juta per tahun melalui penghematan biaya produksi. Mengingat peternak ayam memiliki margin yang kecil, keuntungan dapat membantu ekonomi para peternak.
”Harga pakan ayam saat ini rata-rata berkisar Rp 9.500 per kg. Ayam tentu saja memerlukan pakan selama dua bulan masa produksi. Secara keseluruhan, biaya pokok produksi para peternak saat ini berkisar Rp 21.000-Rp 21.500 per kg daging ayam,” ucapnya.
Secara garis besar, Sugeng menyampaikan, para peternak mulai untung 7-8 persen pada 2023 setelah merugi tiga tahun berturut-turut. Walakin, keuntungan ini disebabkan produksi ayam tahun 2023 yang hanya sekitar 60 juta ekor per pekan. Jumlah itu menurun dari tahun 2022 yang diperkirakan sebanyak 70 juta ekor per pekan.
Karena itu, keuntungan berasal dari turunnya suplai ayam di pasaran, bukan dari penurunan biaya produksi. Harga pakan yang tinggi masih menjadi masalah utama tingginya biaya produksi peternak. Hal ini juga membuat para peternak sulit melakukan ekspansi.
Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) Alvino Antonio menambahkan, kondisi peternakan ayam saat ini tidak memungkinkan peternak untuk ekspansi bisnis. Mereka perlu bertahan dengan cara mengejar efisiensi produksi, memelihara kandang, dan memperbaiki sumber daya manusia.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pedagang merawat ayam broiler dagangannya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (3/7/2023). Melonjaknya harga daging ayam hingga di kisaran Rp 50.000 per kilogram, menurut rilis yang dikeluarkan BPS, menjadi salah satu penyumbang inflasi pada Juni 2023.
”Saya dan peternak lainnya pernah mencoba menggunakan probiotik ataupun ramuan jamu, tetapi peningkatan performa produksinya tidak terlalu signifikan, rata-rata hampir sama,” ungkapnya.
Pawel Kuznicki, pendiri dan Chief Executive Officer WasteX, perusahaan rintisan teknologi iklim, menyebutkan, penerapan biochar pada peternakan ayam broiler mampu meningkatkan produktivitas hewan ternak. Adapun biochar merupakan material mirip arang yang kaya karbon dan berasal dari limbah organik.
Dalam percobaannya di peternakan ayam broiler di Jawa Barat, penambahan 10 persen biochar ke alas kandang terbukti menurunkan angka kematian dan sedikit berperan dalam pengurangan FCR. Artinya, pakan yang digunakan lebih sedikit untuk menghasilkan 1 kg daging ayam broiler.
Selain itu, lanjut Pawel, pencampuran biochar sebanyak 2 persen pada pakan ayam mampu menghilangkan bakteri Escherichia coli yang ada di kotoran ayam. Dampaknya, hewan ternak menjadi lebih sehat dan rendah terhadap risiko penyakit.
”Dari hasil percobaan, total potensi perolehan keuntungan peternakan ayam berkapasitas 20.000 ekor bisa mencapai Rp 75 juta per tahun melalui penghematan biaya produksi. Mengingat peternak ayam memiliki margin yang kecil, keuntungan dapat membantu ekonomi para peternak,” jelasnya.