Jaminan Pasokan Jadi Tantangan Optimalisasi Biomassa
Menurut data Kementerian ESDM, hingga Mei 2023, pembangkit listrik tenaga bioenergi telah mencapai 3.091,4 megawatt (MW). Sebanyak 238,4 MW berasal dari sistem ”on grid” dan 2.852,9 MW dari sistem ”off grid”.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Investasi dan jaminan pasokan menjadi tantangan dalam pemanfaatan biomassa, yang juga bagian dari bioenergi. Solusi yang dapat digunakan dalam mengatasi tantangan itu ialah dengan pengembangan teknologi dalam negeri serta pemanfaatan sejumlah skema dukungan pendanaan internasional.
Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi Direktorat Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Trois Dilisusendi mengatakan, hingga Mei 2023, pembangkit listrik tenaga bioenergi telah mencapai 3.091,4 megawatt (MW).
Dari jumlah kapasitas itu, 238,4 MW berasal dari sistem on grid atau terhubung dengan jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), seperti dari limbah cair kelapa sawit (POME). Sementara off grid sebesar 2.852,9 MW yang, antara lain, berasal dari limbah sawit, industri kertas, ampas tebu, dan POME.
Namun, terdapat sejumlah tantangan dalam pemanfaatannya, termasuk jaminan keberlanjutan pasokan bahan baku dan terkait investasi. Begitu juga terkait tingginya harga pelet biomassa untuk ekspor, harga batubara yang cenderung turun setiap tahun, tata kelola pengusahaan, hingga rantai pasok biomassa yang belum terpetakan.
”Bicara pembangkit energi terbarukan saat ini relatif lebih mahal daripada (energi) fosil. Kendala investasi salah satunya dapat diselesaikan dengan teknologi dalam negeri serta pemanfaatan pendanaan internasional,” ujar Trois dalam webinar ”Penyediaan Biomassa yang Berkelanjutan untuk Pengembangan Pembangkit Listrik”, Jumat (21/7/2023).
Ia mencontohkan, Kerja Sama Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transitions Partnership/JETP) yang didapat Indonesia di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, November 2022. Dana komitmen sebesar 20 miliar dollar AS itu juga dapat dimanfaatkan untuk energi terbarukan pengganti pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara.
Trois menambahkan, salah satu kunci pengembangan biomassa agar bisa berjalan optimal ialah melalui kolaborasi oleh berbagai pihak. Misalnya, menciptakan inovasi dalam pengembangan biomassa yang langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, menciptakan sumber daya manusia berkualitas, dan mendorong transfer teknologi.
Sejauh ini, sejumlah dukungan pemerintah antara lain dengan menyelesaikan kerangka regulasi untuk mendukung investasi dan pendanaan di bidang biomassa. Juga, memfasilitasi investasi untuk mendukung pengembangan biomassa hingga meningkatkan kerja sama kementerian/lembaga terkait untuk menyediakan insentif.
Sebaran pembangkit
Vice President Aneka Energi Divisi Manajemen Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero) Dewanto menuturkan, pengembangan pembangkit listrik tenaga biomassa dan biogas sebesar 0,6 gigawatt (GW) dengan nilai proyek sekitar 1,4 miliar dollar AS. Proyek-proyek tersebut tersebar di 66 lokasi di Indonesia.
Akan tetapi, lanjut Dewanto, yang terealisasi pengerjaannya saat ini relatif sedikit. Itu termasuk tujuh pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang sudah berjalan, antara lain PLTBg (biogas) dengan kapasitas 3 MW dan PLTSa (sampah) Benowo sebesar 9 MW yang sudah beroperasi. Adapun PLTSa Surakarta sebesar 5 MW selesai konstruksi dan sedang pada tahap commissioning.
”Untuk pemanfaatan biomassa sebagai bahan baku co-firing (pencampuran biomassa dengan batubara) di PLTU PLN akan dilakukan di 52 lokasi. Hingga saat ini telah diimplementasikan di 37 lokasi,” ucap Dewanto.
Spesialis Pengembangan Bisnis Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia Tarsis Tinggi menyebutkan, dari 52 PLTU PLN yang direncanakan memanfaatkan biomassa untuk co-firing, kebutuhan paling tinggi diperkirakan pada 2025, yakni 10,2 juta ton biomassa. Total kapasitas nantinya mencapai 2,45 GW.
Tarsis menambahkan, pihaknya juga melakukan pemetaan digital, baik untuk data sekunder maupun primer. ”Kami coba untuk mengidentifikasi kebutuhan di 52 PLTU tadi. Harapannya, kami bisa melihat peta biomassa dari sisi sumbernya serta jenisnya sehingga tantangan-tantangan pasokan di hulu dapat diurai satu per satu,” ucap Tarsis.