APBN Surplus, Belanja Pemerintah Dinilai Belum Optimal
Realisasi belanja APBN sampai semester I-2023 belum mencapai separuh target dan belum menyentuh fungsi prioritas yang bisa memberi efek pendorong kuat ke ekonomi. Surplus bukan prestasi yang patut dibanggakan.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (tengah) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023). Rapat membahas rancangan rencana kerja pemerintah dan pembicaraan pendahuluan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 setelah diserahkannya Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) pekan lalu ke DPR.
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara selama semester I-2023 mencatat surplus Rp 152,3 triliun. Namun, surplus bukan prestasi yang patut dibanggakan secara berlebih karena justru menggambarkan realisasi belanja pemerintah yang kurang optimal dan perlu diakselerasi di paruh kedua tahun ini.
Sepanjang Januari-Juni 2023, realisasi belanja negara tercatat Rp 1.255,7 triliun, atau 41,7 persen dari target di APBN 2023 sebesar Rp 3.061,2 triliun. Itu terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 891,6 triliun (39,7 persen dari target APBN) dan transfer ke daerah Rp 364,1 triliun (44,7 persen dari target APBN).
Sementara itu, pendapatan negara pada periode yang sama mencapai Rp 1.407,7 triliun atau 57,2 persen dari target, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.105,6 triliun (54,7 persen dari target) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 302,1 triliun (68,5 persen dari target).
Dengan realisasi pendapatan yang masih lebih besar dari belanja itu, kinerja APBN sampai semester I-2023 pun masih mencatat surplus Rp 152,3 triliun. Sementara keseimbangan primer mencapai surplus Rp 368,2 triliun. Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan dikurangi belanja di luar pembayaran bunga utang.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, Selasa (18/7/2023), mengingatkan, surplus tidak perlu terlalu dibanggakan. Meski di satu sisi itu menunjukkan pendapatan masih terjaga, surplus juga mencerminkan bahwa uang negara belum dibelanjakan secara optimal hingga pertengahan tahun dan berpotensi dikebut di akhir tahun.
”APBN ini, kan, dihasilkan dari pungutan pajak dan non-pajak yang masuk ke kantong pemerintah. Harapannya, APBN tidak disimpan-simpan dan mengendap menjadi surplus, tetapi harus segera dibelanjakan, baik di pusat maupun daerah,” kata Eko dalam diskusi daring yang diselenggarakan Indef di Jakarta.
Eko menilai, jika kas negara disimpan menjadi surplus hingga berbulan-bulan, kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi akan semakin kecil dari seharusnya, dan membuat perekonomian tumbuh lebih lambat dari perkiraan.
”Kita perlu mengakselerasi belanja di pusat dan daerah agar ekonomi kita mampu mencapai target pertumbuhan 5,3 persen tahun ini,” ujarnya.
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef, Riza Annisa Pujarama, mengatakan, belanja pemerintah adalah salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi meskipun kontribusinya tidak sebesar komponen pengeluaran lain, seperti konsumsi rumah tangga, ekspor-impor, dan investasi atau pembentukan modal tetap bruto.
”Memang share-nya kecil, tetapi bukan berarti pemerintah bisa berleha-leha dan baru mengejar realisasi belanja di akhir tahun nanti karena biar bagaimanapun juga, belanja pemerintah adalah salah satu booster untuk mencapai pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ia menyoroti profil penyerapan belanja di tiap kementerian/lembaga yang masih banyak di bawah rata-rata nasional atau 41,7 persen. Hingga semester I-2023, ada 11 kementerian/lembaga yang tingkat penyerapan anggarannya di bawah 30 persen dan 42 K/L yang tingkat penyerapannya 30 persen-41,7 persen. Sementara ada 31 K/L yang tingkat penyerapannya sudah di atas 41,7 persen.
Belum prioritas
Realisasi belanja sejauh ini juga dinilai belum menyentuh fungsi-fungsi prioritas yang memberikan efek pendorong kuat ke ekonomi. Sebagai contoh, realisasi belanja pemerintah pusat untuk pendidikan sampai semester I-2023 baru mencapai 29,7 persen (Rp 69,42 triliun) dan akan dikejar realisasinya sebesar 48,6 persen (Rp 113,65 triliun) pada semester II-2023.
Prognosis (outlook) pemerintah untuk belanja pendidikan tahun ini juga lebih kecil dari target di APBN, yakni hanya 78,3 persen dari target. ”Padahal, pendidikan ini dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) menjadi visi utama kita untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menopang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,” katanya.
Selain itu, realisasi belanja pemerintah pusat menurut jenisnya juga masih terlalu terpusat pada belanja pegawai (51,3 persen dari target) dan belanja barang (39,2 persen dari target). Sementara belanja modal yang semestinya memberikan efek pengganda (multiplier) yang besar pada ekonomi lewat penambahan aset produktif baru direalisasikan 29,7 persen sebesar Rp 62 triliun.
”Belanja subsidi, yang menjadi penopang daya beli masyarakat, realisasinya juga baru 32,1 persen sampai pertengahan tahun ini. Untuk mencapai 50 persen pun masih cukup berat pekerjaan rumahnya,” kata Riza.
Saat memaparkan kinerja APBN semester I-2023 dan prognosis semester II-2023 di Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, belanja pemerintah sampai semester I-2023 tumbuh 0,9 persen dibandingkan tahun lalu.
”Belanja pemerintah pusat ini masih tinggi, artinya kami masih memberi dukungan yang tinggi ke berbagai kementerian dan lembaga. Ini tidak terkoreksi meskipun Covid-19 sekarang sudah jadi endemi,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah telah membelanjakan Rp 492, triliun dari belanja pemerintah pusat untuk program bantuan sosial dan pembangunan infrastruktur yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
”Ini termasuk pembangunan infrastruktur yang langsung menyangkut masyarakat banyak, seperti air bersih, jembatan, dan bantuan untuk daerah yang terkena bencana alam,” katanya.