Retribusi Masuk Destinasi Wisata Bisa Ganggu Pemulihan
Rencana pengenaan retribusi masuk Bali kepada wisatawan mancanegara bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan budaya. Namun, langkah ini dianggap bisa mengganggu pemulihan industri pariwisata.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Bali berencana mengenakan retribusi sebesar 10 dollar AS atau setara Rp 150.000 (asumsi 1 dollar = Rp 15.000) kepada setiap wisatawan mancanegara yang mau masuk ke Bali mulai pertengahan tahun 2024. Retribusi ini akan dipakai untuk menjaga kualitas alam dan budaya.
”Pengenaan retribusi masuk Bali sebesar 10 dollar AS bersifat wajib. Saat ini, peraturan gubernur sedang dibahas. Kami sudah menjelaskannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun, saat menghadiri konferensi pers mingguan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), Senin (17/7/2023), di Jakarta.
Tjok mengatakan, landasan hukum mengenakan pungutan masuk itu adalah Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali telah menerapkan pungutan serupa tetapi hanya bersifat sukarela.
Mengenai mekanisme pembayaran, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Bali akan membuat sistem secara daring. Sistem akan dilengkapi dengan mekanisme penjelasan peruntukan sekaligus pengawasan. Dengan demikian, masyarakat bisa ikut mengawasi. Keseluruhan dana retribusi tersebut akan menjadi bagian dari pendapatan asli daerah.
”Kalau masuk ke obyek wisata di Bali, saya kira tetap wisatawan dikenakan biaya. Retribusi 10 dollar AS ini hanya saat masuk ke Bali. Kami sudah mengukur bahwa nilai 10 dollar AS sudah feasible,” kata Tjok.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno menilai, rencana Pemerintah Provinsi Bali itu bertujuan positif, yaitu mendukung pelestarian alam dan budaya. Apalagi, Bali selama ini masih menjadi tumpuan kunjungan wisman.
Kemenparekraf masih menelaah teknis mekanisme atas rencana pengenaan retribusi masuk ke Bali itu. Kementerian akan memberikan tanggapan detail sekaligus turut menyosialisasikan setelah peraturan gubernurnya diketok.
”(Sejauh ini) kami berharap, wacana pengenaan retribusi masuk Bali sebesar 10 dollar bagi wisman diikuti dengan peningkatan nilai tambah layanan,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah semua provinsi bisa menjalankan kebijakan yang sama, Sandiaga memandang hal itu tergantung kondisi daerah masing-masing. Bali dianggap telah menjadi top of mind wisman dan ini memungkinkan Bali menjadi pionir dalam penerapan retribusi masuk bagi wisman.
”Kami pemerintah pusat sedang mewacanakan dana pariwisata (tourism fund) dan kami mempertimbangkan pengenaan retribusi masuk bagi wisman berlaku secara nasional. Seluruh wacana ini butuh regulasi,” kata Sandiaga.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, secara aturan, pengenaan retribusi masuk kepada wisatawan memang dibolehkan. Negara lain telah menerapkan lebih dulu.
Kendati demikian, pengenaan retribusi masuk kepada wisman perlu mempertimbangkan konteks industri pariwisata. Saat ini, industri pariwisata sedang berjuang bangkit dan pulih dari pandemi Covid-19. Dia meyakini, pelaku industri di Bali juga punya anggapan yang sama.
Sebelum pandemi Covid-19, yakni tahun 2019, jumlah kunjungan wisman secara nasional tembus 16,11 juta kunjungan. Untuk Bali, khususnya, jumlah kunjungan wisman mencapai sekitar 6 juta kunjungan.
Sementara pada 2023, pemerintah menargetkan jumlah kunjungan wisman secara nasional mencapai 8,5 juta kunjungan. Ini berarti masih sekitar setengah dari pencapaian kunjungan pada tahun 2019.
”Sejumlah negara sedang mengalami pelambatan ekonomi. Ongkos bepergian saat ini juga cenderung mahal. Lalu muncul lagi wacana pengenaan retribusi baru untuk masuk ke suatu daerah yang jadi destinasi pariwisata,” kata dia. PHRI khawatir pemulihan industri pariwisata bisa terganggu.