Sri Mulyani: Pembiayaan Transisi Energi Rumit dan Menantang
Pembiayaan yang dibutuhkan Indonesia dalam transisi energi, meliputi pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap batubara dan membangun pembangkit energi terbarukan, sangat besar.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Pembiayaan yang dibutuhkan Indonesia dalam transisi energi, meliputi pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap batubara dan membangun pembangkit energi terbarukan, sangat besar. Dalam mewujudkan komitmen internasional hingga menjadi aksi nyata butuh perjuangan yang rumit dan menantang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Indonesia EBTKE ConEx 2023 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (12/7/2023), mengatakan, dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement), sebenarnya ada komitmen agar negara-negara maju turut mendukung pembiayaan transisi energi negara-negara berkembang dan miskin.
Untuk itu, Sri Mulyani, yang juga co-chair dari Coalition of Finance Ministers for Climate Action, terus memobilisasi gerakan dan upaya agar dukungan pembiayaan transisi energi terwujud. Sumber terbesar, yakni dari sektor swasta, investment fund, hingga bank-bank pembangunan, didorong agar bisa dioptimalkan.
”Finance (pembiayaan) sangat penting (dalam transisi energi). Ini masih akan menjadi satu proses. Komunitas dan para pemangku kepentingan agar terus menyuarakan (terkait transisi energi), serta menjalankan perannya masing-masing. Sisi financing ini perjuangannya betul-betul rumit dan menantang,” kata Sri Mulyani.
Ia menambahkan, transisi energi akan sangat bergantung pada cara berdiplomasi sehingga berbagai retorika global dapat diwujudkan menjadi sebuah aksi. Namun, ada sejumlah kendala, di antaranya ada sejumlah investor yang hendak berinvestasi, tetapi enggan terlibat transaksi apa pun terkait dengan batubara.
Padahal, saat ini, penyediaan listrik di Indonesia oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) masih didominasi bahan bakar batubara, menghapus PLTU batubara tak bisa seketika dilakukan. ”Persoalan seperti ini yang harus kita sampaikan kepada dunia. Kalau ingin bertransformasi, memerlukan proses,” katanya.
Dari sisi regulasi, imbuh Sri Mulyani, Kemenkeu bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pertemuan menteri-menteri keuangan di ASEAN mengupayakan aturan sehingga pembiayaan untuk penghentian dini operasi PLTU batubara diakui dalam transisi energi. Keperluan regulasi itu pun terwadahi oleh ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance versi 2.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menambahkan, ASEAN sudah bersepakat bahwa aktivitas transaksi penghentian dini operasi PLTU batubara masuk kategori Green (hijau). ”Sehingga financial market tak perlu ragu lagi. Mereka tak akan di-punish saat masuk ke proyek itu,” ujarnya.
Proyek transisi energi
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI, sebagai country platform energy transition mechanism (ETM) menjadi lembaga di bawah Kemenkeu yang akan mengelola pendanaan terkait transisi energi di Indonesia. Pendanaan proyek terkait pengakhiran dini operasi PLTU batubara dan pembangunan pembangkit-pembangkit energi terbarukan.
Adapun kesepakatan terkait ETM, senilai 500 juta dollar AS, didapat Indonesia di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, November 2022. Di samping itu, di sela-sela KTT G20 di Bali, ada komitmen dari negara-negara maju melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dollar AS.
Febrio menjelaskan, JETP adalah komitmen dari negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) untuk berpartisipasi dalam transisi energi di Indonesia. Sementara ETM adalah cara Indonesia bekerja. Itu juga terkait dengan proyek-proyek mana yang akan didanai.
”Yang kita inginkan adalah transisi energi yang adil dan terjangkau. (Apabila dalam bentuk pinjaman lunak), nanti dites, adil dan terjangkau tidak? Lebih murah atau tidak? Kalau tidak lebih murah berarti komitmennya tak terpenuhi. Jadi, kita menagih ke mereka. Kita menyiapkan proyek-proyek (untuk dibiayai)," ucap Febrio.
Direktur Manajemen Risiko PT SMI Pradana Murti mengemukakan, dalam transisi energi, aset-aset yang dimiliki PLN maupun produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) coba dikemas agar bisa diinvestasikan. Namun, dibutuhkan persiapan proyek yang matang dan struktur proyek yang bankable.
Pendanaan berasal dari berbagai sumber, seperti APBN, commercial/INA sovereign wealth funds, JETP, hingga berbagai sumber lain seperti filantropi, bilateral/multilateral development finance, climate finance, dan impact fund. ”Ini kemudian coba di-blend," ujar Pradana.
PT SMI berada di tengah untuk mengelolanya. ”Namun, ini tak mudah karena mereka ingin membiayai dengan term & condition masing-masing. Kita coba blend kepada satu aset untuk dibiayai bersama. Jadi, ini kolaborasi yang bersifat voluntary dan tak memaksakan. Namun, butuh kesabaran dan pola pikir yang terbuka (open minded)," lanjutnya.