Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Perlu Penyesuaian
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengumumkan telah membuka konsultasi publik untuk Rancangan Peraturan Menteri tentang Perubahan atas Permenkominfo No 3/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja pada 7-22 Juli 2023.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti dinilai masih dibutuhkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah nonkomersial. Hanya saja, Bakti dianggap perlu penyesuaian organisasi dan tata kerja.
”Memang sudah saatnya membenahi Bakti. Persyaratan pengurus Bakti seharusnya lebih tinggi, mulai dari keahlian, pengetahuan, dan sikap yang penuh integritas. Meski Bakti merupakan badan layanan umum (BLU), sebaiknya para pengurusnya berasal dari kalangan profesional, ahli, senior, dan orang yang berpengalaman di bidang telekomunikasi,” ujar Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Sarwoto Atmosutarno, Minggu (9/7/2023), di Jakarta.
Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia telah memutuskan terus melakukan transformasi digital untuk layanan publik. Sebagai BLU, Bakti tetap diharapkan bertugas mendukung pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah nonkomersial.
Tugas BLU Bakti, menurut Sarwoto, juga bisa ditambah menjadi melayani teknis sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Dengan demikian, dari sistem anggaran, Bakti seharusnya semakin besar dan kompleks. Bakti secara entitas akan mewakili penyelenggara sistem elektronik publik yang tunduk kepada regulasi penyelenggaraan sistem elektronik.
”Bisa saja, suatu hari fungsi Bakti diubah dari membangun infrastruktur telekomunikasi menjadi pemanfaatan,” katanya.
Sebelumnya, pada Jumat (7/7/2023), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengumumkan telah membuka konsultasi publik untuk Rancangan Peraturan Menteri tentang Perubahan atas Permenkominfo Nomor 3 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Bakti (Berita Negara RI Tahun 2018 Nomor 739). Konsultasi publik ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan beserta perubahannya, terkait peran serta masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Masa konsultasi publik itu dibuka hingga 22 Juli 2023.
Dalam siaran pers hari yang sama, Kemenkominfo menyatakan Rancangan Perubahan Permenkominfo No 3/2018 bertujuan untuk mendukung peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Bakti. Beberapa substansi yang diubah atau disesuaikan meliputi organisasi dan tata kerja. Misalnya, ketentuan pembinaan teknis menjadi hal yang akan ditetapkan oleh Menkominfo.
Contoh lain, direktur utama Bakti harus menyampaikan laporan kepada Menkominfo melalui Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika mengenai hasil pelaksanaan tugas dan fungsi Bakti secara berkala atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
Terkait rekrutmen direktur dan kepala satuan pemeriksaan intern, naskah Rancangan Perubahan Permenkominfo No 3/2018 menyebutkan bahwa prosesnya akan dilakukan melalui seleksi terbuka. Persyaratan, tata cara, dan pelaksanaan seleksi disusun oleh panitia seleksi terbuka yang ditetapkan dengan keputusan menteri. Sementara dalam Permenkominfo No 3/2018, seleksi ataupun rekrutmen beserta persyaratan dilakukan oleh direktur utama.
Dalam konferensi pers Mei 2023, di Jakarta, Pelaksana Tugas Menkominfo Mahfud MD menyampaikan, tidak ada peserta yang lulus dalam seleksi asesmen calon direktur utama Bakti hingga ke tahap wawancara dengan menteri. Panitia seleksi kembali menggelar seleksi terbuka.
Kemudian, per 22 Juni 2023, kabar yang berkembang menyebutkan sudah ada 25 peserta lulus seleksi administrasi direktur utama Bakti.
Bakti Kemenkominfo terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek menara pemancar 4G untuk masyarakat yang tinggal di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Mantan Direktur Utama Bakti, Anang Achmad Latif, telah ditetapkan sebagai terdakwa.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, saat dihubungi Minggu (9/7/2023), di Jakarta, berpendapat, Rancangan Peraturan Menteri tentang Perubahan atas Permenkominfo No 3/2018 perlu mendapatkan masukan dari publik secara luas sebab peran Bakti sangat strategis, baik dalam urusan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T maupun mendukung percepatan transformasi digital. Ditambah lagi, Bakti sedang tersandung kasus dugaan korupsi proyek pemancar 4G.
Menurut dia, Bakti idealnya bertanggung jawab kepada presiden. Pasalnya, Bakti mengelola anggaran kewajiban pelayanan universal (universal service obligation/USO) yang besar. Proyek yang dikerjakan oleh Bakti juga tergolong besar. Namun, jika Bakti harus bertanggung jawab kepada presiden, cantolan hukumnya tidak ada.
Oleh karena itu, sampai sekarang, Bakti tetap mengikuti aturan BLU. Rancangan Peraturan Menteri tentang Perubahan atas Permenkominfo No 3/2018 tetap menyebut Bakti sebagai BLU.
Di banyak negara, lanjut Heru, masalah tata kelola USO masih menjadi perhatian. Sementara pada saat bersamaan, masih ada sejumlah penduduk di dunia yang belum mendapatkan layanan internet pita lebar. Padahal, sesuai arahan Uni Telekomunikasi Internasional (ITU), akses internet merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Sampai saat ini, dia menambahkan pentingnya mengejar pemerataan infrastruktur telekomunikasi di wilayah nonkomersial. Karena sulitnya mengandalkan operator telekomunikasi membangun di wilayah seperti itu, upaya negara melengkapi kebutuhan infrastruktur melalui Bakti. Iuran USO juga masih berjalan sehingga BLU Bakti masih dibutuhkan.
”Kebutuhan akses internet juga dinamis karena ada kemungkinan kecepatan mengakses internet mungkin tidak akan cukup lagi 1–2 mega bit per detik (Mbps) pada masa depan. Belum bisa dipastikan sampai kapan Bakti masih diperlukan (sejalan dengan tren kebutuhan akses internet yang dinamis). Mungkin ke depan, perlu ada perubahan nama, tugas, dan fungsi,” ujarnya.