Jawa-Bali Masih ”Oversupply” Listrik, Permintaan Dipacu
Kondisi kelebihan pasokan listrik menghadirkan dua sisi. Di satu sisi, keandalan sistem sangat tinggi. Di sisi lain, biayanya menjadi lebih tinggi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelebihan pasokan atau oversupply listrik masih terjadi, terutama di sistem kelistrikan Jawa-Bali dengan reserve margin atau cadangan daya terhadap beban puncak sebesar 44 persen. Sejumlah upaya dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam menyeimbangkan pasokan dan permintaan.
Berdasarkan data PLN per Juni 2023, yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/7/2023), reserve margin ini antara lain pada sistem Jawa-Bali sebesar 44 persen, Interkoneksi Kalimantan 57 persen, Sumatera 24 persen, Lombok 37 persen, dan Sulawesi Bagian Selatan 25 persen.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, dalam rapat tersebut mengatakan, kondisi kelebihan pasokan menghadirkan dua sisi. Di satu sisi, keandalan sistem menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, biayanya menjadi lebih tinggi. ”Kondisi ideal (reserve margin) 24-35 persen,” kata Darmawan.
Darmawan menambahkan, Jawa-Bali belum mendekati kondisi normal, terlebih hingga 2026 masih akan ada pembangkit-pembangkit listrik baru yang akan masuk ke sistem jaringan PLN, meski di sisi lain juga akan ada permintaan (demand) masuk. Permintaan terus dipacu guna mengimbangi pasokan.
”Pembangkit-pembangkit (yang akan masuk) ini kami sudah renegosiasi. Ada penundaan sehingga pasokan dan demand terjaga. Misalnya, ada pembangkit (berkapasitas) 2 gigawatt yang kami tunda 2 tahun sehingga kami memiliki napas untuk mengejar tambahan demand,” katanya.
Upaya memacu permintaan listrik tersebut dilakukan seiring momentum meredanya pandemi Covid-19. Pada 2022, penjualan listrik PLN mencapai 274 terawatt-jam (TWh) atau tumbuh 6 persen dibandingkan 2021. Penambahan tersebut setara dengan penambahan pendapatan PLN sebesar Rp 22,2 triliun dari tahun sebelumnya.
Sejumlah upaya lain, imbuh Darmawan, adalah captive acquisition (akuisisi beban listrik) dan pelaksanaan program diskon tambah daya. ”Selain itu, program electrifying lifestyle, electrifying agriculture, electrifying marine, dan hilirisasi pengembangan kawasan industri,” ujarnya.
Inovasi
Di samping itu, PLN juga mengimplementasikan Smart-meter dengan advanced metering infrastructure (AMI). Inovasi tersebut merupakan bagian dari upaya meningkatkan keandalan dan efisiensi operasi. ”Dengan mengadopasi AMI, pengukuran konsumsi listrik menjadi jauh lebih akurat, otomatis, dan real time monitoring. Juga meminimalisasi potensi kesalahan pencatatan akibat human error dan mencegah kecurangan transaksi listrik,” kata Darmawan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno menuturkan, program Smart-meter AMI yang dipromosikan oleh PLN untuk mengganti meteran listrik konvensional harus betul-betul mempermudah masyarakat dalam mengelola tagihan listrik.
”Kami berharap program ini benar-benar membantu masyarakat dalam mengetahui tagihan listrik setiap bulan,” kata Eddy.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Rofik Hananto, mengapresiasi inovasi penggunaan Smart-meter AMI. Namun, ia menekankan agar proses perubahan dari meteran konvensional ke meteran digital tersebut dilakukan secara transparan dan tak ada penyalahgunaan anggaran.
Ia pun meminta PLN melakukan sosialisasi program itu dengan baik. ”Itu agar masyarakat mengetahui manfaat dari sistem tersebut, terutama pemasangannya yang dilakukan dengan gratis,” ucapnya.