IMF Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5 Persen Tahun Ini
Kendati melambat, perekonomian Indonesia diproyeksikan masih mampu tumbuh di level 5 persen pada tahun 2023 dan 5,1 persen pada tahun 2024.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Dana Moneter Internasional atau IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa terjaga di kisaran 5 persen pada tahun 2023 dan 2024. Meski sedikit melambat, proyeksi pertumbuhan ekonomi RI itu termasuk yang tertinggi di antara negara G20 dan ASEAN-6 lainnya.
Hal tersebut diproyeksikan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023, Article IV Consultation with Indonesia yang dipublikasikan pada Senin (26/6/2023). Dalam laporan tersebut, IMF menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 5,3 persen.
Kendati melambat, perekonomian Indonesia diproyeksikan masih mampu tumbuh di level 5 persen pada 2023 dan 5,1 persen pada 2024. Proyeksi itu masih lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan rata-rata global, yaitu 2,8 persen pada 2023 dan 3,0 persen pada 2024.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga termasuk yang tertinggi di antara negara-negara G20 dan ASEAN-6, bersama dengan Filipina, India, dan Vietnam. Prediksi IMF ini masih lebih tinggi dari Bank Dunia, yang memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,9 persen pada 2023.
IMF menilai, pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi hingga detik ini terhitung kuat. Hal itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 5,3 persen pada 2022, terdorong oleh kinerja ekspor yang solid, pulihnya permintaan domestik, serta berkah ”durian runtuh” akibat naiknya harga komoditas dunia.
Untuk ke depan, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 dan 2024 diperkirakan sedikit melambat karena kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ketat serta normalisasi harga komoditas. ”Berbagai risiko itu akan bisa dikelola dalam jangka pendek, tetapi tetap saja kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian akan membayangi prospek pemulihan,” tulis laporan tersebut.
Di tengah ketidakpastian itu, IMF meyakini kondisi fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat. Keputusan pemerintah untuk mengelola kebijakan fiskal dengan penuh disiplin akan membantu menopang pertumbuhan ekonomi.
Prediksi IMF ini masih lebih tinggi dari Bank Dunia, yang memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,9 persen pada 2023.
Seperti diketahui, sejak tahun 2022, pemerintah berhasil menekan defisit APBN kembali ke batas aman di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Tahun ini, defisit diperkirakan di kisaran 2,84 persen terhadap PDB.
”Untuk menjaga hal itu, Pemerintah Indonesia perlu memiliki strategi fiskal jangka menengah yang konkret, khususnya terobosan untuk meningkatkan laju penerimaan negara, melanjutkan reformasi subsidi energi, dan memperluas lagi skema perlindungan sosial,” papar IMF dalam laporannya.
Mewaspadai
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, Rabu (28/6/2023), mengatakan, Indonesia masih perlu mewaspadai sejumlah risiko eksternal yang masih tinggi. Pertama, melambatnya ekonomi global yang bisa menekan harga komoditas ekspor andalan Indonesia.
Kedua, volatilitas pasar keuangan global akibat sentimen kegagalan perbankan Amerika Serikat dan pengetatan likuiditas global. Ketiga, meningkatnya tensi geopolitik.
Febrio mengatakan, untuk jangka menengah–panjang, pemerintah akan melanjutkan reformasi struktural ekonomi yang tidak berhenti meski di tengah pandemi. ”Konsolidasi kebijakan makroekonomi juga terus kita lakukan, termasuk mengembalikan defisit APBN di bawah 3 persen dari PDB, satu tahun lebih cepat dari rencana awal,” katanya.
Salah satu strategi andalan pemerintah untuk jangka menengah-panjang adalah transformasi ekonomi melalui hilirisasi untuk mendorong struktur ekonomi bernilai tambah tinggi. Seiring dengan itu, pemerintah juga mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan penguatan institusi.
”Berbagai upaya reformasi ini akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan inklusif,” ujar Febrio.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, salah satu indikator perekonomian Indonesia masih cukup solid adalah kinerja APBN yang masih terkelola dengan baik. Meski laju penerimaan negara mengalami perlambatan dalam beberapa bulan terakhir, secara umum kondisi fiskal masih dalam kategori sehat.
”Kalau ukuran bagus adalah surplus pada anggaran dan pendapatan primer, kondisi pertumbuhan pajak kita sampai Mei ini masih bisa dikatakan bagus,” ujarnya saat dihubungi terpisah.
Kemenkeu mencatat, sepanjang Januari-Mei 2023, APBN masih berhasil mencatat surplus sebesar Rp 204,3 triliun. Hal itu disebabkan oleh total realisasi penerimaan negara sebesar Rp 1.209,3 triliun yang masih lebih tinggi dibandingkan belanja negara sebesar Rp 1.005 triliun.
”Memang ada perlambatan dari sisi penerimaan, tetapi ini sudah bisa diprediksi dan diantisipasi akibat basis perhitungan yang sangat tinggi pada tahun lalu dan faktor harga komoditas yang menuju normal,” tutur Yusuf.