Solusi Digital untuk Dongkrak Efisiensi Pengelolaan Produk Pertanian
Solusi teknologi digital, seperti IoT pendeteksi kondisi tanah dan sistem manajemen pertanian presisi, adalah salah satu cara untuk mengatasi beragam masalah yang mengganggu produktivitas petani.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
WONOGIRI, KOMPAS — Solusi teknologi digital, seperti benda terhubung internet (IoT) sensor pendeteksi kondisi tanah dan sistem manajemen pertanian presisi, dapat membantu meningkatkan efisiensi pengelolaan produksi dan distribusi beras. Jika solusi teknologi digital ini konsisten dijalankan, diyakini dapat berkontribusi meningkatkan kesejahteraan petani.
Implementasi IoT sensor pendeteksi kondisi tanah dan sistem manajemen pertanian presisi di antaranya mulai diterapkan di Desa Pule, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Jawa Tengah. Sebanyak delapan kelompok tani di bawah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Makmur Kecamatan Selogiri bermitra dengan Indico, anak perusahaan Telkomsel yang bergerak di bidang pengembangan ekosistem digital.
Penerapan solusi oleh kelompok tani ini dilakukan sejak April 2023. Total lahan sawah yang mendapat perlakuan solusi digital tersebut mencapai 40 hektar.
CEO Indico Andi Kristianto menjelaskan, mulanya, petani membuat perjanjian kerja sama dengan Indico melalui platform Telkomsel Digital Food Ecosystem untuk mengimplementasikan solusi pertanian digital. Tanah dianalisis dengan IoT pendeteksi kondisi tanah sehingga muncul rekomendasi pupuk. Lalu, dilakukan penanaman. Selama proses tanam, petani bisa mencatat dan memantau melalui my.dfe.farm. Diberikan pula pendampingan ahli agronomi.
Tanah dianalisis dengan IoT pendeteksi kondisi tanah sehingga muncul rekomendasi pupuk.
”Di sisi hulu (on farm), para petani anggota Gapoktan Tani Makmur Kecamatan Selogiri menggunakan pesawat tanpa awak atau drone untuk penyiraman pupuk sehingga membantu mengefisienkan ongkos pupuk. Kemudian, dari sisi hilir, kami menerapkan juga pembelian gabah dengan harga pantas dan bekerja sama dengan distributor,” ujarnya usai acara Seremoni Panen Raya Telkomsel Digital Food Ecosystem, Senin (26/6/2023), di Wonogiri.
Andi menambahkan, ”Kami mengimplementasikan hulu-hilir seperti ini karena kalau petani cuma dikenalkan perangkat solusi digital saja, mereka akan ragu.”
Menurut Andi, sejauh ini hasil yang didapat positif. Produksi gabah Gapoktan Tani Makmur Kecamatan Selogiri di lahan 40 hektar naik 8 persen. Harga gabah mereka juga bisa bersaing 20 persen lebih tinggi. Hal itu karena kualitas gabah yang lebih baik dibandingkan gabah dari lahan pertanian yang tidak menggunakan sistem manajemen pertanian presisi.
”Kami menargetkan bisa memperluas implementasi teknologi ini sampai total luas lahan sawah menjadi 1.000 hektar pada akhir 2023. Ini target untuk Jawa Tengah,” kata Andi.
Dengan bukti hasil tersebut, Andi meyakini, solusi teknologi digital IoT pendeteksi kondisi tanah dan sistem manajemen pertanian presisi bisa diterapkan pada komoditas pertanian lain. Indico pun terbuka bekerja sama dengan peneliti, akademisi, perusahaan rintisan bidang teknologi pertanian (start upagritech) lain, dan lembaga keuangan.
Camat Selogiri, Wonogiri, Sigit Purwanto mengatakan, perkembangan teknologi merupakan keniscayaan, termasuk di sektor pertanian. Pemakaiannya dia yakini bisa membantu produktivitas petani. Kecamatan Selorejo merupakan penyangga pertanian di Wonogiri. Di Wonogiri, sebagian besar penduduk merupakan petani.
”Namun, kami masih sering mengalami masalah klasik berupa kekurangan pupuk. Padahal, menurut catatan kami, stok pupuk selalu cukup,” katanya.
Setelah diusut ternyata di kalangan petani masih muncul pemakaian pupuk berlebih, dengan anggapan hal itu bisa meningkatkan produksi. Sebaliknya, praktik seperti itu justru akan mengurangi kualitas tanah.
Solusi teknologi digital (seperti IoT pendeteksi kondisi tanah dan sistem manajemen pertanian presisi) adalah salah satu cara mengatasi deretan permasalahan yang mengganggu produktivitas petani.
”Dengan memanfaatkan solusi teknologi digital pertanian, kami berharap perilaku tersebut bisa diminimalkan. Jadi, penggunaan pupuk lebih tepat. Cara kerja petani bisa ditingkatkan lebih efisien,” tutur Sigit.
Wakil Bupati Wonogiri Setyo Sukarno menambahkan, permasalahan lain yang dihadapi pertanian di Wonogiri terkait ketersediaan air, rusaknya jalur irigasi, dan perubahan iklim. Usaha yang dirintis petani juga belum semuanya presisi.
Pada tahun 2022, produksi gabah kering giling di seluruh lahan persawahan di Jawa Tengah mencapai 429.554 ton. Berbagai permasalahan yang dihadapi para petani berpotensi mengganggu produktivitas produksi-distribusi beras.
”Solusi teknologi digital (seperti IoT pendeteksi kondisi tanah dan sistem manajemen pertanian presisi) adalah salah satu cara mengatasi deretan permasalahan yang mengganggu produktivitas petani,” ujarnya.
"Agritech"
Ketua Gapoktan Tani Makmur Kecamatan Selogiri Bambang Setyadi mengatakan, salah satu manfaat nyata penerapan solusi digital ini adalah pengecekan kondisi kesuburan tanah bisa lebih cepat. Penyemprotan pupuk menggunakan drone juga dirasakan lebih tepat guna.
Bambang membenarkan pernyataan Sigit dan Setyo bahwa permasalahan petani cukup kompleks. Selama proses tanam, bukan hanya masalah ketersediaan air, melainkan ada juga persoalan hama. Masih ada solusi lain yang dibutuhkan segera untuk mengatasi permasalahan produktivitas petani.
Sesuai Agritech Report 2020 yang disusun Crowde dan DSInnovare, hingga tahun 2019, baru 4,5 juta petani yang telah memanfaatkan internet. Jumlahnya setara 13,44 persen dari total petani di Indonesia.
Penyemprotan pupuk menggunakan drone juga dirasakan lebih tepat guna.
Mengutip Tech in Asia dalam artikel ”Daftar Start Up Agritech dan Layanan E-Grocery di Indonesia” (12/12/2022), berdasarkan model bisnisnya, start up agritech terdiri dari usaha pendanaan dan investasi, e-dagang, edukasi dan pelatihan, serta pengembangan teknologi. Contoh start up agritech bidang pendanaan dan investasi di Indonesia yaitu Crowde dan eFishery. Sementara contoh start up agritech di edukasi dan pelatihan yaitu Agree dan TaniHub.
Adapun start up agritech di bidang e-dagang misalnya Segari, Sayurbox, dan TaniHub. Di bidang teknologi, ada Aria, EraTani, dan Hara.
Frekuensi pendanaan start up agritech di Indonesia 2018 hingga Agustus 2022 mengalami tren kenaikan. Sebagai gambaran, terdapat empat kesepakatan investasi pada tahun 2018 senilai 6,3 juta dollar AS. Pada 2019, jumlah kesepakatan tercatat delapan dengan nilai 18,5 juta dollar AS. Pada 2020, jumlah kesepakatan tetap 8 tetapi nilainya 54,5 juta dollar AS.
Lalu, pada 2021, jumlah kesepakatan investasi start up agritech di Indonesia mencapai 15 dengan nilai 204,3 juta dollar AS. Sampai Agustus 2022, jumlah kesepakatan naik menjadi 20 dengan nilai 314,8 juta dollar AS.