Antisipasi Risiko Global, BI Tahan Suku Bunga di Level 5,75 Persen
BI kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada posisi 5,75 persen. Tingkat suku bunga acuan ini sudah bertahan enam bulan sejak Januari 2023.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
DOKUMENTASI BANK INDONESIA
Jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Jakarta, Kamis (22/6/2023). Mereka adalah (dari kiri ke kanan) Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, Deputi Gubernur BI Dony P Joewono, Gubernur BI Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Deputi Gubernur BI Juda Agung, dan Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta.
JAKARTA, KOMPAS — Kendati inflasi terus melandai, Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen. Ini dilakukan salah satunya untuk menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian perekonomian global. Suku bunga acuan di level 5,75 persen sudah bertahan selama enam bulan.
”Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini konsisten dengan sikap kebijakan moneter BI untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2-4 persen pada sisa tahun 2023,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam jumpa pers, Kamis (22/6/2023).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi berbasis indeks harga konsumen (IHK) per Mei 2023 sebesar 4 persen secara tahunan, menurun dibandingkan April 2023 yang sebesar 4,33 persen.
Menurunnya inflasi, lanjut Perry, adalah hasil positif dari konsistensi kebijakan moneter. Selain itu, hasil dari sinergi pengelolaan inflasi antara BI dan pemerintah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di sejumlah daerah.
Perry menambahkan, keputusan mempertahankan tingkat suku bunga acuan itu diambil karena besarannya masih diperlukan dalam rangka penguatan stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation). Perputaran aktivitas ekonomi dan manufaktur dalam negeri telah meningkatkan permintaan barang impor baik sebagai barang konsumsi maupun barang bahan baku. Nilai tukar rupiah yang terjaga diharapkan bisa menahan inflasi dari aspek barang impor.
Selain itu, lanjut Perry, keputusan itu untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global. Ia menjelaskan, ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan ekonomi yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi. Kondisi ini bisa memicu arus modal keluar yang lebih besar.
Terbukti, di dalam negeri, arus modal keluar lebih besar ketimbang yang masuk dalam beberapa waktu terakhir. Sejak awal Maret hingga 20 Juni 2023, arus modal keluar tercatat 0,87 miliar dollar AS, lebih besar ketimbang arus modal masuk yang sebesar 0,13 miliar dollar AS.
Ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah pada awal Juni sampai dengan 21 Juni 2023 secara rerata sedikit melemah sebesar 0,56 persen dibandingkan dengan rerata kurs Mei 2023. Namun, jika dilihat sejak awal tahun hingga 21 Juni, rupiah terapresiasi 4,17 persen. Ini lebih baik dari apresiasi rupee India dan peso Filipina masing-masing sebesar 0,85 persen dan 0,15 persen. Sementara itu, baht Thailand malah mengalami depresiasi 0,70 persen.
Mengutip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis (22/6/2023) ditutup di posisi Rp 14.918, sedikit menguat dibandingkan perdagangan sehari sebelumnya di level Rp 14.982.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI menjalankan berbagai operasi moneter, seperti melakukan intervensi pasar dan mengoptimalkan term deposit valas devisa hasil ekspor.
Menguntungkan
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, mengatakan, kondisi saat ini relatif menguntungkan untuk Indonesia. Menurunnya harga komoditas minyak dunia turut menurunkan harga BBM sehingga inflasi bisa ikut melandai.
Inflasi pun turun dan masuk dalam rentang target lebih cepat daripada perkiraan. Sebelumnya ,inflasi diperkirakan baru masuk sasaran target pada September 2023 atau paling cepat semester kedua 2022.
Dari aspek global, keputusan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserves, yang menahan sementara kenaikan suku bunga memberikan angin segar bagi kestabilan nilai tukar rupiah.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, memperkirakan, di tengah inflasi yang melandai dan ketidakpastian yang masih menyelimuti perekonomian global, BI diyakini akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen sampai akhir tahun.