Respons Pemerintah Tangani LSD Dinilai Belum Efektif
Keterbatasan vaksin menyulitkan peternak menjual ternaknya menjelang Idul Adha. Padahal, vaksin jadi syarat hewan ternak dapat dikirim lintas pulau, sementara hari raya ini jadi momen peternak mendapatkan untung.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah mengatur lalu lintas ternak dinilai belum efektif menangani kasus lumpy skin disease(LSD) atau dikenal dengan penyakit lato-lato. Selain kalah efektif dibandingkan dengan vaksinasi, kebijakan itu membutuhkan tenaga pemeriksa dan pengawas yang memadai.
Selain itu, peternak yang ternaknya belum mendapatkan vaksin mesti menanggung biaya pemeriksaan jika ingin menjual ternaknya antarpulau. Padahal, hari raya Idul Adha menjadi momen singkat bagi peternak mendapatkan keuntungan atas hasil jerih payahnya.
Menurut anggota Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) sekaligus Dewan Pakar Yayasan Cattle Buffalo Club (CBC) Indonesia, Rochadi Tawaf, respons pemerintah dengan mengatur lalu lintas ternak belum efektif menangani LSD. Kebijakan itu justru membebani pemerintah.
”Berdasarkan laporan yang saya terima, jumlah tenaga (yang berkaitan dengan pengawasan dan pemeriksaan lalu lintas ternak) sedikit sehingga tidak efektif. Ongkos pemeriksaan hewan pun mahal bagi peternak yang daya belinya sedang menurun,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (20/6/2023).
Sebelumnya, Yayasan CBC Indonesia serta Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menggelar seminar secara daring berjudul ”Update PMK dan LSD, Bagaimana Lalu Lintas Ternak Menuju Qurban?”, Sabtu (17/6/2023). Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Makmun; Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Indyah Aryani; serta Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Rismiati hadir dalam seminar tersebut.
Ketua Umum PPSKI Nanang Purus Subendro menilai, vaksinasi LSD berperan signifikan pada lalu lintas ternak. ”Menjelang Idul Adha yang menjadi tumpuan (pendapatan bagi peternak), keterbatasan vaksin menyulitkan peternak. Syarat hewan ternak dapat berlalu lintas antarpulau adalah telah divaksin. Imbasnya, ruang gerak ternak menuju daerah pemasaran terganggu,” ujarnya saat membuka seminar itu.
Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengawasan Lalu Lintas Hewan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Penyakit Hewan Lainnya di Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lalu lintas ternak antarpulau mewajibkan sertifikat verteriner, karantina, serta pemeriksaan fisik dan dokumen. Pemeriksaan fisik berarti pemeriksaan klinis terhadap hewan.
Saat ini, kata Makmun, Kementerian Pertanian tengah menyiapkan 4 juta dosis vaksin LSD. ”Kami juga sedang meregistrasi 2 merek dagang vaksin LSD. Masalahnya, pasokan di dunia terbatas, tetapi permintaannya banyak. Kami upayakan pada Juli-Agustus mendatang makin banyak vaksin yang dibeli karena ketersediaan di dunia meningkat,” ujarnya dalam diskusi yang sama.
Kementerian Pertanian mencatat, per 1 Juni 2023, jumlah kasus LSD di Indonesia mencakup 64.000 ternak yang tersebar di 16 provinsi. Jumlah kasus tertinggi terjadi di Jawa Tengah, yakni dengan sekitar 23.000 kasus. Sementara sejak 2022 hingga Juni 2023, realisasi distribusi vaksin LSD telah mencapai 896.900 dosis. Jawa Timur menjadi penerima vaksin dengan jumlah tertinggi, yakni 320.000 dosis. Makmun mengatakan, Jawa Timur menjadi prioritas karena merupakan wilayah produsen sehingga tidak mengganggu distribusi hewan ternak.
Terkait syarat lalu lintas ternak di tengah wabah LSD, Makmun memerinci, hewan sudah divaksin minimal 21 hari sebelum dilalulintaskan serta tidak menunjukkan gejala klinis LSD yang dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan. Bagi yang belum divaksin, hewan ternak harus diisolasi selama 28 hari sebelum dilalulintaskan, dilakukan uji laboratorium maksimal lima sampel dengan hasil negatif, serta tidak menunjukkan gejala klinis LSD beserta pembuktiannya. ”Pemeriksaan (hewan yang belum divaksin) ditanggung peternak. Semoga tidak berdampak pada keuntungan peternak,” ujarnya.
Indyah menyatakan, Jawa Timur perlu menjadi prioritas karena mengalami surplus hewan ternak yang dapat didistribusikan ke provinsi-provinsi lain sehingga penting untuk mengupayakan tidak menjadi sumber penyakit. Sebagai wilayah produsen, lalu lintas ternak di Jawa Timur pun tinggi. Populasi hewan ternak di Jawa Timur mencapai 10,4 juta ekor.
Berdasarkan data ketersediaan hewan ternak kurban Jawa Timur pada 2023, surplus sapi diperkirakan mencapai 946.849 ekor, kambing 517.469 ekor, domba 241.709 ekor, dan kerbau 4.237 ekor. Di sisi lain, 76,13 persen kabupaten/kota di Jawa Timur sudah tergolong wilayah tertular LSD.
Realisasi vaksinasi LSD di Jawa Timur telah mencapai 99,4 persen dari alokasi atau setara dengan 318.200 dosis. ”Madura menjadi prioritas karena mengirim ternak hingga ke Banjarmasin, Tarakan, dan Riau,” kata Indyah.
Dari sisi provinsi konsumen, Rismiati menilai, pengawasan, pemeriksaan, dan pendataan di tempat penampungan hewan perlu diperkuat untuk mencegah LSD. Dia menyebutkan, pemerintah daerah menerjunkan 700 tenaga untuk memeriksa dan mendata hewan ternak. Meskipun demikian, dia berpendapat, LSD tidak menyurutkan jumlah penjualan hewan ternak. Data menunjukkan, jumlah penjualan hewan kurban di Jakarta pada 2022 meningkat 8,86 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 73.250 ekor. Penjualan kambing naik 23,12 persen, sedangkan sapi turun 3,75 persen.