Kendati Tumbuh Signifikan, Kepesertaan Pekerja Informal Masih Rendah
Jumlah pekerja yang aktif sebagai peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebanyak 35,8 juta orang per 2022. Dari jumlah ini, 17 persen atau sekitar 6 juta orang di antaranya merupakan peserta bukan penerima upah.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pekerja informal yang tercatat sebagai peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan kategori bukan penerima upah sebanyak 6 juta orang pada 2022. Jumlah itu tumbuh 69,04 persen dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Namun, angka itu masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah pekerja informal yang secara nasional sekitar 80 juta orang.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengakui, jumlah peserta bukan penerima upah (BPU) masih sedikit. Namun, dia menekankan bahwa pertumbuhan kepesertaannya signifikan. Hal ini diduga karena terjadi pergeseran pekerja dari formal ke informal selama pandemi Covid-19.
”Pada saat pandemi Covid-19, karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) marak. Selama sembilan tahun terakhir, baru pada tahun 2022, angka pertumbuhan peserta BPU naik setinggi itu (69,04 persen),” ujarnya saat menghadiri acara Paparan Publik Hasil Audit Laporan Keuangan dan Laporan Pengelolaan Program Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (12/5/2023).
Anggoro menjelaskan, tahun lalu, tim kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan juga gencar melakukan sosialisasi dan akuisisi yang di antaranya melalui sistem keagenan. Aktivitas ini dipercaya ikut meningkatkan jumlah peserta BPU pada tahun 2022, selain faktor kondisi pasar kerja.
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin mengatakan, pihaknya menargetkan pertumbuhan peserta BPU sebesar 90 persen pada tahun 2023. Salah satu cara memenuhi target itu adalah fokus pada ekosistem desa. BPJS Ketenagakerjaan akan menguatkan sistem keagenan sampai ke tingkat desa, bekerja sama dengan badan usaha milik desa dan tokoh masyarakat setempat.
”Jika ditelaah, 80 persen dari total 6 juta peserta BPU tahun 2022 ternyata tinggal di desa. Di desa juga terdapat banyak pekerja yang rentan secara ekonomi dan sosial. Mereka harus terlindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Dilihat dari latar belakang, 6 juta orang peserta BPU jaminan sosial ketenagakerjaan didominasi oleh petani, nelayan, dan mitra pengemudi ojek daring. Sisanya merupakan tenaga kerja minat bakat, seperti pekerja seni dan atlet.
Selain menyasar ekosistem desa, BPJS Ketenagakerjaan akan masuk ke ekosistem perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Sebab, di ekosistem ini biasanya juga banyak pekerja informal dan pekerja rentan secara sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, mitra kurir dan pekerja paruh waktu di UMKM.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, saat dihubungi secara terpisah, berpendapat, regulasi yang ada sebenarnya telah mendukung peningkatan kepesertaan BPU. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial, misalnya, mewajibkan pekerja informal dan kemitraan mengikuti jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).
Selain itu, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan Jaminan Hari Tua. Permenaker ini mewajibkan perusahaan platform digital ride hailing mendaftarkan mitra ojek daring sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Adapun Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengamanatkan agar 26 kementerian/lembaga ikut mendorong kepesertaan.
”Hal yang harus dipastikan adalah sejauh mana implementasi atas regulasi- regulasi tersebut. Dalam konteks Permenaker No 5/2021, misalnya, hal yang harus dicek adalah apakah Kementerian Ketenagakerjaan ikut memastikan isi perjanjian kerja sama kemitraan platform ride hailing dengan mitra pengemudi? Lalu, apakah Presiden telah mengevaluasi kementerian/lembaga mana saja yang telah menjalankan Inpres No 2/2021?” ujar Timboel.
Sesuai data Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk bekerja per Februari 2023 mencapai 138,63 juta orang. Sekitar 60,12 persen atau 83 juta orang di antaranya merupakan pekerja informal.
Menurut dia, apabila seluruh regulasi dijalankan, seluruh pekerja informal secara nasional bisa terlindungi jaminan sosial ketenagakerjaan. Capaian kepesertaan BPU saat ini dia nilai masih jauh di bawah total porsi pekerja informal nasional.
”Beberapa pemerintah daerah sebenarnya telah memfasilitasi pekerja informal dan rentan (untuk) mendaftar. Mereka juga membantu iuran setahun langsung, seperti pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, dan Jambi. Apabila pemerintah pusat dan daerah mau membantu menganggarkan iuran, kami rasa itu akan berdampak positif,” tuturnya Timboel.