Likuiditas Melimpah, Penyaluran Kredit 2023 Diprediksi Tumbuh 10-12 Persen
Pertumbuhan kredit industri perbankan tahun ini diperkirakan mencapai 10-12 persen. Ini ditopang likuiditas yang melimpah dan permintaan kredit yang tinggi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Posisi likuiditas yang melimpah di pasar diperkirakan akan mendukung pertumbuhan penyaluran kredit hingga akhir tahun. Permintaan kredit pun tetap tinggi ditopang kredit konsumsi dan investasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae memperkirakan pertumbuhan kredit bank akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini. Hal ini ditopang agregat pasokan yang tinggi yang ditandai likuiditas yang masih melimpah.
Likuiditas yang melimpah ditandai dengan tingkat rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) Maret 2023 yang sebesar 128,87 persen, lebih tinggi dari ambang batas ketentuan yang sebesar 50 persen. Begitu pula dengan alat likuid/DPK (AL/DPK) pada level 28,91 persen, di atas ambang batas 10 persen.
Adapun dari sisi permintaan kredit, lanjut Dian, penyaluran kredit dari segmen konsumsi dan investasi masih cukup besar dan terjaga dengan baik.
”Melihat indikator-indikator ini, penyaluran kredit bank tahun ini masih sesuai target, yakni 10-12 persen, sesuai dengan risk appetite yang tercantum dalam rencana bisnis bank (RBB),” ujar Dian, Kamis (11/5/2022).
Sampai dengan triwulan pertama tahun ini, penyaluran kredit bank sebesar Rp 6.446 triliun bertumbuh 9,93 persen secara tahunan. Pertumbuhan penyaluran kredit utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 11,4 persen secara tahunan. Adapun kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing tumbuh 9,52 persen dan 9,2 persen.
Pada saat yang sama, penghimpunan DPK juga bertumbuh. Pada triwulan pertama tahun ini, penghimpunan DPK sebesar Rp 8.005 triliun bertumbuh 7 persen secara tahunan.
Ekonom yang juga Rektor Perbanas Institute Hermanto Siregar berpendapat, saat pandemi penyaluran kredit bank sempat terkontraksi. Ini tak lain karena aktivitas ekonomi terhambat pembatasan kegiatan sosial.
Namun, selepas pandemi seiring dengan aktivitas perekonomian yang kembali menggeliat, permintaan kredit pun meningkat. Pada saat yang sama, likuiditas di pasar yang digelontorkan bank sentral selama pandemi untuk menstimulus perekonomian, masih tersisa banyak.
”Artinya, perbankan masih memiliki ruang pertumbuhan penyaluran kredit yang besar,” ujar Hermanto.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, sampai dengan Maret 2023, fungsi intermediasi bank sebetulnya sedikit melambat. Pertumbuhan kredit yang sebesar 9,9 persen sedikit menurun dibandingkan 2022 yang di atas 10 persen. Begitu pula dengan pertumbuhan DPK yang melambat.
Meski demikian, posisi likuiditas masih sangat melimpah. Adapun dari sisi permintaan, konsumsi dan belanja masyarakat yang besar akan jadi penopang kredit bank.
Asmoro menambahkan, walaupun tengah terjadi gejolak perbankan di AS, industri perbankan dalam negeri dalam kondisi sehat. Fungsi intermediasi bisa tetap berjalan normal sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
”Perbankan Indonesia masih relatif terlindungi dari dampak gagalnya perbankan AS, karena eksposur yang relatif sangat terbatas,” jelasnya.