Indonesia Perluas Pembayaran QRIS Lintas Negara di Asia
Per Maret 2023 penggunaan QRIS tercatat mencapai Rp 15,35 triliun dengan volume sekitar 153 juta transaksi. QRIS diproyeksi dapat mencapai 45 juta pengguna dengan jumlah transaksi bisa mencapai 1 miliar pada tahun ini.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain Malaysia dan Thailand, Indonesia menargetkan negara-negara lain, seperti Singapura, Filipina, India, Jepang, dan Korea Selatan, dalam interkoneksi Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS lintas negara. Transaksi tersebut turut mendorong penggunaan mata uang lokal negara masing-masing dalam transaksi bilateral (local currency transaction/LCT).
Bank Indonesia (BI) dan Bank Negara Malaysia (BNM) dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital 2023, Senin (8/5/2023), meresmikan interkoneksi pembayaran antara Indonesia dan Malaysia berbasis QR Code. Selain memberikan kenyamanan bagi para wisatawan di antara kedua negara, interkoneksi pembayaran ini diharapkan juga turut memberikan sumbangsih pada sektor pariwisata dan ritel kedua negara.
Interkoneksi tersebut merupakan tonggak pencapaian BI dalam menerapkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. Lebih lanjut, pembayaran lintas negara ini akan terus dikembangkan ke semua negara di Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura dan Filipina.
”Untuk Singapura yang pengembangannya lebih dekat, akan didorong melalui koordinasi dan dengan persiapan-persiapan lainnya. Sesuai dengan rencana dalam blue print, kemungkinan pada Q4-2023 kita bisa live dengan Singapura. Kalau untuk Filipina, kita masih harus bersiap-siap dan menyesuaikan dengan dinamika yang dihadapi mereka (Filipina),” ujar Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono dalam diskusi daring.
Implementasi pembayaran lintas negara antara Indonesia dan Malaysia telah melalui uji coba sejak Januari 2022 dengan tingkat keberhasilan mencapai 100 persen. Sebagai negara yang memiliki mobilitas antarpenduduk tertinggi, volume transaksi kedua negara tersebut diharapkan terus meningkat seiring dengan sosialisasi dan upaya pemerintah dalam memfasilitasi penggunaan-penggunaan di berbagai merchant di kedua belah pihak.
Dicky menambahkan, program pembayaran lintas negara sebagai bagian dari inklusi digital telah memasuki proses persiapan di negara-negara ASEAN-5, yakni Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Untuk mewujudkannya diperlukan kerja sama antarnegara.
”Di luar ASEAN-5, kita juga melakukan diskusi dan persiapan kerja sama dengan Jepang, India, dan Korea Selatan. Ini yang mungkin nanti kita bisa harapkan bisa ada kesetaraan dalam transaksi dan standarnya difasilitasi oleh antarnegara,” ucap Dicky.
Adapun jenis-jenis penggunaan QRIS lintas negara turut memfasilitasi transaksi-transaksi ritel antarpenduduk di negara yang bekerja sama. Menurut Dicky, QRIS lintas batas turut menjadi salah satu modal dalam penyelenggaraan LCT.
Sampai dengan Maret 2023 penggunaan QRIS tercatat mecapai Rp 15,35 triliun dengan volume sekitar 153 juta transaksi. Dengan dukungan dan kerja sama yang terjalin antarnegara, proyeksi QRIS pada tahun ini diperkirakan dapat mencapai 45 juta pengguna dengan jumlah transaksi bisa mencapai 1 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menambahkan, di belakang penggunaan QRIS lintas negara, terdapat penggunaan LCT. Erwin mencontohkan, saat orang Thailand datang ke Bali dan membayar menggunakan QR, maka pembayaran sudah terkoneksi.
”Di belakang itu, transaksi diselesaikan dengan mata uang lokal tanpa melalui dollar AS. Jadi, sebenarnya ada dua inisiatif besar, yakni Regional Payment Connectivity dan inisatif LCT. Tidak hanya dilakukan lewat pembayaran, LCT sebagai penggunaan mata uang lokal dalam transaksi ekspor-impor juga akan kita dorong,” ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia menjalin kerja sama dengan Korea Selatan melalui Bank of Korea untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara dalam transaksi bilateral atau LCT. Korea Selatan adalah negara kelima yang telah bekerja sama dengan Indonesia dalam LCT setelah Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam penandatanganan nota kesepahaman oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur Bank of Korea, RHEE, Chang Yong di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3, Selasa (2/5/2023), di Korea Selatan.
”Pelaku usaha dapat memanfaatkan kerja sama ini untuk mengurangi biaya transaksi dan eksposur terhadap risiko nilai tukar dalam melakukan transaksi bilateral kedua negara, antara lain melalui penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung antara mata uang korean won dan rupiah dalam perdagangan antarbank,” tutur Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Selasa (Kompas.id, 2/5/2023).
Melalui kerja sama tersebut, penyelesaian transaksi bilateral, seperti transaksi berjalan (current account transaction), investasi langsung, dan perdagangan antarkedua negara akan menggunakan mata uang lokal kedua negara. Ini mengubah transaksi sebelumnya yang menggunakan mata uang dollar AS atau mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dollar AS.
Kartu kredit
Selain meresmikan QRIS lintas negara, FEKDI 2023 turut menginisiasi Kartu Kredit Indonesia. Kartu kredit tersebut secara khusus akan digunakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kementerian/lembaga terkait dalam penggunaan baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dibandingkan dengan kartu kredit komersial, tidak ada joining fee, card fee, no annual fee. Yang ada hanyalah ketika berhubungan dengan merchant dan diskon rate-nya pun dibuat kompetitif. Ini karena efisiensi prosesnya ada di dalam negeri yang terfasilitasi melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Dicky menjelaskan, terdapat berbagai aspek teknis yang mengatur mengenai proses penggunaannya, limit, dan pejabat-pejabat yang menggunakan kartu kredit tersebut. Aspek-aspek teknis tersebut diatur dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah dan Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
”Penggunaan anggaran untuk berbagai jenis belanja negara yang sifatnya umum dapat mengggunakan kartu kredit Indonesia seperti barang operasional, barang-barang nonoperasional, barang persediaan, belanja sewa, belanja pemeliharaan gedung, hingga perjalanan dinas semua ada ketentuan yang mengatur limitnya,” kata Dicky.
Lebih lanjut, pihak perbankan yang mengajukan perizinan untuk berpartisipasi dalam penggunaan APBN dan APBD dengan menggunakan Kartu Kredit Indonesia. Mereka akan melakukan perjanjian kerja sama antara perbankan dan penggunanya.
Menurut Dicky, tidak ada biaya apa pun untuk pembukaannya kecuali biaya materai karena itu kewajiban. Biaya-biaya yang biasanya dibebankan kepada pengguna pada kartu kredit komersial pun tidak ada.
”Dibandingkan dengan kartu kredit komersial, tidak ada joining fee, card fee, no annual fee. Yang ada hanyalah ketika berhubungan dengan merchant dan diskon rate-nya pun dibuat kompetitif. Ini karena efisiensi prosesnya ada di dalam negeri yang terfasilitasi melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN),” katanya.
Untuk transaksi on us atau transaksi nontunai yang dilakukan pada mesin EDC yang dimiliki oleh penerbit kartu, Kartu Kredit Indonesia dikenai biaya mencapai 0,9 persen. Sementara biaya transaksi of us atau transaksi nontunai yang dilakukan di luar mesin EDC yang dimiliki oleh penerbit kartu, Kartu Kredit Indonesia dikenai biaya mencapai 1,1 persen.
Menurut Dicky, efisiensi cukup bervariasi dan cukup besar. Untuk transaksi on us, biayanya mencapai hampir 30 persen hingga 40 persen lebih rendah dari biaya kartu kredit komersial. Kemudian, transaksi of us pada kartu kredit komersial biasanya mencapai 2 persen sampai 3 persen sehingga Kartu Kredit Indonesia dinilai cukup kompetitif.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin menyampaikan, pihaknya berharap agar kartu kredit pemerintah dapat segera terhubung dan terintegrasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan demikian, kartu kredit tersebut dapat mendorong produk-produk dari usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Selain itu, Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Odo Manuhutu mengharapkan, kartu kredit tersebut dapat mempermudah pemerintah. Terlebih, transaksi dapat diproses dalam negeri sehingga datanya dapat tercatat dan transparansi.