Ekonomi RI di Awal Tahun Tumbuh 5,03 Persen, Lampaui Ekspektasi
Di tengah ketidakpastian global dan proses pemulihan pascapandemi, pertumbuhan ekonomi RI tumbuh konsisten di atas 5 persen selama enam triwulan berturut-turut sejak triwulan IV tahun 2021.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2023 mencapai 5,03 persen secara tahunan, sedikit di atas perkiraan pemerintah dan melampaui ekspektasi ekonom. Di tengah tren melandainya harga komoditas global, kinerja perdagangan luar negeri dan laju konsumsi rumah tangga dinilai masih kuat mendorong pertumbuhan ekonomi di awal tahun.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (5/5/2023) pagi, Badan Pusat Statistik mengumumkan, secara tahunan (year on year), ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,03 persen dari triwulan I tahun 2022. Realisasi itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2022 sebesar 5,01 persen.
Dengan demikian, di tengah ketidakpastian global dan proses pemulihan ekonomi pasca-pandemi, pertumbuhan ekonomi RI secara konsisten tumbuh di atas 5 persen selama enam triwulan berturut-turut sejak triwulan IV tahun 2021.
Realisasi pertumbuhan ekonomi itu berada sedikit di atas ekspektasi Bank Indonesia, yang awalnya menyasar pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada triwulan I-2023, serta melampaui prediksi ekonom yang awalnya memperkirakan pertumbuhan di kisaran 4,8-4,9 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengatakan, kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi bersumber dari konsumsi rumah tangga yakni sebesar 2,44 persen, disusul pertumbuhan perdagangan luar negeri 2,10 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebagai indikator investasi 0,68 persen, dan konsumsi pemerintah sebesar 0,22 persen.
”Kalau diperhatikan, konsumsi rumah tangga dan perdagangan luar negeri kita masih kuat mendorong pertumbuhan ekonomi selama triwulan pertama tahun ini,” kata Edy.
Secara rinci, laju konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 4,54 persen. Realisasi itu lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2022 sebesar 4,34 persen dan di atas capaian triwulan IV-2022 sebesar 4,48 persen meski masih di bawah 5 persen.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada sektor transportasi dan komunikasi. Momentum bulan Ramadan ikut mendorong pertumbuhan konsumsi, khususnya di sektor makanan dan minuman.
”Ini tecermin dari meningkatnya penjualan sepeda motor dan penumpang di angkutan darat, laut, dan udara. Peningkatan konsumsi juga terlihat dari restoran dan hotel, tecermin dari tingkat penghunian kamar hotel yang tumbuh positif selama triwulan pertama,” tuturnya.
Pertumbuhan ekonomi RI secara konsisten tumbuh di atas 5 persen selama enam triwulan berturut-turut sejak triwulan IV tahun 2021.
Ekspor masih kuat
Lepas dari tren melandainya harga komoditas global belakangan ini, laju pertumbuhan ekspor masih cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi di awal tahun. BPS mencatat, ekspor tumbuh 11,68 persen pada triwulan I-2023, lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2022 sebesar 9,26 persen, meski turun dari capaian triwulan I-2022 sebesar 14,22 persen.
Edy mengatakan, peningkatan ekspor terutama disebabkan oleh permintaan global yang masih tinggi terhadap komoditas nonmigas, seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, besi baja, serta nikel.
Perdagangan jasa, yang didorong oleh peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan arus devisa yang masuk dari luar negeri, juga ikut memperkuat pertumbuhan ekonomi di awal tahun. ”Karena banyak wisman yang masuk ke Indonesia, devisa yang masuk pun cukup besar dan perdagangan jasa tumbuh signifikan,” ujarnya.
Di sisi lain, PMTB juga terpantau tetap tumbuh positif sebesar 2,11 persen meski melambat dibandingkan kondisi pada triwulan IV-2022 sebesar 3,33 persen dan triwulan I-2022 sebesar 4,08 persen. Pertumbuhan PMTB ditopang oleh kelompok barang modal mesin dan perlengkapan, kendaraan, dan produk kekayaan intelektual.
”Pelambatan di PMTB ini terutama terjadi karena ditahan oleh penurunan penjualan semen dalam negeri selama triwulan pertama tahun ini, serta belanja modal APBN untuk gedung dan bangunan yang juga turun,” kata Edy.
Di sisi lain, konsumsi pemerintah yang tumbuh negatif sepanjang tahun 2022 untuk empat triwulan berturut-turut akhirnya mengalami peningkatan. Pada triwulan I-2023, konsumsi pemerintah kembali tumbuh positif sebesar 3,99 persen. ”Ini sejalan dengan kembalinya fungsi belanja pemerintah sebagai instrumen pendorong pertumbuhan,” ujarnya.
Lepas dari tren melandainya harga komoditas global belakangan ini, laju pertumbuhan ekspor masih cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi di awal tahun.
Momentum Ramadhan
Pertumbuhan positif juga tampak dari sisi lapangan usaha. Pada triwulan I-2023, semua lapangan usaha tumbuh positif. Kontribusi terbesar datang dari sektor andalan seperti industri pengolahan (tumbuh 4,43 persen dengan distribusi 18,57 persen), perdagangan (tumbuh 4,89 persen dengan distribusi 12,95 persen), dan pertambangan (tumbuh 4,92 persen dengan distribusi 11,85 persen).
Selain itu, dari sektor pertanian (tumbuh 0,34 persen dengan distribusi 11,77 persen) dan konstruksi (tumbuh 0,32 persen dengan distribusi 9,88 persen).
Adapun pertumbuhan tertinggi terlihat pada sektor transportasi dan perdagangan (tumbuh 15,93 persen dengan distribusi 5,56 persen), akomodasi dan makan minum (tumbuh 11,55 persen dengan distribusi 2,46 persen), serta jasa lainnya (tumbuh 8,9 persen dengan distribusi 1,91 persen).
Pertumbuhan di sektor pengolahan ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik dan global dan dorongan meningkatnya permintaan di masa Ramadhan dan menjelang Lebaran. Selain industri pengolahan, momentum hari raya Idul Fitri juga ikut mendorong pertumbuhan di sektor transportasi serta perdagangan.
Kebijakan hilirisasi tambang yang digencarkan pemerintah, khususnya di sektor nikel, juga memberi kontribusi pada pertumbuhan industri logam dasar. ”Industri logam dasar tercatat tumbuh 15,51 persen, didorong oleh lonjakan permintaan luar negeri untuk produk olahan bijih nikel,” ujar Edy.
Capaian angka pertumbuhan ekonomi di awal tahun ini melampaui prediksi. Sebelumnya, sejumlah ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,8-4,9 persen pada triwulan I-2023 ini. Beberapa faktor yang mengemuka adalah kinerja ekspor yang melemah serta pemulihan laju konsumsi yang lebih lambat dari ekspektasi.
Pada triwulan I-2023, semua lapangan usaha tumbuh positif.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan, pertumbuhan ekonomi bakal melambat di awal tahun akibat laju konsumsi rumah tangga yang belum pulih betul akibat daya beli masyarakat yang masih lemah pasca-pandemi dan inflasi tinggi tahun lalu. Hal itu tampak dari Indeks Penjualan Riil (IPR) atau Survei Penjualan Eceran (SPE) oleh BI per triwulan I-2023 yang mengalami kontraksi di hampir semua kategori barang, kecuali sektor makanan dan minuman.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede berargumen, melemahnya kinerja ekspor dan investasi non-bangunan akibat normalisasi harga komoditas global yang akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat di awal tahun. Itu tampak dari realisasi kinerja ekspor per Maret 2023 yang menunjukkan, nilai ekspor secara tahunan turun 11,33 persen dari 26,5 miliar dollar AS pada Maret 2022 menjadi 23,50 miliar dollar AS.