Ekonomi Diperkirakan Melambat Sampai Triwulan Kedua
Pemulihan laju konsumsi yang lebih lambat dari ekspektasi serta kinerja ekspor yang melemah akan memengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi sepanjang enam bulan pertama tahun ini.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pengunjung menikmati suasana di pusat perbelanjaan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023). Di tengah ancaman melambatnya kinerja ekspor dan investasi tahun ini, laju konsumsi rumah tangga kembali menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi RI.
JAKARTA, KOMPAS – Pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun 2023 diperkirakan bakal sedikit melambat dari sebelumnya. Konsumsi rumah tangga yang belum pulih betul serta turunnya kinerja ekspor akibat normalisasi harga komoditas global menjadi risiko yang perlu diantisipasi sepanjang paruh awal tahun ini.
Sejumlah ekonom memproyeksikan, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini akan berada di bawah 5 persen, yakni di kisaran 4,8 persen-4,9 persen. Kondisi itu menurun dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2022 sebesar 5,01 persen serta sepanjang tahun 2022 sebesar 5,31 persen.
Hal itu disampaikan menjelang pengumuman data produk domestik bruto (PDB) Indonesia triwulan I-2023 oleh Badan Pusat Statistik, Jumat (5/5/2023) ini.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, Kamis (4/5/2023), konsumsi rumah tangga masih akan menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekonomi di awal tahun ini, terutama di tengah kinerja ekspor yang melemah akibat menurunnya harga komoditas global.
Meski demikian, terjadi tren pelambatan pada laju konsumsi rumah tangga dibandingkan sebelumnya. Hal itu terlihat dari Indeks Penjualan Riil (IPR) atau Survei Penjualan Eceran (SPE) per triwulan I tahun 2023 yang dirilis Bank Indonesia pada 12 April 2023 lalu.
IPR triwulan I-2023 diperkirakan tumbuh sebesar 1,6 persen secara tahunan, melambat dibandingkan IPR triwulan IV-2022 sebesar 1,9 persen dan IPR triwulan I-2022 sebesar 12,5 persen.
Survei BI itu memprediksi, penjualan eceran di hampir semua kategori barang masih mengalami kontraksi pada triwulan pertama tahun ini, kecuali sektor makanan dan minuman (mamin) yang tumbuh 4,5 persen. Meski tumbuh positif pun, penjualan eceran di sektor mamin itu hanya naik tipis dari 4,4 persen pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penjualan di kategori lainnya, seperti suku cadang dan aksesori, bahan bakar kendaraan bermotor, peralatan informasi dan komunikasi, perlengkapan rumah tangga, serta budaya dan rekreasi, masih mengalami kontraksi.
Penjualan eceran di hampir semua kategori barang masih mengalami kontraksi pada triwulan pertama tahun ini, kecuali sektor makanan dan minuman (mamin).
Faisal mengatakan, lemahnya data penjualan eceran itu juga sejalan dengan data inflasi terbaru yang tercatat melandai. Di satu sisi, inflasi yang rendah bisa berarti suplai mencukupi permintaan. Namun, di sisi lain, itu juga bisa terjadi karena permintaan yang lemah.
“Melihat data inflasi dan survei penjualan eceran terbaru, sepertinya pelemahan demand ini yang membuat inflasi rendah. Jika demand masih lemah, konsumsi rumah tangga tidak akan pulih betul, dan pertumbuhan ekonomi tentu akan melambat,” kata Faisal.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Aktivitas bongkar muat peti kemas dari dan ke dalam kapal barang di Terminal peti kemas New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (4/5/2023). Bank Indonesia (BI) memproyeksi ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5 persen pada kuartal I/2023. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 04-05-2023
Menurutnya, melemahnya permintaan domestik itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, efek inflasi tinggi sejak tahun lalu yang menggerus daya beli masyarakat dan menahan konsumsi. Kedua, scarring effect dari pandemi yang masih tersisa, terutama bagi masyarakat menengah-bawah. Ketiga, pelemahan daya beli di daerah-daerah yang pemasukannya bergantung pada perdagangan komoditas.
Pemulihan laju konsumsi yang lebih lambat dari ekspektasi itu diperkirakan akan memengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Faisal memperkirakan, meskipun ada momentum hari raya Lebaran, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2023 kelak tidak akan terlalu signifikan.
“Jika daya beli masyarakat masih tergerus, meskipun ada tunjangan hari raya (THR) pun, uangnya habis untuk ongkos mudik. Sekilas memang terlihat orang mudik, jalanan padat, tapi dampak konsumsinya tidak banyak,” ujarnya.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, laju konsumsi rumah tangga pada awal tahun ini sudah cukup baik. Faktor yang membuat ekonomi melambat pada triwulan pertama ini, menurutnya, adalah melemahnya kinerja ekspor dan investasi non-bangunan akibat normalisasi harga komoditas global.
“Kita bisa melihat kinerja net ekspor yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi investasi, akibat menurunnya harga komoditas, pelaku usaha dari perusahaan tambang juga mengurangi investasinya sehingga penjualan alat berat menurun,” kata Josua.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pembangunan gedung bertingkat di kawasan Pademangan, Jakarta Utara, Senin (20//3/2023). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Keyakinan ini didasarkan konsumsi dalam negeri yang kuat dan lonjakan investasi.
Harga komoditas yang melemah itu juga membuat efek pembukaan kembali ekonomi China tidak banyak berkontribusi pada kinerja ekspor Indonesia. Data BPS per Maret 2023 menunjukkan, secara tahunan, nilai ekspor turun 11,33 persen, dari 26,5 miliar dollar AS pada Maret 2022 menjadi 23,50 miliar dollar AS.
“Lagi-lagi, karena harga komoditas, khususnya batubara, sudah turun signifikan, itu membatasi peningkatan ekspor kita ke China, sekalipun mereka sudah membuka kembali ekonominya,” tuturnya.
Harga komoditas yang melemah juga membuat efek pembukaan kembali ekonomi China tidak banyak berkontribusi pada kinerja ekspor Indonesia.
Ia memperkirakan, masih banyak risiko yang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2023. Selain efek pelambatan kinerja ekspor, konsumsi rumah tangga juga bisa terancam jika terjadi gangguan produksi pertanian akibat fenomena pemanasan suhu permukaan laut atau El Nino.
Biasanya, konsumsi rumah tangga cenderung meningkat pada triwulan kedua akibat efek Lebaran. Namun, jika potensi inflasi pangan akibat El Nino tidak mampu dimitigasi dan dikendalikan secara optimal, konsumsi masyarakat akan tergerus dan pertumbuhan ekonomi kembali melambat.
Di saat yang sama, Indonesia akan memasuki tahun politik menjelang Pemilihan Umum 2024. Ketidakpastian politik selama momentum itu juga akan berdampak pada pelambatan laju investasi. “Ini sudah pola yang umum terjadi. Laju investasi asing akan melambat karena investor wait and see menunggu kepastian hasil pemilu. Ini juga akan memengaruhi pelambatan ekonomi di triwulan kedua,” ujar Josua.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu meyakini, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2023 akan mencapai 5 persen, sementara untuk keseluruhan tahun 2023 akan mencapai 5 persen sampai 5,3 persen.
“Berbagai indikator menunjukkan pertumbuhan ekonomi kita cukup kuat, didominasi permintaan domestik, inflasi yang terkelola, dan sektor manufaktur dan perdagangan yang masih tumbuh kuat,” ujarnya.