Pabrik Holistik Akan Topang Pengelolaan Sampah di Lombok dan Pekanbaru
Pemerintah NTB tertarik dengan teknologi holistik yang ditawarkan perusahaan agar sampah dapat didaur ulang menjadi produk bernilai tambah. Salah satu hasil produksinya berupa bahan bakar sintetis.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia memperoleh investasi senilai 200 juta dollar Amerika Serikat berwujud pembangunan pabrik pengolahan sampah secara holistik. Pembangunan pabrik ini menopang daerah untuk mengelola sampah sekaligus mencapai target yang berorientasi pada sustainability atau kelestarian.
Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Niken Arumdati menyatakan, pemerintah daerah menandatangani nota kesepahaman terkait pembangunan pabrik pengolahan sampah di Pulau Lombok, NTB, dengan Mars-Envotec dalam pameran teknologi industri Hannover Messe 2023.
”Kami sedang mengupayakan pemilahan sampah dari sumbernya, salah satunya rumah tangga. Dengan penandatanganan ini, kami berharap sampah yang terpilah dapat diproses di pabrik. Investasi ini juga diharapkan dapat menambah armada transportasi untuk mengangkut lebih banyak sampah. Rata-rata, sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir regional di Lombok berkisar 300 ton per hari. Jumlah ini hanya 30 persen (dari seluruh sampah di Pulau Lombok),” tutur Niken saat dihubungi, Kamis (27/4/2023).
Investasi tersebut, lanjutnya, turut menandakan keterbukaan pemerintah daerah terhadap industri yang berorientasi ekonomi sirkular. Pemerintah Provinsi NTB tertarik dengan teknologi holistik yang ditawarkan perusahaan sehingga sampah dapat didaur ulang menjadi produk bernilai tambah. Salah satu hasil produksinya berupa bahan bakar sintetis yang ke depan akan diteliti lebih lanjut untuk digunakan dalam berkendara. Dengan demikian, investasi ini turut mendukung target NTB menjadi kota yang climate neutral pada 2050.
Sebelumnya, CEO Mars-Envotec Sven Ische menyatakan, ada dua lokasi pembangunan pabrik, yakni Pulau Lombok, NTB, dan Pekanbaru, Riau. ”Waktu konstruksi berkisar 9 bulan sejak setelah ground breaking (peletakan batu pertama). Mudah-mudahan, pertengahan tahun depan sudah dapat beroperasi dan pada 2025 telah mencapai kinerja optimalnya,” ujarnya saat ditemui di sela pameran Hannover Messe di Hannover, Jerman, pekan lalu.
Sven menuturkan, kedua pabrik akan mengolah sampah dari daerah masing-masing. Pabrik itu akan memiliki mesin yang memilah (sorting), memisahkan (splitting), dan mendaur ulang sampah. Sampah yang menjadi bahan baku akan terbagi ke kelompok material organik, plastik, kaca, dan logam. Dengan teknologi yang berasal dari Swiss dan Jerman, sejumlah jenis material dapat diolah menjadi aglomerat plastik sebagai bahan baku pembuatan produk plastik serta bahan bakar hijau.
Nilai investasi untuk pembangunan pabrik di Pulau Lombok, dijelaskan Sven, sekitar 60 juta dollar AS, sedangkan di Pekanbaru 140 juta dollar AS. Kapasitas produksi pabrik di Pekanbaru berkisar 950-1.000 ton sampah per hari. Pabrik akan menyerap tenaga kerja dengan jumlah sekitar 500 orang.
Perusahaan juga tengah menjalin kerja sama dengan pelaku bisnis kecil lokal di bidang pengumpulan sampah. Selain itu, Ische mengatakan, pihaknya sedang mengidentifikasi pelaku industri lokal yang dapat menyokong peralatan ke pabrik.
Nilai investasi untuk pembangunan pabrik di Pulau Lombok, dijelaskan Sven, berkisar 60 juta dollar AS, sedangkan di Pekanbaru 140 juta dollar AS.
Mars-Envotec merupakan perusahaan yang berkantor pusat di Singapura dan bermisi untuk memimpin revolusi sumber daya dengan prinsip ekonomi sirkular. Perusahaan ini memiliki sejumlah bidang keahlian, seperti daur ulang, pemulihan, dan pemilahan material, produksi energi terbarukan, serta pembiayaan proyek hijau.
Sven menilai, Pulau Lombok menjadi lokasi pembangunan pabrik lantaran minat pemerintah daerah menghadirkan inovasi dalam pengelolaan sampah. Adapun pembangunan pabrik di Pekanbaru dilatarbelakangi oleh kehadiran industri minyak bumi yang mengindikasikan adanya sumber daya manusia yang mumpuni serta limbah dari industri minyak kelapa sawit yang dapat diolah menjadi energi.
Dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, Sven mengatakan, Indonesia menjadi prioritas investasi. “Indonesia adalah pasar terbesar sehingga tentu saja menarik untuk berinvestasi. Selain itu, kami ingin membantu Indonesia untuk lebih sustainable. Indonesia juga terbuka dengan teknologi-teknologi seperti ini. Harapannya, kami dapat terus bertumbuh, salah satunya karena masih banyaknya landfill (tempat pembuangan akhir) yang membutuhkan solusi holistik,” tuturnya.
Selain itu, dia berpendapat, proses investasi dalam menjalankan kedua proyek tersebut tergolong mudah dan lancar karena dukungan pemerintah pusat maupun daerah yang berkomitmen membawa teknologi yang ditawarkan ke Indonesia. Jika di Indonesia berhasil, perusahaan akan menjajaki proyek serupa di Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Indonesia diprediksi berada di jajaran minimal 10 besar ekonomi dunia pada 2030. Prediksi menjadi daya tarik untuk berinvestasi.
Country Lead Indonesia Mars-Envotec Frederik Neust menambahkan, Indonesia diprediksi berada di jajaran minimal 10 besar ekonomi dunia pada 2030. Prediksi menjadi daya tarik untuk berinvestasi. Selain itu, perusahaan ingin membantu Indonesia agar lebih bersih, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, serta mendorong masyarakat lokal agar lebih berdaya. Salah satunya dalam mengelola sampah.
Mars-Envotec juga akan memamerkan mesinnya di gedung Pusat Industri Digital 4.0 yang dikelola Kementerian Perindustrian di Jakarta. Kehadiran mesin ini diharapkan menarik minat pemain industri lainnya untuk berkolaborasi.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto menyatakan, kerja sama industri di bidang daur ulang sampah dapat menopang Indonesia dalam menerapkan ekonomi sirkular.