Data produksi udang hasil budidaya dinilai perlu dibenahi guna menyusun kebijakan strategis serta memperbaiki daya saing udang di pasar global. Persaingan antarnegara produsen di pasar global semakin ketat.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
Capaian produksi dan ekspor udang hasil budidaya masih menuai perdebatan. Pemerintah mencatat produksi komoditas unggulan itu terus naik, menuju target produksi 2 juta ton tahun 2024. Sebaliknya, pelaku usaha mengeluhkan penurunan produksi yang berdampak pada perlambatan ekspor udang.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi udang sepanjang 2022 mencapai 1.099.976 ton atau naik 15 persen dibandingkan tahun 2021 yang 953.177 ton. Ada tiga jenis komoditas udang yang digarap, yakni udang vaname (Lithopenaeus vannamei), udang windu, dan udang jerbung (Penaeus merguiensis). Saat ini, produksi vaname dominan.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB Haeru Rahayu, produksi udang akan terus ditingkatkan menjadi 1,829 juta ton pada 2023 serta mencapai target 2 juta ton pada 2024. Sejumlah proyek percontohan budidaya digulirkan guna mengejar ekspornya naik 250 persen dalam kurun 2019-2024.
Udang merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya selain lobster, kepiting, rumput laut, dan nila. Pada periode 2020-2024, KKP menargetkan nilai ekspor udang 4,25 miliar dollar AS atau tumbuh 250 persen, sedangkan produksinya ditargetkan 2 juta ton. Guna mencapai target itu, volume ekspor diharapkan tumbuh 15 persen dan nilai ekspor naik 20 persen tiap tahun. Negara tujuan ekspor udang Indonesia adalah Amerika Serikat dengan pasar sebesar 60 persen, Jepang 16 persen, dan China 11 persen.
Sentra produksi udang vaname tersebar dari Aceh sampai Maluku dengan wilayah produksi andalan di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Adapun sentra produksi udang windu unggulan ada di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Ultara.
Guna menggenjot produksi, pemerintah merencanakan revitalisasi tambak udang tradisional serta membangun kawasan tambak modern terintegrasi dengan menggandeng masyarakat dan swasta. Pada Maret 2023, pemerintah meresmikan tambak budidaya udang berbasis kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah, dengan anggaran Rp 175 miliar.
Ketimpangan data
Meski produksi udang diklaim terus naik, data ekspor udang menunjukkan sebaliknya. Data KKP, volume ekspor udang tahun 2022 tercatat 240.000 ton atau turun dibandingkan 2021 yang tercatat 250.700 ton. Sementara itu, nilai ekspor udang 2,16 miliar dollar AS atau turun dibandingkan tahun sebelumnya 2,23 miliar dollar AS.
Perlambatan ekspor udang berlanjut hingga awal tahun ini. Mengutip data shrimpinsights.com, pada triwulan I (Januari-Maret) 2023, volume ekspor udang vaname asal Indonesia tercatat 45.342 metrik ton atau turun 23 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 58.860 metrik ton. Volume ekspor ini juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2020 dan 2021.
Ekspor udang yang melambat juga diungkapkan pelaku usaha. Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia, Denny Indradjaja, Rabu (20/4/2023), menyatakan, problem penyakit udang menjadi pemicu penurunan produksi yang berujung penurunan ekspor. Muncul kecenderungan, negara-negara produsen yang fokus mengembangkan tambak udang dengan padat tebar rendah, seperti Ekuador dan Vietnam, lebih mampu bertahan dari serangan penyakit.
Daya saing produksi yang belum optimal juga tecermin dari konsumsi pakan udang. Pakan udang tahun lalu hanya terserap sekitar 410.000 ton. Sementara itu, pabrik pakan udang yang masuk ke Indonesia terus bertambah dan telah mencapai 34 perusahaan. Perusahaan-perusahaan itu melirik peluang produksi udang nasional yang besar, meski realisasinya belum sesuai harapan.
Menurut Ketua Forum Udang Indonesia Budhi Wibowo, salah satu penyakit udang yang merebak adalah bintik putih (WSSV) yang menyebabkan tingkat hidup (SR) udang turun. Selain itu, penggunaan pakan makin tak efisien, ditandai dengan jumlah pakan yang digunakan tidak sepadan dengan bobot udang yang dihasilkan. Nilai konversi pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan udang (FCR) terus meningkat sehingga biaya produksi naik dan menurunkan daya saing udang Indonesia di pasar global.
Budhi meragukan target kenaikan nilai ekspor udang Indonesia 250 persen akan tercapai tahun 2024. Persoalan bukan pada pasar, melainkan produksi dan daya saing menurun. Tambak tradisional seluas 250 hektar, yang mendominasi luas tambak udang di Indonesia, dinilai perlu dikembangkan sebagai tambak tradisional plus sebagai solusi peningkatan produksi udang nasional.
”Dibutuhkan dukungan penuh pemerintah untuk meningkatkan daya saing produksi dengan menggerakkan tambak-tambak tradisional rakyat menjadi tambak tradisional plus,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Di luar tarik-menarik data capaian produksi dan ekspor udang, penguatan daya saing menjadi tantangan utama di tengah persaingan global. Posisi Indonesia sebagai produsen udang dunia bersaing ketat dengan produsen, seperti Ekuador, Vietnam, dan India, yang makin efisien dalam produksi.
Persaingan global yang makin ketat perlu dihadapi dengan sinergi seluruh pemangku guna mencapai angka produksi riil yang kompetitif. Terkait itu, pembenahan data komoditas diperlukan guna menentukan strategi konkret bersama.
Sekretaris Jenderal Forum Udang Indonesia, Coco Kokarkin, menilai pembenahan data diperlukan oleh seluruh komoditas perikanan guna menghasilkan angka produksi riil. Selain itu, pemerintah perlu mengevaluasi pemberian bantuan atau subsidi benih ke pembudidaya guna menghidupkan daya saing usaha perbenihan skala mikro, kecil dan menengah.