Neraca perdagangan Indonesia diprediksi masih surplus pada bulan Maret 2023 sekalipun ekspor menurun secara tahunan. Pada saat yang sama, pemerintah terus berupaya menggenjot ekspor ke China serta AS.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan Indonesia diprediksi masih surplus pada bulan Maret 2023 sekalipun ekspor menurun secara tahunan. Pada saat yang sama, pemerintah terus berupaya menggenjot ekspor ke China serta menjajaki ekspor mineral ke Amerika Serikat.
Dihubungi pada Minggu (16/4/2023), ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, mengatakan, neraca perdagangan Indonesia diperkirakan mencatatkan angka positif setidaknya 4,82 miliar dollar AS pada Maret 2023. Nilai neraca perdagangan secara resmi akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (17/4/2023).
Secara tahunan, nilai ekspor memang diprediksi menurun 5,29 persen dari 26,5 miliar dollar AS pada Maret 2022. ”Ini karena tren penurunan harga komoditas. Tapi, secara month-on-month, dia tumbuh 17,38 persen karena permintaan yang meningkat dari China,” kata Faisal.
Di sisi lain, impor secara keseluruhan diramalkan akan berkontraksi 7,67 persen secara tahunan dari 21,97 miliar dollar AS pada Maret 2022. Menurut Faisal, ini didorong penurunan harga bahan mentah, termasuk minyak, dibandingkan tahun lalu.
”Tapi, secara bulanan, impor akan tumbuh 27,38 persen (dari 15,92 miliar dollar AS pada Februari 2023) karena didorong tingginya permintaan (bahan baku industri) selama Ramadhan dan menjelang Lebaran. Ekspor China ke Indonesia juga melonjak 57,51 persen,” kata Faisal.
Kendati tren yang demikian, Faisal memprediksi, sepanjang 2023 pertumbuhan ekspor rentan melemah karena penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global di tengah inflasi tinggi. Sebaliknya, pertumbuhan impor akan menguat karena permintaan dalam negeri cenderung meningkat, terutama di paruh kedua 2023.
Pada saat yang sama, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) berupaya menggenjot perdagangan dengan China selaku mitra dagang terbesar Indonesia. Hal ini dinyatakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa (11/4/2023), ketika melaporkan hasil kunjungannya ke China pada awal April 2023.
Menurut dia, kedua negara sepakat untuk menjaga kepercayaan serta prinsip saling menguntungkan dalam hubungan ekonominya. Hal ini ditunjukkan dari dukungan Pemerintah China agar produk unggulan Indonesia bisa terus mengalir ke China.
”Indonesia berharap dapat menjaga stabilitas suplai kelapa sawit dan batubara ke Tiongkok. Kelapa sawit ini menjadi superstrategis untuk kita karena Presiden (Joko Widodo) sudah memerintahkan membuat satu riset supaya produksi kelapa sawit kita bisa (mencapai) 100 juta ton tanpa perluasan lahan. Jadi, yield-nya (panen) bisa naik dari 2 ton menjadi 7-10 ton per hektar,” kata Luhut.
Pemerintah China juga disebut mengharapkan Indonesia dapat terus menjaga kualitas produk perikanan dan pangan untuk diekspor ke China. Hal ini, kata Luhut, akan dimaksimalkan dengan membangun pusat riset genomik.
”Di research center itu, mereka (China) akan memberikan asistensi bagi kita sehingga kita tidak mulai dari nol, tapi (justru) bisa melakukan leapfrog (lompatan jauh),” ujar Luhut sembari menegaskan keterlibatan beberapa perguruan tinggi, seperti IPB University, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Sumatera Utara.
Kemenko Marves juga akan meningkatkan kerja sama dalam bidang administrasi umum bea cukai untuk percepatan protokol impor di kedua negara. Dengan begitu, pengiriman produk ke China, utamanya perikanan, akan lebih mudah.
Ini akan dibarengi dengan kerja sama di bidang perikanan tangkap dengan perusahaan di Indonesia, terutama di Tual (Maluku) serta Merauke dan Biak Numfor (Papua). Kemitraan itu akan difokuskan pada budidaya, pengolahan, serta hilirisasi produk perikanan, udang, dan rumput laut.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, pihaknya juga sedang mengupayakan membuat perjanjian perdagangan bebas terbatas dengan Amerika Serikat. Ini dilakukan demi mendapatkan akta pengurangan inflasi (IRA) untuk produk-produk mineral Indonesia.
”Nanti ada ketentuan-ketentuan critical mineral (mineral kritis) di Indonesia, diprosesnya bagaimana. Ada nikel, aluminium, kobalt, tembaga. Itu semua nanti akan di-define (tentukan),” kata Seto.
Saat ini, ujarnya, hanya ada 17 negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS. Dengan fasilitas IRA, ia yakin mineral dari Indonesia akan menarik untuk industri AS, terutama nikel yang dibutuhkan untuk industri kendaraan listrik.