Aturan Biomassa untuk PLTU Masih Finalisasi Konsep
Regulasi itu dibutuhkan, salah satunya guna mengatur kepastian harga biomassa, sehingga pemanfaatannya bisa dipacu. PT PLN (Persero) menggunakan biomassa untuk ”co firing” atau pencampuran dengan batubara di PLTU.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan peraturan yang akan mengatur pemanfaatan biomassa untuk co firingpada pembangkit listrik tenaga uap masih dalam finalisasi konsep oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sementara itu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berharap aturan bisa segera diterbitkan, salah satunya agar ada kepastian harga biomassa. Terlebih, biomassa dipacu guna menyubstitusi batubara.
Biomassa ialah sumber energi terbarukan yang dihasilkan dari fotosintesis yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar padat. Sejumlah PLTU milik PLN menerapkan metode co firing atau pencampuran bahan biomassa, antara lain pelet sampah, pelet kayu, dan cangkang kelapa sawit, dengan batubara.
”Regulasi terkait pemanfaatan biomassa untuk co firing pada PLTU masih dalam tahap finalisasi konsep,” ujar Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo saat dihubungi, Jumat (14/4/2023).
Edi menambahkan, pihaknya menargetkan regulasi tersebut bisa diterbitkan tahun ini. ”Termasuk pengaturan harga (biomassa),” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT PLN Energi Primer Indonesia Mamit Setiawan mengatakan, kendala dalam optimalisasi co firing masih berkutat pada harga. Pasalnya, biomassa saat ini lebih banyak dijual ke luar negeri (harga lebih tinggi), antara lain karena hingga kini belum ada peraturan detail yang mengatur harga biomassa.
”Biomassa ini belum ada (regulasinya). Tidak hanya PLN sebenarnya. Semua pemasok biomassa pun mengharapkan kepastian berapa harganya. Kami harapkan pemerintah segera membuat satu regulasi yang mengatur harga biomassa,” kata Mamit, di Jakarta, Kamis (13/4/2023) malam.
Mamit menambahkan, pada 2022 PLN telah menggunakan sekitar 500.000 ton batubara untuk 42 pembangkit PLN yang mengikuti program co fring itu. Adapun tahun ini pemanfaatan biomassa ditarget 1,08 juta ton. Meskipun persentasenya masih relatif kecil, diharapkan akan terus meningkat ke depannya.
”Hingga Maret 2023, (PLN) telah berhasil mengamankan pasokan biomassa terkontrak sebanyak 1,13 juta ton serta tambahan 105.000 ton yang dalam proses negosiasi pengadaan,” kata Mamit.
Bertahap
Secara bertahap, pemanfaatan biomassa pada PLTU PLN pun akan terus ditingkatkan dan ditargetkan mencapai 10 juta ton biomassa pada 2025. ”Saat ini, 1 juta ton, baru menggantikan 2-3 persen batubara,” kata Mamit. Adapun kebutuhan batubara PLN pada 2023 mencapai sekitar 86 juta ton.
Dikutip dari situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, pada Agustus 2022 limbah dari hutan memiliki potensi sebesar 991.000 ton (existing), serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan katu 789.000 ton, cangkang sawit 12,8 juta ton, sekam padi 10 juta ton, tandan buah kosong 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton.
Sebelumnya, Direktur Tropical Renewable Energy Centre Fakultas Teknik Universitas Indonesia Adi Surjosatyo menuturkan, biomassa memilki potensi besar di Indonesia. Pelet sekam padi ataupun kayu sebenarnya melimpah, bahkan sebagian bisa didapat cuma-cuma. Namun, belum betul-betul dipandang bisa menggantikan bahan bakar fosil.
Di sisi lain, diakuinya, ada tantangan dalam memahami teknologi serta dihadapkan dengan budaya di masyarakat. ”Ini memerlukan insentif dan sebaiknya (dalam jumlah) besar. Saat ini, pendanaan cukup banyak, tetapi baru tahap riset. Perlu pendanaan khusus untuk pemanfaatan biomassa langsung,” katanya.
Di samping itu, ia juga mendorong pemerintah memiliki peta jalan yang lebih jelas dalam pemanfaatan bioenergi, termasuk biomassa. Juga perlu ada perubahan pola pikir bahwa bioenergi juga penerapannya dapat semudah panel surya, yang saat ini juga sudah berkembang.