Revitalisasi Penggilingan Kecil dan Pengaturan Perizinan Mendesak
Pemerintah diminta mendukung revitalisasi penggilingan kecil yang sejalan dengan korporatisasi petani. pemerintah sebaiknya tidak memberikan izin pendirian penggilingan padi baru tanpa mempertimbangkan produksi gabah.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi penggilingan kecil terimpit lantaran ketidakberdayaan pemerintah dalam mengendalikan harga gabah ataupun beras di pasar. Oleh sebab itu, revitalisasi penggilingan kecil dan pengaturan perizinan pembukaan usaha industri penggilingan mendesak dilakukan pemerintah.
Menurut anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, pemerintah melalui Bulog sulit mengendalikan harga di pasar lantaran belum ada kepastian salur sejak peralihan program beras bantuan sosial menjadi bantuan pangan nontunai sejak lebih dari tiga tahun lalu. Di sisi lain, industri penggilingan beras yang menyasar pasar premium menarik bagi investor besar sehingga mampu memberikan harga yang baik pada petani. ”Akan tetapi, jika situasi itu digabungkan, terjadi kondisi yang tidak adil bagi penggiling kecil,” katanya saat dihubungi, Kamis (13/4/2023).
Sebelumnya, Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menilai pemerintah saat ini tak dapat menentukan harga gabah dan beras di pasar. ”Sebaliknya, harga gabah dan beras di pasar justru ’ditentukan’ oleh penggilingan besar yang memiliki modal kuat. Meskipun panen raya berlangsung di beberapa daerah, harga gabah masih relatif tinggi, katanya pada diskusi yang diadakan Forum Wartawan Pertanian secara dalam jaringan, Rabu (12/3).
Instrumen harga pemerintah tercantum dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras serta Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dan penggilingan masing-masing sebesar Rp 5.000 per kilogram (kg) dan Rp 5.100 per kg. Adapun rentang harga eceran tertinggi (HET) beras medium dan premium Rp 10.900-Rp 11.800 per kg dan Rp 13.900-Rp 14.800 per kg, bergantung pada wilayahnya.
Di sisi lain, data yang dihimpun Perpadi menunjukkan, rata-rata harga GKP pada pekan kedua April 2023 di tingkat penggilingan mencapai Rp 5.961 per kg dan beras medium Rp 10.844 per kg. Harga ini lebih tinggi dibandingkan pekan kedua bulan sebelumnya, yakni Rp 5.900 per kg untuk GKP dan Rp 10.688 per kg untuk beras medium.
Ketidakmampuan pemerintah mengendalikan harga gabah dan beras berdampak pada penggilingan kecil yang kapasitas produksinya tak lebih dari 1,5 kg gabah per jam. Sutarto memaparkan, jumlah penggilingan kecil menurun dari 171.495 pelaku pada 2012 menjadi 161.401 pelaku pada 2020. Proporsinya 95,06 persen dibandingkan seluruh pelaku penggilingan dari beragam skala.
Dari sisi kualitas, dia menilai penggilingan kecil hanya mampu memproduksi beras medium dan di bawahnya akibat keterbatasan modal serta akses pasar. Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah mendukung revitalisasi penggilingan kecil yang sejalan dengan korporatisasi petani.
Dalam revitalisasi, dia berpendapat pemerintah sebaiknya memperbolehkan pelaku penggilingan memperoleh kredit usaha rakyat untuk kebutuhan pascapanen, salah satunya membeli mesin pengering dan giling. ”Selain itu, pemerintah sebaiknya tidak memberikan izin pendirian penggilingan padi baru tanpa mempertimbangkan ketersediaan produksi gabah,” katanya.
Terkait dengan harga, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa menggarisbawahi kondisi pembelian harga di atas Bulog. Dia mengilustrasikan, ketika Bulog membeli GKP sesuai HPP, harga pasar naik ke angka Rp 5.500 per kg. Saat Bulog membeli GKP dengan skema komersial seharga Rp 5.500, harga naik ke atasnya.
Oleh sebab itu, dia mengharapkan dapat berkolaborasi dengan penggilingan besar agar mampu melihat stok yang dikuasai. Selain itu, kolaborasi tersebut dapat memperkuat data dan kebijakan mengenai cadangan pangan nasional.
Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Batara Siagian merencanakan integrasi petani dan penggilingan. Integrasi ini membuat masyarakat memiliki cadangan pangan masing-masing.
Dia menambahkan, nantinya pembinaan usaha penggilingan akan beralih dari Kementerian Perindustrian ke Kementerian Pertanian. Dia sedang menunggu peralihan basis data penggilingan dari Kementerian Perindustrian.