Presiden Minta Perbanyak Hunian Vertikal Berkonsep TOD demi Milenial
Presiden memerintahkan agar hunian vertikal yang terintegrasi dengan transportasi massal dibangun di kota-kota yang dirundung kemacetan. Ini seiring dengan penyediaan hunian bagi kaum milenial.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memerintahkan agar hunian vertikal yang terintegrasi dengan transportasi massal dibangun di kota-kota yang dirundung masalah kemacetan. Hal ini seiring dengan penyediaan hunian bagi kaum milenial.
Perintah ini disampaikan Presiden Joko Widodo, Kamis (13/4/2023), ketika meresmikan apartemenSamesta Mahata Margonda, di Depok, Jawa Barat. Apartemen yang terdiri dari dua menara itu dibangun tepat di atas Stasiun Pondok Cina yang merupakan salah satu pemberhentian kereta rel listrik (KRL) relasi Jakarta Kota-Bogor.
Hunian high rise yang dibangun Perum Perumnas itu terdiri dari 940 unit apartemen. Sebanyak 182 unit di antaranya adalah hunian bersubsidi yang bisa didapatkan dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), sementara sisanya komersial bertipe studio, satu kamar tidur, dan dua kamar tidur.
”Saya tadi sudah perintahkan tidak hanya (dibangun) di Jabodetabek, tetapi juga kota-kota lain, seperti Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Palembang, di kota-kota yang mengalami kemacetan. Harus (dibangun dengan konsep) TOD (transit oriented development) seperti ini,” kata Presiden.
Kepala Negara pun mengapresiasi hasil eksekusi konsep hunian terintegrasi tersebut. Ia mengaku terkesan dengan desain dan fasilitas pendukung yang tersedia di dalam unit-unit apartemen itu serta menyebutnya sangat cocok untuk milenial. Para penghuni juga bisa langsung mendapatkan akses ke KRL.
”Kalau mereka beli, bonusnya dapat kereta api. Bangun tidur, mandi, langsung lompat, sudah masuk ke KRL. Ke mana-mana pun bisa sehingga kita semua tidak tergantung dengan mobil-mobil pribadi yang memacetkan, utamanya di Jabodetabek,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Di samping itu, harga apartemen ini juga ia nilai terjangkau bagi milenial, terutama yang bersubsidi, yaitu Rp 200 juta dengan uang muka Rp 1 juta saja. Adapun harga hunian yang tanpa subsidi mulanya berkisar Rp 300 juta dan Rp 500 juta, tetapi kini sudah merangkak naik ke kisaran Rp 500 juta-Rp 700 juta.
Ia yakin keberadaan apartemen itu akan efektif mengatasi masalah keterbatasan pasokan rumah (backlog) terjangkau, utamanya bagi generasi milenial, yaitu warga yang lahir antara 1981 dan 1996 serta kini berusia 24-39 tahun. Diperkirakan, ada 81 juta milenial yang belum memiliki rumah.
”Cicilannya juga murah sehingga sangat pas sekali untuk hunian anak-anak muda, hunian milenial. (Hunian seperti ini) Akan kita kembangkan di semua kota, utamanya di lahan-lahan PT KAI yang tidak termanfaatkan dengan baik, melalui kerja sama dengan PT PP, Perumnas, dan Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” katanya.
Jika hunian berkonsep TOD diperbanyak, Presiden Jokowi yakin masalah kemacetan akan berkurang drastis. Sebab, lokasinya selalu strategis, seperti Samesta Mahata Margonda yang dekat Universitas Indonesia, Mal Margo City, dan dua rumah sakit. Masyarakat juga akan semakin dekat dengan beragam pilihan moda transportasi umum.
”Transportasi massal yang sudah tersedia ini, kan, sudah ada. Ada KRL, ada MRT, ada LRT. Titik-titik TOD yang sudah siap itu yang dibangun terlebih dahulu. Tapi, yang paling sulit adalah pembebasan lahan,” kata Jokowi, menggarisbawahi tantangan yang menghadang.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, ada tujuh apartemen yang telah dibangun oleh beberapa BUMN yang membidangi infrastruktur dan perumahan, antara lain di Depok, Jakarta, Tangerang, Bogor, dan Karawang. Sedikitnya Rp 5 triliun dikucurkan untuk membangun semuanya.
”Total unitnya 8.348 (unit). Alhamdulillah, tingkat lakunya di atas 65 persen dan 41 persen adalah millennials yang membelinya. Kami akan luncurkan (apartemen lain) di Klender (Jakarta Timur) setelah Lebaran,” kata Erick.
Erick menegaskan, kebutuhan rumah susun (rusun) di kota-kota besar tidak bisa ditunda lagi. Sebab, saat ini 56,7 persen penduduk Indonesia telah tinggal di perkotaan. Pada saat yang sama, jumlah penduduk yang berusia 40 tahun kini mencapai 58 persen sehinga risiko masalah backlog perumahan bisa semakin besar.
”Kami ingin tingkatkan hunian milenial ke depan. Kami sudah bicara dengan Kementerian PUPR, di luar Jakarta, mana saja titik-titiknya (yang bisa dibangun hunian vertikal),” tuturnya.
Laku
Tingkat keterisian apartemen Samesta Mahata Margonda disebut mencapai 78 persen, melebihi rata-rata di antara tujuh hunian yang disebut Erick Thohir. Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro menyebut, hanya tersisa 200-an dari 940 unit yang belum terjual.
Adapun 182 unit bersubsidi semuanya telah terjual. ”Uang mukanya hanya Rp 1 juta, kemudian harganya Rp 200-an juta karena per meter persegi Rp 8,4 juta Yang sudah beli, sudah kami serah terimakan sejak November tahun lalu,” katanya.
Menurut Budi, pembangunan apartemen yang dimulai sejak 2018 ini menelan investasi sekitar Rp 600 miliar. Sebanyak Rp 89 miliar bersumber dari penyertaan modal negara (PMN) yang diperoleh Perum Perumnas pada 30 Desember 2022, mengingat arus kas perusahaan yang masih negatif.
Tanpa menyebut nilainya, ia mengakui Perumnas masih merugi. Namun, pembangunan hunian akan terus berlangsung di berbagai daerah. Tahun ini, rusun di Serpong, Tangerang Selatan, tepatnya di atas Stasiun Rawa Buntu, akan rampung dibangun pada Agustus. Rusun lain di Tanjung Barat, Jakarta Selatan, akan diresmikan pada November.
Adapun di Medan, sebuah rusun milik Perumnas di daerah Sukaramai yang sudah berusia lebih dari 30 tahun sedang direvitalisasi, tetapi tidak dibangun dengan konsep TOD. Adapun rusun di Klender yang disebut Erick Thohir akan terintegrasi juga dengan rute KRL di Stasiun Klender.
Di sisi lain, Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menyebut, angka 41 persen pembeli milenial di apartemen besutan BUMN adalah indikasi yang baik. Artinya, makin banyak orang yang memang membeli rumah untuk dihuni alih-alih dijadikan instrumen investasi.
Selama ini, pasar apartemen sangat didominasi oleh pembeli investor (investor buyer) yang akan menyewakan kembali unitnya. Apalagi, apartemen seperti Samesta Mahata Margonda letaknya sangat strategis dan dikelilingi perguruan tinggi sehingga pasarnya jelas, yaitu mahasiswa. Harganya pun cenderung murah.
Agar lebih banyak warga milenial memiliki rumah, Ferry mendorong pemerintah meringankan beban pembiayaan apartemen. Pertama, Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang sudah dihentikan pada September 2022 bisa diberlakukan lagi.
”Waktu itu, stok apartemen yang siap huni masih sedikit, tetapi sekarang sudah mulai membaik lagi (6.708 unit sepanjang 2023). Kalau kebijakan PPN DTP itu diteruskan, ini akan sangat membantu penjualan,” kata Ferry.
Kedua, pemerintah perlu menjaga angka pertumbuhan ekonomi agar bisa setidaknya setara dengan capaian tahun lalu, yaitu 5,31 persen. Ini akan membuat aktivitas bisnis tetap berjalan dan para karyawan bisa menerima gaji.
”Kebanyakan pembeli itu pekerja yang bergantung pada gaji bulanan dan dari gaji itu mereka punya kemampuan mencicil (kredit pemilikan apartemen),” kata Ferry.