Hingga Akhir 2023, 10 Juta UMKM Ditargetkan Punya Nomor Induk Berusaha
Baru 5,8 persen dari 64,19 juta UMKM di Indonesia yang telah memiliki nomor induk berusaha hingga menyebabkan rendahnya kepemilikan sertifikat halal dan SNI. Pemerintah mencoba mengatasinya lewat integrasi izin.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Baru 5,8 persen dari 64,19 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Indonesia yang telah memiliki nomor induk berusaha hingga menyebabkan rendahnya angka kepemilikan sertifikat halal dan Standar Nasional Indonesia. Pemerintah berupaya mengatasinya dengan integrasi di satu sistem perizinan berusaha.
Hal ini diungkapkan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki, Selasa (11/4/2023), dalam rapat koordinasi bersama Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Jakarta. Hadir pula perwakilan instansi lain, seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Teten mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja mengamanatkan transformasi usaha rakyat dari informal ke formal. Hal ini dilakukan dengan penerbitan nomor induk berusaha (NIB) bagi unit-unit UMKM. ”Ini perlu sinergi bersama, perlu percepatan,” katanya.
Akan tetapi, dari 64.197.050 unit UMKM yang terdata Kemenkop UKM, baru 3.731.047 UMKM yang memiliki NIB. Rata-rata jumlah NIB yang diterbitkan setiap hari adalah 7.975, jauh dari target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada Juli 2022, yaitu 100.000 per hari.
Untuk itu, Teten menegaskan, pemerintah menargetkan sedikitnya 10 juta unit UMKM harus memiliki NIB hingga akhir 2023. Ini dapat dicapai melalui kerja bersama dengan perbankan yang menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR), PT Permodalan Nasional Madani (PNM), asosiasi lokapasar (marketplace), dan rumah kreatif BUMN.
Kemenkop UKM sendiri, misalnya, telah memiliki data 9,08 juta unit UMKM yang lengkap dengan nama dan alamat pemiliknya dalam Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT). Dari jumlah tersebut, hanya 340.837 yang memiliki NIB. Perbankan dan PT PNM juga memiliki data masing-masing.
Karena itu, Teten yakin target 10 juta UMKM memiliki NIB dapat dicapai. ”Ini karena kita punya data yang lebih terperinci byname, byaddress. Kita menyasar kolam yang ada ikannya. Cuma, memang kita perlu kesiapan sistem di OSS (online single submission),” katanya.
Kesiapan yang Teten maksud mencakup integrasi dengan penerbitan sertifikat halal dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan begitu, peningkatan jumlah UMKM pemilik NIB akan mengerek naik angka kepemilikan dua sertifikat tersebut.
Per 23 Januari 2023, hanya ada 129.206 unit UMKM (0,20 persen) yang memiliki sertifikat halal untuk 1.026.455 produk. Sementara itu, per 1 Februari 2023, hanya 62.505 unit (0.09 persen) yang telah mengikut program SNI Bina UMK dari BSN.
Menurut Bahlil, semuanya seharusnya bisa didapatkan melalui OSS. Jika sertifikat halal, misalnya, tidak bisa diterbitkan bersamaan dengan NIB, usaha rakyat tidak bisa berjalan dengan maksimal. Padahal, selama 2022, usaha mikro dan kecil saja menyumbang Rp 318,6 triliun dari Rp 1.207 triliun sepanjang 2022 dan memberi pekerjaan bagi 7,6 juta orang.
”Kami masih mencari formulasi agar berapa NIB yang keluar, segitu juga sertifikat halal yang keluar. Seharusnya ekuivalen, dan semuanya nanti lewat OSS,” kata Bahlil.
Untuk sementara, pemerintah akan mengupayakan peningkatan sertifikasi halal melalui fasilitasi self-declare. Sebanyak 21 kementerian dan lembaga ditargetkan menerbitkan 3,76 juta sertifikat. Adapun Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menargetkan penerbitan 29,35 juta sertifikat hingga 2024.
Di samping itu, Bahlil juga mengatakan, tidak memiliki NIB juga dapat mengganggu penyaluran KUR melalui perbankan ataupun lembaga keuangan nonbank. Padahal, tahun ini pemerintah menyiapkan dana KUR sebesar Rp 460 triliun. Unit UMKM bisa mendapatkan pinjaman Rp 25 juta-Rp 100 juta tanpa agunan hanya dengan menyertakan NIB.
”Kita harus clear-kan masalah penyaluran kredit. Perbankan masih ada yang minta SIUP (surat izin usaha perdagangan) untuk keluarkan kredit. Macam mana ini? NIB itu adalah izin yang sudah meng-cover semuanya. Jadi kita tujuannya mempermudah UMKM, bukan mempersulit,” kata Bahlil.
Sementara itu, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irha mengatakan, sertifikasi halal di kalangan UMKM selama ini rendah karena kurangnya lembaga yang dapat melaksanakannya. Sampai 2021, misalnya, hanya ada tiga lembaga. Namun, kini jumlahnya telah meningkat menjadi 48 dan tersebar dari Sumatera hingga Maluku.
Menurut Aqil, pihaknya perlu berkolaborasi dengan dinas penanaman modal dan pelayanan satu pintu (DPMPTSP) di daerah sehingga NIB dan sertifikat halal bisa didapatkan sekaligus. ”Syarat sertifikasi halal itu harus punya NIB. Jadi, para pelaku usaha harus dibantu,” katanya.
Sementara itu, Kepala BSN Kukuh S Achmad mengatakan, penerapan SNI bersifat sukarela, tetapi dapat meningkatkan daya saing unit usaha. Ia pun menyatakan siap memberikan pembinaan bagi UMKM dalam program SNI Bina UKM dalam kerja sama dengan pemerintah daerah.