Pertamina Geothermal Raih Rp 11 Miliar dari Karbon Kredit
Karbon kredit merupakan representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca dalam proses industrinya.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGE berhasil membukukan pendapatan dari karbon kredit sebesar 747.000 dollar AS atau setara dengan Rp 11,18 miliar. Hal itu tercatat dalam laporan keuangan Pertamina Geothermal yang sudah diaudit dan dipublikasikan pada Kamis (30/3/2023).
Pendapatan karbon kredit tersebut dihasilkan oleh dua pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Ulubelu Unit 3 dan 4 serta PLTP Karaha Unit 1 yang menghasilkan setara dengan 1,7 juta ton pengurangan emisi karbon. Pengurangan ini dihitung sejak pembangkit listrik tersebut beroperasi secara komersial hingga awal tahun 2020.
Karbon kredit merupakan representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca dalam proses industrinya. Satu unit karbon kredit setara dengan penurunan emisi sebesar 1 ton karbondioksida.
Selain karbon kredit yang sudah didapatkan, PGE juga memiliki potensi pengurangan emisi karbon dari PLTP Kamojang Unit 5, PLTP Lumut Balai Unit 1 dan 2 yang menggunakan gold standard, serta PLTP Lehendong Unit 5 dan 6 yang menggunakan verified carbon standard.
”Seluruh upaya ini membuka peluang baru yang berpotensi meningkatkan nilai ekonomi pengurangan emisi karbon dan secara langsung akan membuka peluang pendapatan baru bagi PGE,” jelas Direktur Utama PGE Ahmad Yunianto dalam keterangannya, Sabtu (1/4/2023).
PGE juga memiliki beberapa inisiatif environmental sustainability and governance (ESG). PGE mendapatkan peringkat tertinggi kedua pada ESG Rating dalam katagori good performance dari sisi pengelolaan ESG oleh lembaga pemeringkat Sustainable Fitch. Beberapa program yang berjalan seperti pusat konservasi elang jawa (Nisaetus bartelsi) di Kamojang, penangkaran domba Garut, konservasi bunga Krisan, penangkaran kambing Saburai, juga konservasi monyet hitam sulawesi (Macaca nigra).
Saat ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sedang mengatur dan mempersiapkan infrastruktur bursa karbon. Bursa karbon sudah memiliki payung hukum setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Beberapa saat lalu, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan tengah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga kementerian terkait, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, juga Kementerian Lingkungan Hidup. BEI tengah menantikan peraturan OJK mengenai bursa karbon ini.
Sepanjang 2022, PGE mencetak laba bersih yang bertumbuh hingga 49,67 persen dari 85 juta dollar AS pada 2021 menjadi 127,34 juta dollar AS di 2022. Kenaikan laba ini ditopang oleh kenaikan pendapatan sebesar 386 juta dollar AS atau Rp 6 triliun. Adapun pendapatan PGE tumbuh 4,67 persen dari 368,8 juta dollar AS. Beban usaha PGE turun sebanyak 5 persen dari 182,3 juta dollar AS di 2021 menjadi 173,2 juta dollar AS di 2022.